KABARIKA.ID, MAKASSAR — Universitas Hasanuddin Makassar tercatat beberapa kali mencetak pakar hukum hingga hakim.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dalam 20 tahun Mahkamah Konstitusi (MK) berdiri, sejumlah alumni Unhas pernah jadi hakim MK.

Mulai dari periode pertama hingga periode terbaru.

Bahkan alumni Unhas pernah menjabat Ketua MK.

MK lahir pada awal masa reformasi.

MK adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung.

Hakim Konstitusi adalah jabatan yang menjalankan wewenang Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman.

Jabatan Hakim Konstitusi berjumlah sembilan orang dan merupakan Pejabat Negara yang ditetapkan oleh Presiden.

Hakim Konstitusi diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.

Masa jabatan Hakim Konstitusi adalah lima tahun, dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya.

Berikut nama-nama hakim Unhas pernah jadi hakim MK:

  1. 1. Prof. Dr. H. Mohammad Laica Marzuki, S.H.

Prof. Dr. H. Mohammad Laica Marzuki, S.H. adalah hakim MK periode 2003-2008.

Saat itu ia dipercaya menjabat Wakil Ketua MK mendampingi rof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.

Mohammad Laica Marzuki memulai kariernya sebagai Jaksa Muda Kejaksaan Negeri Sungguminasa, Sulawesi Selatan (1961). Alumnus sarjana hukum dari FH Universitas Hasanuddin (Unhas) (1979), Makassar, selama 28 tahun aktif sebagai anggota Tim Pembela di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Unhas (1972-2000).

Sebelumnya, ia pernah aktif bekerja di sebuah perusahaan swasta dengan jabatan terakhir sebagai General Manager Indonesia Pearl Company Ltd. (1963-1969). Selain itu ia cukup lama menjadi lawyer di beberapa perusahaan, yaitu PT Perkebunan Nusantara XIV Persero (1979-2000), PT INCO Soroako (1980-2000), dan Foster Parents Plan International (1982-2000). Ia juga pernah menjadi lawyer PT Gowa Makassar Tourism Development Corporation (1997-2000), Siemens Telecomunication Project Office (1998), Makassar.

Ia pernah pula menjadi Ketua Pusat Pelayanan Hukum “Kencana Keadilan” (KENDI), Makassar (1983-1986), Kepala Kantor Pengacara “The Justice Boulevard” (1986-2000) dan Kepala Pusat Bantuan dan Penyuluhan Hukum (PBPH) LPPM Unhas (1996-2000).

Dalam perjalanan kariernya, pria yang pernah mengikuti studi di Leiden (Sandwich Programme, 1984-1985) dan Utrecht (1989-1990), Belanda, ini juga aktif berkiprah dalam dunia pendidikan. Jebolan doktor dari Universitas Padjadjaran, Bandung, ini menjadi pengajar di almamaternya FH Unhas. Mulanya bapak tiga anak ini menjadi asisten luar biasa (1969-1972), kemudian diangkat menjadi dosen tetap dengan status Pegawai Negeri Sipil (1972-2000).

Kariernya, terus meningkat, antara lain ketika Unhas memberikan kepercayaan kepada dirinya untuk menjabat Ketua Program Studi Ilmu Hukum Program Pascasarjana Unhas (1996-2000) dan anggota Dewan Pakar Laboratorium Hukum FH Unhas (1999-2000). Selain aktif mengajar di almamaternya, ia juga mengajar di Program Pascasarjana Universitas Muslimin Indonesia (UMI), Makassar (1996-2000), STIA LAN, Makassar (1997-2000), dan Pascasarjana Institut Kejuruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP), Makasssar (1998-2000).

Ia telah lama menetap di Makassar. Di kota ini, pemerintah daerah dan masyarakat meminta jasanya. Di Sulawesi Selatan, Ia pernah menjadi Kuasa Hukum/Konsultan, Kuasa Hukum Tetap Gubernur Sulawesi Selatan (1998-2000), Staf Ahli Wali kota Ujungpandang (1997-2000), dan Staf Ahli Kantor Badan Pengelola Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Pare-Pare, Sulawesi Selatan (2000).

Ia juga diserahi tanggung jawab menjadi Pengarah Tim Penyusun Pola Dasar Pembangunan Kota Makassar (1999-2000) dan Pengarah Tim Penyusun/Perumus Visi dan Misi Kota Makassar (1999-2000). Pria yang hobi membaca puisi dan novel ini pernah mewakili Unhas menjadi anggota Proyek Peningkatan Pengawasan Norma Kerja pada Dirjen Bina Lindung. Ia juga dilibatkan menjadi anggota Dewan Pakar Tim Pengelola Studi dan Pengkajian Masalah Hak-hak Asasi Manusia, Makassar (2000).

Pria yang aktif di organisasi Korpri dan Ikahi ini menjadi anggota Dewan Penasihat DPD Forum Komunikasi Kesatuan Bangsa (FKKB) Tingkat I Sulawesi Selatan (1999-2000) dan Ketua Komisi Pendidikan Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengajar HTN dan Hukum Administrasi Negara (HAN) se-Indonesia (2000).

Sejak 2000 hingga Agustus 2003, pria yang mempunyai motto “keadilan bagi orang-orang kecil bermakna keadilan bagi semua orang” ini mengabdi sebagai hakim agung pada Mahkamah Agung (MA). Pada usia 62 tahun, atas pilihan MA, ia diangkat menjadi hakim konstitusi pada MK.

