KABARIKA.ID, JAKARTA — Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengumumkan bahwa pemerintah membatalkan kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) untuk tahun ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selanjutnya, Kemendikbudristek akan mengevaluasi permintaan peningkatan UKT yang diajukan oleh perguruan tinggi negeri. Pembatalan dan evaluasi ini patut diapresiasi, tetapi bukanlah sebuah solusi komprehensif.
Anggota DPD RI Fahira Idris mengungkapkan, pembatalan kenaikan UKT oleh pemerintah merupakan langkah yang positif, namun bukan solusi akhir.
Refocusing anggaran negara untuk pendidikan tinggi adalah solusi konkret yang harus diambil untuk mengatasi persoalan UKT yang terus naik. Dengan meningkatkan alokasi anggaran dan memastikan penggunaannya yang efektif dan transparan, maka akses pendidikan tinggi di Indonesia akan semakin meluas.
Menurut dia, pembatalan kenaikan UKT untuk tahun ini patut diapresiasi. Namun belum menyentuh akar persoalan yaitu anggaran pendidikan dari APBN untuk pendidikan tinggi porsinya kecil dan peruntukan belum jelas serta perencanaan dan penggunaan anggaran yang belum efektif.
Oleh karena itu, tambahnya, refocusing anggaran untuk pendidikan tinggi menjadi sesuatu yang mendesak dilakukan.
“Ini artinya mulai tahun depan, Pemerintah diharapkan mengalokasikan dana secara lebih proporsional dan efektif demi memenuhi kebutuhan pendidikan tinggi,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (29/5/2024).
Menurut Senator Jakarta ini, meningkatkan porsi anggaran pendidikan tinggi setidaknya mencapai standar UNESCO yaitu sebesar 2 persen dari APBN memerlukan komitmen politik yang kuat.
Ini karena harus berani mengubah paradigma pendidikan tinggi yang selama ini sudah mengarah ke arah komersialisasi menjadi sebagai investasi masa depan bangsa. Dari sisi besaran alokasi, anggaran pendidikan tinggi saat ini hanya mencakup sekitar 0,6-1,6 persen dari APBN.
Oleh karena itu, porsi anggaran APBN yang selama ini difokuskan misalnya kepada pembangunan infrastruktur atau pertahanan bisa “diteteskan” untuk pendidikan tinggi.
Peningkatan anggaran pendidikan tinggi selain agar kampus bisa menempatkan aksesibilitas dan inklusivitas sebagai prioritas utama juga bisa diperuntukkan meningkatkan investasi dalam infrastruktur dan fasilitas pendidikan tinggi, seperti laboratorium dan peralatannya atau penyediaan teknologi informasi.
Infrastruktur pendidikan yang mumpuni akan meningkatkan kualitas pendidikan dan penelitian serta meringankan beban pengeluaran kampus sehingga tidak bergantung sepenuhnya kepada UKT.
Jika refocusing anggaran untuk pendidikan tinggi bisa direalisasikan, lanjut Fahira Idris, maka tantangan selanjutnya adalah mengoptimalkan penggunaan anggaran dengan menerapkan prinsip efisiensi dan transparansi.
Setiap alokasi dana harus dipantau dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa dana tersebut digunakan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan.
Sudah saatnya APBN juga memprioritaskan pendidikan tinggi. Ini agar UKT tidak lagi menjadi penghalang anak bangsa terutama yang berasal dari keluarga miskin dan ekonominya pas-pasan untuk mengenyam pendidikan tinggi yang diyakini menjadi jalan meningkatkan taraf hidup.
“Akses pendidikan tinggi yang semakin meluas juga pasti akan menjadi lompatan kemajuan bagi negeri ini ,” pungkas Fahira Idris.
UKT, DPD RI, Fahira Idris