Saya ingat awal terbersit setitik asa menuju Amerika Serikat, 12 tahun lalu, medio Juli 2012.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Meski jauh-jauh sebelum itu di masa kecil telah mengetahuinya dalam peta dunia.

Pada sesi perkiraan cuaca Dunia Dalam Berita, dengan dua kota besarnya. Washington sebagai ibukota pemerintahan, dan New York sebagai titik bisnis


DUA BELAS TAHUN lalu, saya berdecak kagum tatkala bos saya melanglang menuju negeri Paman Sam. Melaksanakan tugas keprofesian membawa nama besar Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

Setelah itu, pikiran saya mulai mengelus-mengelus tekadnya. “Suatu saat kamu juga bisa ke Amerika”.

Sepulang dari Amerika Serikat, bos saya tersebut kemudian memberikan oleh-oleh.

Baju berwarna biru dengan tulisan Washington dan latar Capitol Hill.

Buah tangan yang berkesan, karena sebagai ‘orang baru’ di organisasi saya tak berharap dapat bagian ‘seistimewa’ itu.

Paling saya pikir dapat gantungan kunci atau snack pengganjal perut dari sang bos.

Sejak itu saya mulai merapal mimpi.

Menimang-nimang ke Amerika untuk berkuliah, bekerja atau sekadar bertamasya.

Pekan ini saya berdiri menggigil kedinginan di depan gedung parlemen Amerika Serikat Capitol Hill dengan baju ‘kesabaran’ dan ‘keyakinan’ yang menghangatkan saya. Foto: dok pribadi.

Bertahun-tahun berbagai siasat coba dijajaki, tapi tak kunjung menemui manisnya.

Dan akhirnya pelan-pelan ingin melupakan itikad itu sahaja.

“Toh tanpa ke Amerika Serikat, hidup tetap baik-baik saja,” begitu pikir saya.

Tapi, namanya mimpi. Dia bukan materi yang mudah dicampakkan.

Dia selalu datang mengetuk-ngetuk. Menepuk-nepuk dengan bahasa-bahasa kebijaksanaan.

“Bahwa orang-orang yang bersabar adalah kaum yang menang,” dan “Tragedi kehidupan paling menyedihkan, adalah orang-orang yang tidak memperjuangkan mimpi-mimpinya”.

Pernah saya berpikir membuang hadiah kaos dari bos saya tersebut.

Toh bajunya sudah usang, kucek, bolong di bagian bawah dan telah kekecilan dengan perut saya yang semakin membuncit.

Namun yang terlintas kemudian di benak saya, “Bagaimana kalau akhirnya kemudian jadi ke Amerika?”

Benda apa yang kamu ingin tunjukkan bahwa selama ini telah menjaga mimpi-mimpi dengan begitu sabar.

Dan untuk mengingatkan bahwa kebaikan-kebaikan kecil seseorang tanpa disertai kata-kata bijak pun, ternyata menginspirasi begitu pas dan teramat panjang.

Alhamdulillah, hal-hal baik ada jalannya. Semesta menghimpun kekuatannya, doa-doa menyebar keajaibanya.

Pekan ini sudah berhasil menggigil kedinginan di depan gedung parlemen Amerika Serikat Capitol Hill dengan baju ‘kesabaran’ dan ‘keyakinan’ yang menghangatkan saya.

Terimakasih Ibu Elly Zarni Husin atas pemberian bajunya belasan tahun lalu. Menjadi energi bagi saya, untuk memulai meniti bukan hal-hal mudah. Tapi pilihan-pilihan sukar.

Kata Presiden ke-35 Amerika Serikat John F Kennedy, “Kita harus ke Bulan bukan karena itu pilihan yang mudah. Tapi justru karena itu adalah pilihan yang berat,” ujar presiden termuda dalam sejarah negara adidaya tersebut.