KABARIKA.ID, MAROS — Sejumlah tokoh menghadiri acara Festival Budaya Gau Maraja Leang-leang di Lapangan Pallantikang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan Kamis (3/7/2025) malam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Acara dibuka Menteri Kebudayaan Fadli Zon.

Ia didampingi Wakil Gubernur Sulsel Fatmawati, Bupati Maros A.S Chaidir Syam, dan sejumlah pejabat lainnya.

Turut hadir Dr. Abd Haris Bahrun, M.Si mewakili Kementerian Pertanian (Kementan) RI dan Sektrtaris Jenderal Ikatan Alumni Universitas Hasanuddin (IKA Unhas) Prof Dr Ir Yusran Jusuf, M.Si, IPU mewakili Ketua Umum IKA Unhas, Dr. Ir. Andi Amran Sulaiman, M.P.

Abd. Haris Bahrun dan Yusran Jusuf adalah Tenaga Ahli Menteri (TAM) yang yang selama bertugas Jakarta.

Festival Gau Maraja Leang-leang 2025 itu dalam rangka Hari Ulang Tahun ke-66 Kabupaten Maros.

Festival ini berlangsung selama tiga hari dan menjadi momentum strategis untuk memperkuat pelestarian budaya sekaligus menumbuhkan kesadaran publik terhadap pentingnya warisan leluhur.

Fadli Zon memuji pelaksanaan Gau Maraja sebagai simbol keberhasilan kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah.

“Festival ini adalah bukti nyata sinergi yang solid dalam memajukan kebudayaan Indonesia. Terima kasih atas kerja sama yang luar biasa,” ujar Fadli dalam sambutannya.

Fadli juga menegaskan bahwa Kementerian Kebudayaan akan terus mendorong kolaborasi lintas sektor untuk penguatan kebudayaan daerah.

Menurutnya, budaya hanya bisa hidup jika dijalankan bersama dengan semangat gotong royong.

Fadli turut mengajak generasi muda untuk aktif menjaga tradisi dan tidak hanya sekadar mengenang sejarah, melainkan menghidupkannya.

Ia menyinggung kebijakan Presiden Prabowo Subianto dalam Asta Cita, yang menempatkan harmoni budaya dan lingkungan sebagai prioritas pembangunan nasional—sejalan dengan semangat Festival Gau Maraja.

Mengusung tema “Leang-leang Goes to Megadiversity”, festival ini menyoroti pentingnya situs Leang-leang, satu-satunya taman arkeologi di Sulawesi Selatan yang menyimpan peninggalan sejarah peradaban dunia.

“Di Leang Karampuang terdapat lukisan cadas tertua di dunia berusia 51.200 tahun. Ini bukan sekadar kekayaan Maros, tapi juga warisan dunia yang harus kita jaga bersama,” tegas Fadli.

Festival budaya Gau Maraja, yang dalam bahasa Bugis-Makassar berarti “perhelatan besar,” menjelma menjadi panggung ekspresi seni dan sejarah.

Acara ini membuka ruang bagi generasi muda untuk mengenal sekaligus merayakan kekayaan budaya lokal yang mendunia.

Rangkaian pembukaan festival disemarakkan dengan penampilan seni daerah seperti Perkusi Bali Sumange, Amancak, Aru, Tari Peppe-Peppe, dan Tari Pakarena. Puncak acara menampilkan tarian kolosal bertajuk “Bate’: Jejak Peradaban”, yang melibatkan lebih dari 250 siswa dari tingkat SD hingga SMA se-Kabupaten Maros.

Bupati Maros, A.S Chaidir Syam, menyampaikan bahwa perayaan HUT ke-66 tahun ini menjadi sangat spesial karena berbarengan dengan Festival Gau Maraja.

“Ini merupakan festival budaya terbesar di Sulsel, dan Maros mendapat kehormatan menjadi tuan rumah. Tema yang diangkat sangat relevan karena Leang-leang adalah bagian dari warisan dunia dan kekayaan megadiversity,” ujar Chaidir.

Ia menambahkan, ribuan pengunjung dari berbagai daerah akan berkumpul di Maros untuk menikmati keberagaman seni dan budaya lokal yang dipersembahkan melalui kerja sama dengan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIX Kementerian Kebudayaan.

“Lewat Gau Maraja, kita menunjukkan kepada Indonesia dan dunia bahwa Maros memiliki potensi besar dalam sektor budaya yang patut dibanggakan,” tutup Chaidir.