KABARIKA.ID, MAKASSAR – Kepedulian masyarakat terhadap bencana banjir yang menimpa sejumlah wilayah di Kabupaten Luwu masih cukup tinggi. Tak terkecuali dari kalangan mahasiswa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Setelah sebelumnya dari Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan (HMTL) Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, maka pada hari ini, Selasa (21/05/2024), dua organisasi kemahasiswaan di UNHAS kembali menitipkan donasi yang mereka kumpulkan kepada Badan Pengurus Wilayah (BPW) Kerukunan Keluarga Luwu Raya (KKLR) Sulawesi Selatan.

Kedua organisasi tersebut adalah Himpunan Mahasiswa Sipil Fakultas Teknik UNHAS (HMS FT-UH) dan Forum Mahasiswa Hukum Administrasi Negara (FORMAHAN) Fakultas Hukum UNHAS.

Donasi dari HMS FT-UH diserahkan oleh Koordinator Pengabdian Masyarakat Daud Ibrahim dan disaksikan Ketua Demisioner HMS FT-UH Muhammad Farel Ardan.

Sementara donasi berupa uang tunai, pakaian layak pakai dan mie instan dari FORMAHAN diserahkan oleh Koordinator Departemen Peduli Muhammad Furqan M. Arsy disaksikan Ketua FORMAHAN Ananda Faturrahman Al Gifary dan sejumlah pengurus yang lain.

Penyerahan donasi dari Himpunan Mahasiswa Sipil (HMS) FTUH ke Sekretaris BPW KKLR Sulsel Asri Tadda, di Makassar, Selasa (21/5/2024). Foto: ist

Sekretaris BPW KKLR Sulsel Asri Tadda yang didampingi Biro Kesekretariatan Adil Mubarak menerima langsung donasi dari kelompok mahasiswa tersebut di Adiva Cafe, Tamalanrea.

“Alhamdulillah hari ini adik-adik kita mahasiswa dari Teknik Sipil dan Hukum Administrasi Negara UNHAS mempercayakan kepada KKLR Sulsel untuk menyalurkan donasi dan bantuan materil yang mereka kumpulkan,” kata Asri.

Asri yang pernah menjadi Ketua BEM di Fakultas Kedokteran UNHAS itu bilang, kepedulian mahasiswa terhadap korban bencana seperti yang ditunjukkan dengan mengumpulkan donasi, sangat patut diapresiasi.

“Ini luar biasa, karena di tengah-tengah kesibukan akademiknya, mereka masih memiliki perhatian tinggi kepada masalah sosial yang menimpa rakyat. Bukan soal jumlahnya, tetapi ini soal nilai dan kepedulian pada sesama,” ucap Asri.

Selanjutnya donasi berupa uang tunai, pakaian layak pakai dan mie instan yang dititipkan akan didistribusikan dalam program KKLR Sulsel Peduli yang saat ini tengah berjalan.

“Iya, akan segera disalurkan dalam Program KKLR Sulsel Peduli, baik untuk korban banjir di Kabupaten Luwu maupun di Luwu Utara yang juga sangat membutuhkan,” sebut Asri.

Sementara itu di tempat terpisah Ketua BPW KKLR Sulsel Ir Hasbi Syamsu Ali juga mengapresiasi mahasiswa yang mempercayakan donasinya untuk disalurkan melalui Program KKLR Sulsel Peduli.

“Apresiasi dan penghargaan kami sampaikan kepada adik-adik mahasiswa yang sudah percaya pada kami untuk menyalurkan bantuan yang dikumpulkan. Insya Allah kita akan distribusikan dengan sebaik-baiknya,” kata Hasbi.

Dijelaskannya, Program KKLR Sulsel Peduli masih berjalan dan pekan depan direncanakan akan menyalurkan lagi bantuan berupa beras kepada warga korban banjir di Luwu Utara.

“Insya Allah jalan terus sesuai dengan donasi terkumpul dan kesanggupan yang dimiliki. Pekan depan mudah-mudahan sudah bisa kita drop lagi 1 ton beras ke beberapa titik di Luwu Utara,” pungkasnya.

Rendam 4 Kecamatan di Lutra

Sebelumnya diberitakan, sejumlah desa di empat kecamatan di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan terendam banjir selama berbulan-bulan akibat jebolnya tanggul Sungai Rongkong.

Empat kecamatan yang hingga kini masih terendam banjir mencakup Baebunta Selatan, Malangke Barat, Malangke, dan Sabbang Selatan.

