KABARIKA.ID, MAKASSAR – Buku Kemandirian Lokal: Perspektif Keotonomian Masyarakat yang merupakan karya pemikiran dari dua akademisi dan cendekiawan Unhas, Prof. A. Mappadjantji Amien dan Prof. Radi A. Gany, kembali menjadi kajian.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Untuk membedah entitas pemikiran dalam karya intelektual tersebut, Unhas menggelar diskusi dan bedah buku, Senin (30/10/2023) di Gedung Ipteks Kampus Unhas Tamalanrea, Makassar.

Rektor Unhas Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc. yang membuka acara resmi kegiatan diskusi dan bedah buku ini, memberikan apresiasi penuh sekaligus merasa bangga atas karya buku datri dua tokoh bersejarah kampus merah ini.

Prof. JJ mengatakan pemikiran-pemikiran yang terkandung dalam buku tersebut sangat menginspirasinya sebagai seorang pemimpin di kampus.

Diskusi dan bedah buku ini menjadi wadah untuk menjelajahi gagasan dan konsep yang diusung dalam karya Prof. A. Mappadjantji Amien dan Prof. Radi A. Gany, bertujuan untuk menggali lebih dalam mengenai konsep kemandirian lokal dan otonomi masyarakat dalam konteks perkembangan sosial dan ekonomi.

“Menurut saya, buku ini menjadi inspirasi bagi civitas academica Unhas. Melalui perspektif sains baru, kita bisa lebih berkontribusi terhadap isu-isu yang saat ini sedang berkembang,” jelas Prof. JJ.

Rektor Unhas Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc. memberikan sambutan saat membuka secara resmi diskusi dan bedah buku Kemandirian Lokal: Perspektif Keotonomian Masyarakat karya Prof. A. Mappadjantji Amien dan Prof. Radi A. Gany, Senin (30/10/2023) di Gedung Ipteks Kampus Unhas Tamalanrea, Makassar. (Foto: Humas Unhas)

Dalam diskusi tersebut, ada tiga narasumber sebagai pemantik diskusi untuk memberikan pemikiran dan perspektif mereka. Yakni, Abdul Madjid Sallatu yang membahas “Pembangunan Pertanian Perspektif Petani sebagai Pelaku Pembangunan”, Prof. Darmawan Salman mengulas “Sains Baru dan Pembangunan Sosietal”, dan Prof. Sukri Tamma menguraikan tentang “Efektivitas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Kapasitas Daerah Otonom”.

Abdul Madjid Sallatu dalam pengantarnya mengatakan, sosok Prof. Radi A. Gany sebagai akademisi yang ahli pertanian, tentu saja dengan cepat memaknai perasaan masyarakat itu sebagai perasaan petani.

“Unsur petani, cenderung dianggap unsur given dalam pembangunan pertanian. Padahal sejatinya bukan hal sederhana dan atau biasa disepelekan. Petani hidup dan beraktivitas di kesekitaran tatanan kehidupannya, yang sangat bersifat lokalistik, justru patut mendapatkan perhatian pertama dan utama,” jelas Abdul Madjid Sallatu.

Dalam ulasannya mengenai Sains Baru dan Pembangunan Sosietal, Prof. Darmawan Salman menuturkan bahwa sebagai produk sains, pendasaran kebenaran atas pembangnan menurut Prof. A. Mappadjantji Amien dan Prof. Radi A. Gany berada pada titik bifurkasi, sebuah titik perjalanan yang membawanya pada persimpangan.

Sains modern (modern science) yang selama ini menjadi pendasaraan paradigmatik pembangunan telah mengalami anomali, bahkan telah mengalami krisis.

Untuk mengatasi krisis tersebut, terdapat dua alternatif, yakni melakukan loncatan akumulatif teori/konsep dengan tetap bertahan pada sains modern, atau melakukan revolusi paradigma.

Rektor Unhas Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc. foto bersama dengan narasumber dan panitia penyelenggara diskusi dan bedah buku Kemandirian Lokal: Perspektif Keotonomian Masyarakat karya Prof. A. Mappadjantji Amien dan Prof. Radi A. Gany, Senin (30/10/2023) di Gedung Ipteks Kampus Unhas Tamalanrea, Makassar. (Foto: Humas Unhas)

Alternatif pertama menghadirkan paradigma digitalisme – informatisme yang merupakan loncatan dari paradigma sains modern, dan alternatif kedua menghadirkan paradigma holism-dialogism yang merupakan hasil dari sebuah revolusi paradigma.

“Pencarian pembangunan yang dilakukan kedua tokoh ini sebenarnya hanyalah satu dari berbagai upaya yang dilakukannya terkait sains baru. Dalam bukunya, konsepsi pembelajaran, berbagai agenda menunggu untuk dipahami dan dianalisis dengan berbasis sains baru. Bagi kita di Unhas agenda akademik yang mendesak terletak pada tantangan untuk mengelaborasi sains baru sebagai epistemologik,” papar Prof. Darmawan.

Pada sesi pembahasan tentang “Efektivitas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Kapasitas Daerah Otonom”, Prof. Sukri Tamma menjelaskan bahwa pada dasarnya Indonesia telah menganut model otonomi daerah sejak awal kemerdekaan.

Hal itu terlihat dari upaya para pendiri bangsa dalam memikirkan semangat desentralisasi yang diyakini sebagai salah satu cara untuk membangun pemeritahan yang efektif, mengembangkan pemerintahan yang demokratis dan menghargai keberagaman lokal.

Kemandirian tidak dipandang sebagai antitesis dari kesatuan bangsa. Pemerintah pusat sebagai fasilitator untuk mengakomodasi berbagai perbedaan objektif tersebut.

Pentingnya mencermati arti penting pemerintah daerah dan kemandirian masyarakat daerah secara lebih komprehensif, dengan metode baru yang dapat dilakukan melalui pergeseran paradigma dalam memandang pentingnya cara pandang yang lebih mampu mengedepankan keinginan manusia yang beragam dan kompleks.

“Hal ini mendorong pentingnya sains baru dalam menjawab permasalahan yang terkait entitas pemerintahan daerah dan penghormatan pada kemandirian lokal. Sains baru membuka ruang bagi temuan-temuan baru yang dapat diharapkan untuk menghadirkan dimensi baru dalam memperkaya pemaknaan kita terhadap dinamika kehidupan dalam masyarakat,” ujar Prof. Sukri.

Para peserta diskusi yang kebanyakan mahasiswa, pada umumnya aktif memberikan pertanyaan seputar isi buku yang dibedah. (*/rs)