KABARIKA.ID, LABUAN BAJO – Peserta Workshop Fasilitasi Sinkronisasi Perencanaan Pembangunan Pusat dan Daerah yang diselenggarakan Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyampaikan berbagai rekomendasi penting untuk mempercepat penurunan prevalensi stunting di Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Rekomendasi ini dicapai pada acara yang berlangsung di Labuan Bajo, Selasa (03/09/24) dengan peserta yang berasal dari berbagai provinsi di Indonesia.

para peserta berbagi pengalaman dan solusi untuk mengatasi tantangan dalam penurunan stunting.

Salah satu usulan yang disampaikan adalah perlunya penyamaan persepsi antara pemerintah daerah dan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) terkait intervensi stunting.

Ibu Cut Vivi dari Provinsi Aceh menekankan hal ini sekaligus evaluasi terhadap pelaksanaan Penilaian Kinerja (PK), agar fokus pada prioritas yang benar-benar efektif dalam menurunkan stunting.

Dia juga mengusulkan agar dalam pertemuan-pertemuan berikutnya, pemerintah kabupaten lebih banyak dilibatkan untuk memperkuat koordinasi.

Selain itu, Cut Vivi juga mengusulkan peningkatan peran pemerintah provinsi dalam memastikan bahwa program-program prioritas pencegahan stunting di kabupaten/kota diintegrasikan dengan baik dalam dokumen perencanaan dan penganggaran daerah.

Ia menggarisbawahi perlunya sinergi antar-kegiatan yang sudah menjadi agenda provinsi, seperti rembuk stunting, agar tidak berdiri sendiri namun terintegrasi dengan perencanaan pembangunan daerah.

Inez Ayu Dhamiera, Analis Kebijakan Substansi Kesehatan SUPD III Ditjen Bina Bangda Kemendagri, dalam penyampaian hasil rekomendasi dalam pelaksanaan kegiatan workshop ini, adalah pentingnya peningkatan capaian pelaksanaan 8 Aksi Konvergensi Stunting di kabupaten/kota, terutama Aksi 1-6, yang harus mencapai 100% hingga akhir September 2024.

Terutama kepada 17 provinsi yang sampai saat ini belum melaksanakan rembuk stunting.

Selanjutnya agar revisi Perpres Nomor 72 Tahun 2021 lebih terfokus pada pencegahan stunting, dengan indikator intervensi yang terdampak langsung terhadap pencegahan stunting.

Kemudian agar dipastikan definisi operasional dapat di terapkan dan terintegrasi di semua tingkatan.
Kemudian, Inez melanjutkan perlu adanya penandaan, pelacakan dan penganggaran program kegiatan dipastikan menyasar pada kelompok sasan dan lokasi prioritas.

Hal ini dianggap penting untuk memastikan bahwa anggaran yang dialokasikan benar-benar efektif dan tepat sasaran.

Serta keterpaduan antara sistem pengelolaan data anggaran intervensi stunting dengan Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD), agar proses perencanaan dan pelaksanaan program stunting dilakukan secara terintegrasi dan sistematis, melibatkan berbagai sektor dan tingkatan pemerintahan.

Workshop ini ditutup secara resmi oleh Plh. Sekretaris Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Zamzani B.

Tjenreng. dalam sambutannya, memberikan apresiasi kepada seluruh peserta atas partisipasi aktif mereka. Kemudian, Zamzani menekankan pentingnya workshop ini dalam mengidentifikasi dan menyusun konsep penandaan serta penggunaan anggaran di daerah untuk mendukung percepatan penurunan stunting.

“Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota memiliki tanggung jawab utama dalam melaksanakan intervensi gizi dengan peningkatan ketersediaan dan kualitas layanan, terutama bagi kelompok sasaran pencegahan dan penurunan stunting,” Jelas Zamzani.

Melalui rekomendasi berdasarkan hasil diskusi dalam workshop ini, diharapkan upaya penurunan stunting di Indonesia dapat berjalan lebih efektif dan tepat sasaran, dengan dukungan penuh dari semua tingkatan pemerintahan.

Zamzani menutup acara dengan harapan bahwa seluruh peserta dapat membawa pulang pengetahuan dan semangat baru untuk bersama-sama mempercepat penurunan stunting di wilayah masing-masing. (AL)