KABARIKA.ID, MAKASSAR – Demi menjaga keberlanjutan lingkungan kawasan Wallacea, Universitas Hasanuddin (Unhas) selenggarakan workshop bertajuk, “Akselerasi Pembangunan Wallacea Research Institute”.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Workshop dibuka oleh Rektor Unhas Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc., Selasa (16/01/2024), di Ruang Rapat A, Gedung LPPM, Kampus Unhas Tamalanrea, Makassar.
Dalam sambutannya Rektor Prof JJ mengatakan, kegiatan ini sebagai langkah awal sekaligus wujud komitmen Unhas sebagai perguruan tinggi dalam menjaga keanekaragaman hayati dan ekosistem kawasan Wallacea.
Prof. JJ menekankan pentingnya pembangunan Wallacea Research Institute sebagai langkah strategis menjaga keberlanjutan lingkungan Wallacea.
Workshop ini mengharapkan menghasilkan peta jalan (roadmap) untuk mewujudkan hal tersebut.
“Ini sudah lama kita bahas, harapan bersama realisasinya bisa segera diwujudkan, perlahan tapi pasti. Kita memiliki lembaga yang kuat, pengembangan edukasi untuk penguatan Wallacea tidak bisa dilewatkan. Ini sekaligus bagian dari kontribusi Unhas untuk Indonesia,” ujar Prof JJ.
Ada dua narasumber utama pada workshop ini, yakni Prof. Dr. Sangkot Marzuki, M.Sc., Ph.D., D.Sc., dan Prof. dr. Irawan Yusuf, Ph.D.
Para narasumber memberikan gambaran tentang indikator dan skop penelitian yang akan dikembangkan, serta hal-hal lain yang perlu dipikirkan bersama dalam mendukung terbentuknya Wallacea Research Institute.
Profil Prof Sangkot Marzuki
Profesor Sangkot Marzuki lahir di Medan pada 1944. Ia menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada 1968 Gelar master ia peroleh dari Mahidol University, Bangkok, Thailand, pada 1971. Sedangkan gelar doktor di bidang Biokimia diraih dari Monash University, Australia, pada 1976.
Kala itu, ilmu biologi kimia mengalami lompatan setelah penemuan DNA sebagai molekul penyimpan informasi genetik manusia. Akhirnya, lahirlah ilmu biologi molekuler.
Sejak itu, Profesor Sangkot menetap di Australia sebagai staf pengajar di Monash University, Melbourne, Australia. Selama 17 tahun ia membangun kelompok riset dengan reputasi internasional di universitas tersebut.
Profesor Sangkot kembali ke Indonesia pada 1992 atas undangan Profesor Dr. Ing. B.J. Habibie yang saat itu menjabat Menristek.
Ia dipanggal kembali ke Indonesia untuk memimpin pembukaan kembali Lembaga Eijkman dan pengembangannya sebagai lembaga penelitian biologi molekul.
Selama 22 tahun, Profesor Sangkot Marzuki memimpin Lembaga Eijkman, pusat riset biologi molekuler di Indonesia yang berperan penting mendorong penyelidikan DNA.
Dia dan koleganya membangun pusat riset ini dari nol pada awal 1990-an, karena lembaga ini sebelumnya telah ditutup sejak gonjang-ganjing politik 1966.
Bersama lembaga Eijkman, Prof Sangkot merupakan pakar biologi molekuler paling berpengaruh di Indonesia.
Ketertarikan pada bidang biologi molekuler mengantarkan Prof Sangkot menjadi pemimpin riset bidang baru ini di Monash University, Australia.
Dia memimpin satu dari lima laboratorium biologi molekuler paling berpengaruh di dunia. Namanya juga bolak-balik masuk jurnal ilmiah internasional. (*/rs)