KABARIKA.ID, STOKHOLM — Indeks global untuk pemilihan umum (Pemilu) yang bebas dan adil, pada 2023 mengalami rekor penurunan terbesar sepanjang sejarah. Sementara sengketa hasil Pemilu menjadi fenomena global.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pemungutan suara dan penghitungan suara menjadi aspek yang paling banyak diperdebatkan dalam proses Pemilu antara pertengahan 2020 dan pertengahan 2024.
Demikian laporan International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) yang dirilis dari kantor pusatnya di Stockholm, Swedia, pada Selasa (17/09/2024).
Jumlah pemilih yang terus menyusut secara global serta hasil Pemilu yang kian diperdebatkan, menimbulkan risiko terhadap kredibilitas demokrasi, menurut laporan IDEA.
Laporan tersebut juga menyebutkan, partisipasi pemilih secara global antara tahun 2008 dan 2023 persentasenya turun sebanyak 10 poin, dari 65,2 menjadi 55,5.
Apa isi laporan IDEA tersebut?
Laporan tahunan yang mengukur kinerja demokrasi di 158 negara sejak tahun 1975 mengungkapkan, 47% negara mengalami penurunan demokrasi dalam berbagai indikator penting selama lima tahun terakhir. Ini merupakan tahun kedelapan penurunan demokrasi global secara berturut-turut.
Lembaga pengawas internasional ini menemukan, antara pertengahan 2020 hingga pertengahan 2024, satu dari lima Pemilu di dunia digugat secara hukum.
“Pemungutan suara dan penghitungan suara muncul sebagai aspek yang paling banyak digugat dalam proses Pemilu selama periode tersebut,” tulis laporan IDEA.
Untuk indeks Global State of Democracy, IDEA mengategorikan kinerja dengan menggunakan empat kategori utama, yakni representasi, hak-hak, supremasi hukum, dan partisipasi.
Laporan IDEA juga menyebutkan bahwa kategori yang terkait dengan Pemilu yang bebas dan adil serta pengawasan parlemen, yang berada di bawah representasi, mencatat tahun terburuknya pada 2023.
Upaya pembunuhan Trump pertanda ancaman terus berlanjut
Menurut IDEA, kinerja demokrasi di Amerika Serikat yang akan menggelar pemilihan presiden tahun ini, menunjukkan beberapa pemulihan dalam dua tahun terakhir.
Namun, IDEA menambahkan bahwa upaya pembunuhan terhadap calon Presiden AS Donald Trump pada Juli lalu, menunjukkan risiko-risiko yang terus berlanjut.
Akan tetapi, laporan IDEA menyebutkan bahwa indikator-indikator seperti Pemilu yang kredibel, kebebasan sipil, dan kesetaraan politik di AS mengalami penurunan sejak tahun 2015.
“Kurang dari separuh atau 47% orang Amerika mengatakan, Pemilu tahun 2020 bebas dan adil, namun negara ini masih sangat terpolarisasi,” tulis IDEA dalam laporannya.
Pemilu tetap menjadi acuan
IDEA menekankan, meskipun ada banyak ancaman terhadap Pemilu dan penurunan demokrasi di banyak negara, namun Pemilu tetap mempertahankan hakikatnya sebagai mekanisme untuk memastikan kontrol rakyat atas pembuat keputusan dan pengambilan keputusan.
Laporan itu menambahkan bahwa Pemilu tetap menjadi landasan demokrasi, meskipun menghadapi tantangan saat ini.
“Di tengah konteks kemerosotan demokrasi yang luas ini, bagaimanapun juga, banyak Pemilu yang telah memenuhi janji yang melekat sebagai sarana untuk memastikan bahwa rakyat memiliki kontrol atas para pengambil keputusan,” kata laporan IDEA itu.
Dalam banyak Pemilu yang diamati secara intensif sejak tahun 2023, IDEA mencatat bahwa partai-partai petahana kalah dalam pemilihan presiden dan kehilangan mayoritas di parlemen.
“Pemilihan umum baru-baru ini di Guatemala, India, Polandia, Senegal, dan banyak negara lainnya telah memungkinkan para pemilih untuk memiliki suara yang efektif,” tulis IDEA dalam laporannya. (rus)