2. Dr. H. Muhammad Arsyad Sanusi, S.H., M.H.

Dr. H. Muhammad Arsyad Sanusi, S.H., M.H. atau M. Arsyad Sanusi adalah hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia sejak tahun 1970 dan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia periode 2008-2011. Lahir di Bone, Sulawesi Selatan pada tanggal 14 April 1944 dan beragama Islam.

Ia menyelesaikan pendidikan Sarjana Hukum di Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, Makassar pada tahun 1972.

3. Dr. Muhammad Alim, S.H., M.Hum.

Dr. Muhammad Alim, S.H., M.Hum. (21 April 1945 – 18 Agustus 2021) adalah Hakim Mahkamah Konstitusi periode 2008-2013.

Memulai karier sejak usia muda di lingkungan peradilan umum sebagai hakim karier di bawah naungan Mahkamah Agung.

Karier di bidang hukum diawali dengan menjadi CPNS di Pengadilan Tinggi Ujung Pandang pada tahun 1975.

Setelah lima tahun berkarier dia diangkat sebagai Hakim Pengadilan Negeri Sinjai kemudian berpindah-pindah tugas di beberapa Provinsi di Indonesia.

Mulai dair Pengadilan Negeri Poso, Pengadilan Negeri Serui, Pengadilan Negeri Wamena, Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Tinggi Jambi, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kendari kemudian diangkat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara.

Deretan pengalaman tersebut kemudian mengantarkan dirinya sebagai Hakim Konstitusi dan diambil sumpahnya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 26 Juni 2008.

Alim meninggal dunia pada 18 Agustus 2021.

Lulus dari sekolah Rakyat Negeri tahun 1958 di Batu Sitanduk, Alim kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri Palopo tahun 1963.

Lulus SMP ia melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri Palopo pada tahun 1965 mengambil jurusan sosial.

Gelar Sarjana Hukum diperoleh dari Universitas Hasanuddin, Makassar dengan mengambil jurusan Hukum Internasional kemudian melanjutkan program Magister Hukum dengan jurusan Hukum Tata Negara pada tahun 2001 dan pada tahun 2007 di Universitas Islam Indonesia dia berhasil meraih gelar Doktor dengan jurusan yang sama.

Alim dikenal sebagai cendikiawan yang sangat aktif berkontribusi dalam Pembangunan Hukum Indonesia.

4. Hamdan Zoelva

Dr. Hamdan Zoelva, S.H., M.H. (lahir 21 Juni 1962) adalah Ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia yang keempat periode 2013–2015.

Ia juga pernah menjadi salah satu pengurus Partai Bulan Bintang.

Setelah tidak menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia, selain menjadi konsultan hukum dan pengajar di beberapa perguruan tinggi, juga mendapat amanah sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat/Laznah Tanfidziyah Syarikat Islam (ejaan lama: Sarekat Islam) dan juga dipercaya sebagai Koordinator Presidium Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MN KAHMI).

Gelar sarjana hukumnya ia dapatkan dari Universitas Hasanuddin, Ujungpandang, di mana ia mengambil jurusan Hukum Internasional.

Saat menjalani kuliah di Universitas Hasanuddin, ayahnya meminta Hamdan untuk mengambil pendidikan tinggi di bindang agama untuk melanjutkan tradisi keluarganya yang berlatar belakang pesantren.

Oleh karena itu, Hamdan memutuskan mendaftar ke Fakultas Syari’ah IAIN Alauddin, Ujungpandang (1981-1984)

Semasa mahasiswa, Hamdan aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan, salah satunya adalah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Di organisasi tersebut, ia menjabat sebagai Ketua Badan Koordinasi HMI Indonesia Timur.[4] Karena kegiatannya mengurus organisasi, ia memilih untuk melepas pendidikannya di IAIN Alaudin meski sudah berkuliah selama tiga tahun dan hampir mendapatkan gelar sarjana muda.

 

5. Prof Aswanto

Prof. Dr. Aswanto, S.H., M.Si., D.F.M. (lahir 17 Juli 1964) adalah seorang akademisi dan hakim Indonesia. Ia menjabat sebagai Hakim Konstitusi Republik Indonesia mulai 21 Maret 2014, dan sebagai Wakil Ketua sejak 2 April 2018.

Sebelum berkarier sebagai hakim, Aswanto merupakan Guru Besar Ilmu Hukum Pidana dan Hak Asasi Manusia di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin di Makassar.

Aswanto meraih gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin pada tahun 1986.[1]

Aswanto meneruskan kuliah magister dalam bidang ilmu ketahanan nasional di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (lulus 1992) dan doktor ilmu hukum di Universitas Airlangga, Surabaya (lulus 1999).

Disertasi doktoralnya membahas tentang hak asasi manusia.

Ia juga mendapatkan predikat diploma dalam bidang kedokteran forensik dan HAM dari Universitas Groningen pada tahun 2002.

6. Prof M. Guntur Hamzah

Prof. Dr. M. Guntur Hamzah, S.H., M.H. (lahir 8 Januari 1965) adalah akademisi Indonesia yang menjabat sebagai Guru Besar di bidang Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

Ia pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dari 18 Mei 2015 sampai 2022.

Pada 23 November 2022, ia dilantik menjadi Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia menggantikan Aswanto untuk periode 2022–2035.

Sebelum dilantik menjadi Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi, ia juga dikenal sebagai Kepala Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara, Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (P4TIK) MK dan juga tercatat sebagai Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar.

Pada tanggal 23 November 2022, Guntur Hamzah dilantik menjadi Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia untuk periode 2022–2035 atas usulan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Ia dilantik oleh Presiden Republik Indonesia menurut Keputusan Presiden Nomor 114 B tahun 2022 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Hakim Konstitusi yang Diajukan oleh DPR RI.(**)