Di Desa Pombakka, Kecamatan Malangke Barat, banjir merendam rumah warga di sana sejak Rabu, 24 April 2024 lalu.

“Sampai sekarang belum ada solusi dari pemerintah tentang penanganan banjir yang melanda Desa Pombakka,” kata Asdar, warga di Desa Pombakka, Rabu, 15 Mei 2024.

Menurut Asdar, di Desa Pombakka terdapat sekitar 400 kepala keluarga yang terdampak banjir sejak dua pekan terakhir.

Ketinggian air mencapai 80 sentimeter hingga 1,5 meter. Beberapa warga yang terdampak banjir di sana memilih untuk mengungsi ke rumah keluarga mereka.

“Satu desa terdampak, mulai dari petani kebun maupun tambak. Semua terendam banjir,” kata Asdar.

Selain Desa Pombakka, di Kecamatan Malangke Barat juga ada Desa Wara, Limbong Wara, dan Cenning yang ikut terendam.

Sama dengan di Kecamatan Malangke Barat, di Baebunta Selatan, Luwu Utara terdapat tiga desa yang terendam banjir akibat luapan Sungai Rongkong, yakni Desa Lawewe, Lembang-lembang dan Beringin Jaya.

“Yang terparah saat ini Kecamatan Malangke Barat dan Baebunta Selatan. Itu desa yang saya sebut sudah terendam selama tiga bulan,” kata Rauf, seorang warga di Desa Lawewe yang juga ikut terdampak banjir.

Kepala Desa Lembang-Lembang, Arwin Ansar mengatakan, jika di wilayahnya juga terendam banjir juga akibat tanggul yang jebol.

Sampai sekarang, katanya banjir masih meluap ke pemukiman dan menggenangi lahan serta kebun milik warga. “Kejadian banjir dari tanggal 26 Maret 2024 sampai saat ini.”

Seorang warga terdampak yang menolak disebut identitasnya juga mengatakan, banjir yang terjadi membuat aktivitas warga lumpuh.

“Karena selain merendam pemukiman juga merendam lahan pertanian dan perkebunan warga,” katanya. “Pemerintah hanya melakukan assesment dan bantuan sembako, tetapi penyebab banjir belum ditangani”.

Di Kecamatan Malangke, juga ada beberapa desa yang terendam banjir sampai saat ini. Antara lain adalah Desa Pute Mata, Tolada, Giri Kusuma, Pettalandung, Pattimang, dan Malangke.

“Debit air Sungai Rongkong makin meningkat akibat intensitas hujan meningkat ditambah pendangkalan sungai karena banyaknya tumpukan sedimen, terutama pasir. Tanggul penahan Sungai Rongkong, Sungai Masamba dan Sungai Baliase yang jebol di beberapa titik,” kata warga yang terdampak.

Menurut Rauf dan Asdar, banjir yang terjadi di desa mereka bukan baru kali ini saja. “Banjir ini bukan baru keberadaannya, sudah berpuluh-puluh tahun,” kata Rauf.

“Pemerintah (ikut membantu), Alhamdulillah. Tapi itu bukan solusi, solusi utama yaitu penanganan Sungai Rongkong,” katanya lagi.

Rauf mengatakan di Desa Lawewe, warga masih tetap bertahan di lokasi banjir. Tetapi tanaman mereka sebagai sumber pencaharian sudah tidak ada.

“Tanaman sudah mati karena mayoritas masyarakat petani. Masyarakat tinggal menunggu keajaiban (dari) Allah.”

Sementara Asdar bilang jika di tempat tinggalnya di Desa Pombakka, banjir hampir setiap tahun terjadi. Tetapi kali ini adalah yang terparah daripada tahun-tahun sebelumnya.

“Karena sudah beberapa kali jebol tanggul, barusan begini (air banjir) sampai di dalam rumah,” ungkap Asdar.

Karena kejadian yang terus berulang kata Asdar, warga di Desa Pombakka pun selalu menyampaikan kepada pemerintah setempat untuk segera memperbaiki tanggul di desanya.

“Setiap Musrembang desa, tetap kami usulkan perbaikan tanggul sepanjang kurang lebih 18 kilometer yang ada di Desa Pombakka. Tapi sampai saat ini tidak ada sedikitpun yang tersentuh,” ungkap Asdar kembali.

“Tentu kami masyarakat sangat berharap kepada pemerintah daerah, provinsi maupun pusat agar ada perhatian khusus dengan tanggul yang ada di Desa Pombakka,” tutupnya.(*)