KABARIKA.ID, MAKASSAR — Di tengah eksistensi Kota Makassar sebagai pintu gerbang Indonesia timur, ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan ini menyimpan peradaban sejarah yang masih lestari hingga kini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Salah satunya adalah wisata sejarah museum yang menjadi saksi sejarah perjuangan rakyat Makassar pada zaman penjajahan dahulu, Benteng Rotterdam atau Fort Rotterdam.

Meski tergolong sebagai bangunan tua, tetapi benteng ini masih berdiri kokoh. Tatapan mata tersihir ketika pertama kali mengunjungi benteng ini.

Benteng ini sangat mudah dikenali, selain letaknya yang cukup strategis, namun Benteng Fort Rotterdam memiliki ciri khas yang tidak dimiliki benteng lain pada umumnya.

Benteng ini memiliki ketebalan tembok hingga 2 meter, serta tinggi yang menjulang hingga mencapai 5 meter.

Kesan gagah dan megah ketika baru pertama kali memasuki pintu gerbangnya yang melengkung. Di tengah area benteng terpampang papan berukuran besar bertuliskan “Fort Rotterdam”.

Apabila melihat dari ketinggian, Benteng Fort Rotterdam menyerupai penyu. Yang merayap menuju laut.

Setelah memasuki gerbang utama, terlihat bangunan-bangunan tua dengan arsitektur Eropa Menariknya bangunan ini masih sangatlah terawat.

Sedikitnya ada 16 bangunan bergaya Eropa yang mengelilingi dinding bagian dalam benteng. Semua bangunan menggunakan atap berbentuk pelana dengan kemiringan yang tajam dan memiliki banyak pintu dan jendela.

Sebuah taman hijau nan asri berada di tengah-tengah benteng. Rumput-rumputnya tertata dan rapi. Halamannya bersih. Benar-benar tempat yang layak dikunjungi.

Kini Benteng Fort Rotterdam menjadi lokasi wisata yang dapat dikunjungi saat berkunjung ke Makassar. Luas total benteng ini mencapai 2,5 hektare dengan 16 buah bangunan dengan luas 11.605,85 meter persegi.

Ada beberapa bangunan di Benteng Rotterdam yang digunakan sebagai museum dan masuk dalam pengawasan kantor Badan Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan.

Sejarah Benteng Rotterdam

Benteng ini merupakan peninggalan sejarah Kerajaan Gowa-Tallo yang terletak di tepi pantai sebelah barat kota.

Benteng yang berdiri sejak 1545 ini dibangun oleh Raja Gowa ke-10 yang bernama I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung.

Pada awal berdirinya, benteng ini dibangun dengan unsur material menggunakan tanah liat. Namun pada 1634, Sultan Alauddin merubah materialnya menjadi batu padas dari Pegunungan Karst di daerah Maros, Sulawesi Selatan.

Mulanya benteng ini berbentuk persegi empat seperti ciri khas benteng portugis lainnya.

Namun semenjak kerajaan Gowa-Tallo yang dipimpin Sultan Hasanudin mengalami kekalahan atas VOC di bawah pimpinan Admiral Cornelis Janszoon Speelman pada 18 November 1667, maka Sultan Hasanudin menandatangani Perjanjian Bongaya, yang salah satu pasalnya mewajibkan pihak kerajaan menyerahkan benteng ini kepada Belanda.

Setelah benteng yang semula bernama Benteng Ujung Pandang ini jatuh ke tangan Belanda, Benteng ini kemudian berganti nama menjadi Benteng Fort Rotterdam dan dibangun kembali oleh VOC.

Sejak saat itulah benteng ini menjadi pusat kekuasaan kolonial di Sulawesi.

Sejarah benteng ini semakin kental, ketika Pangeran Diponegoro diasingkan di dalam benteng ini hingga akhirnya hayatnya.

Di benteng ini, selama masa penahanan, Pangeran Diponegoro membuat catatan tentang budaya Jawa, antara lain wayang, mitos, sejarah, ilmu pengetahuan, seperti yang diketahuinya pada masa itu.

Selama ditahan di Fort Rotterdam Makassar, Pangeran Diponegoro dijaga ketat dan tidak bisa berinteraksi dengan dunia luar.

Ruang geraknya dibatasi, meski pemerintah Hindia Belanda memperbolehkannya untuk menulis selama masa penahanan.

Selama penahanannya di Fort Rotterdam, Pangeran Diponegoro membuat dua naskah tentang sejarah Ratu Tanah Jawa dan Hikayat Tanah Jawa yang menggunakan aksara pegon.

Selain itu, Pangeran Diponegoro juga mengirimkan surat kepada Gubernur di Batavia agar dirinya bisa bertemu dengan kedua putranya yakni Pangeran Dipokusumo dan Raden Mas Sarkumo.

Tak hanya itu, Pangeran Diponegoro juga meminta jika dirinya meninggal untuk dimakamkan di samping pusara anaknya.