KABARIKA.ID, MAKASSAR – Seorang peneliti bahan baku dari Jerman melakukan riset membuat batu bata berbasis material dari bulan. Batu bata khusus ini diharapkan dapat digunakan membangun gedung dan jalanan di bulan di masa depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ilmuwan yang melakukan eksperimen itu adalah Matthias Sperl. Peneliti pada Pusat Penerbangan dan Antariksa Jerman atau Deutsches Zentrum für Luft- und Raumfahrt (DLR) sedang berusaha mewujudkan impiannya menciptakan sesuatu di luar bumi, yakni menciptakan batu bata yang akan digunakan untuk mendirikan bangunan di bulan.
“Kita sudah sampai di bulan, tapi kita belum melakukan sesuatu di bulan untuk masa depan,” ujar Sperl.
Oleh karena itu, ia berambisi mewujudkan visinya bahwa suatu saat nanti di bulan ada rumah tinggal, rumah untuk pembudidayaan tumbuhan, gudang dan jalan-jalan yang diaspal. Selain itu, ada juga dinding pelindung dan fundamen bagi teleskop radio dan alat-alat teknik besar lainnya.
Menurut Sperl, ini adalah visi besar dan orang mendirikan bangunan di bulan di bawah kondisi ekstrem.
Misalnya, radiasi kosmis dan perbedaan suhu yang bisa melebihi 100°C, bahkan bisa jauh di bawah -100°C.
“Mengangkut bahan bangunan ke Bulan biayanya akan sangat besar, sehingga hanya satu matarial saja yang bisa diperhitungkan, dan ada di lokasi, yaitu debu bulan,” kata Sperl.
Untuk uji coba yang dialakukan di Bumi, para peneliti material menggunakan debu vulkanik. Sebab, sifat fisika dan kimiawi debu vulkanik serupa dengan debu di bulan.
Sperl mengatakan, batu-batu buatan ini tentu belum tampak sempurna, dan nantinya juga tidak akan sempurna. Yang penting adalah, metode ini mudah dan tersedia, juga kokoh. Namun bisa dipasang tanpa banyak kesulitan di Bulan di mana tidak ada sumber listrik.
Manfaatkan Radiasi Matahari
D Bulan memang tidak ada listrik, tapi ada cahaya Matahari. Dari cahaya Matahari bisa diciptakan suhu tinggi untuk membakar batu bata, baik di pemukaan Bulan maupun di dalam oven yang beroperasi dengan cahaya Matahari di lokasi penelitian di Pusat Penerbangan dan Antariksa Jerman.
Untuk itu, Sperl menggunakan sebuah heliostat, yaitu sebuah cermin besar yang merefleksikan cahaya Matahari ke sebuah objek yang disebut “konsentrator”.
“Alat ini memiliki 159 cermin dalam pola sarang lebah, dan mengonsentrasikan cahaya hingga 5.000 kali lipat, dan mengarahkannya ke bagian dalam oven Matahari. Ini adalah pancaran cahaya terintegrasi dan sangat terfokus. Alat ini menghasilkan suhu hingga 2.500°C,” papar Sperl.
Suhu setinggi itulah yang diperlukan untuk memanggang “debu Bulan” lembar per lembar sehingga menjadi batu bata. Di atas sebuah meja spesial yang mencetak sesuai program, terciptalah batu bata menggunakan pencetak 3 dimensi. Pancaran cahaya menjadi nosel pencetaknya.
“Keuntungan besar metode ini adalah kalau kita mencetak tiga dimensi lembar per lembar, maka di lokasi kita bisa jadi lebih fleksibel. Selain itu, kita bisa membangun sesuatu di lokasi dengan bahan lebih sedikit, sesuai yang dibutuhkan di situ (Bulan),” papar Sperl.
Rekayasa Bentuk Geometris
Untuk merekayasa pembangunan di Bulan sesimpel mungkin, para peneliti berusaha menciptakan bentuk geometris yang bisa saling menunjang, tanpa beton atau kerangka penunjang. Semua bahan tersebut sebelumnya harus diangkut ke Bulan.
Tapi apakah bahan yang berfungsi di Bumi juga bisa dilakukan di Bulan dengan kondisi dan cuaca di sana?
Sperl mengatakan, sebuah parameter penting di bulan adalah tidak adanya udara. “Jadi di DLR di Köln, sebagian dari percobaan dilakukan di dalam oven bertenaga Matahari dengan kamar hampa udara,” kata Sperl.
Dengan kamar hampa udara, lanjut Sperl, para peneliti hendak memastikan apakah langkah pemanggangan pasir dari Bulan sangat tergantung pada adanya oksigen atau tidak.
“Hasilnya, walaupun tanpa atmosfir, seperti halnya di Bulan, proses ini berfungsi. Akhirnya, dari “debu Bulan” terbentuk batu bata yang kualitasnya sekokoh gips.
Dengan cara itu, kata Sperl, sekarangpun di Bulan sudah bisa dibuat dinding tebal untuk melindungi astronot dari paparan radiasi kosmik. (DW/rs)