KABARIKA.ID, MAKASSAR – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menaati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai aturan bagi eks narapidana yang menjadi calon anggota legislatif (Caleg).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Peringatan ini dikeluarkan KPK terkait Peraturan KPUmengenai syarat pencalonan anggota DPR, DPRD, dan DPD, Sebagaimana termuat dalam Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023.
Aturan KPU yang mengizinkan mantan terpidana korupsi maju sebagai calon legislatif tanpa harus menunggu jeda lima tahun menuai sorotan. KPK pun mengingatkan putusan MK Nomor 87/2022 dan Nomor 12/2023 terkait masa jeda lima tahun bagi para eks napi koruptor sebelum kembali nyaleg.
Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan pentingnya instrumen hukum yang kuat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Hukuman bagi koruptor itu tidak hanya berkaitan dengan penjara badan.
“Pidana tambahan dalam pemberantasan korupsi di antaranya berupa pembayaran uang pengganti, yang menjadi bagian dari upaya optimalisasi asset recovery dan pencabutan hak politik,” kata Ali di Jakarta, Kamis (25/05/2023).
Pidana tambahan berupa pencabutan hak politik itu menandakan sanksi hilangnya hak politik kepada pelaku korupsi. Pidana itu bertujuan untuk membatasi partisipasi pelaku dalam proses politik, baik dalam hak memilih maupun dipilih.
Ali mengatakan pidana tambahan itu sebagai konsekuensi atas perbuatan korupsi yang telah dilakukan pelaku. Pidana tambahan itu juga, kata Ali, sebagai alarm bahwa pelaku telah mengkhianati kepercayaan publik sebagai penyelenggara negara.
“Pencabutan hak politik juga memperlihatkan bahwa dalam tindak pidana korupsi yang pelaku lakukan telah menyalahgunakan kepercayaan publik sehingga perlu memitigasi risiko serupa dalam pengambilan keputusan politik di masa mendatang,” tutur Ali.
Menurut Ali, KPK konsisten menuntut pidana tambahan berupa pencabutan hak politik kepada para koruptor. Pihaknya pun berpegang pada putusan MK yang memutuskan para mantan napi korupsi harus melewati jeda waktu lima tahun setelah melewati masa hukuman penjara sebelum kembali masuk ke dunia politik.
“Untuk itu tentu sebagai bagian efek jera, maka dalam penentuan syarat pencalonan anggota legislatif sudah seharusnya penyelenggara pemilu ikuti ketentuan norma sebagaimana putusan MK yang mensyaratkan bakal calon telah melewati jangka waktu lima tahun setelah mantan narapidana selesai menjalani pidananya,” tutur Ali.
Aturan KPU Soal Eks Narapidana Menjadi Caleg Dikritik
Aturan PKPU 10/2023 dan PKPU 11/2023 soal mantan napi korupsi yang diperbolehkan mendaftar sebagai calon anggota DPR, DPRD, maupun DPD RI menuai kritik. Aturan itu disebut berbeda dengan putusan dari MK. KPU menyebut pihaknya tidak menyelundupkan pasal apapun.
“Itu bukan ngarang-ngarang KPU dan bukan penyelundupan pasal, karena sesungguhnya ketentuan itu kami ambil dari pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi,” ujar Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari di kantor KPU, kemarin.
Dia kemudian memberi contoh perhitungan soal masa jeda bagi mantan terpidana untuk bisa menjadi Caleg. Selain itu, Hasyim juga menjelaskan soal hitungan masa pencabutan hak politik.
“Kalau kita baca pertimbangan Mahkamah di dalam putusan MK tersebut kalau ada orang pernah dipidana berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap dan kemudian pada waktu itu berdasarkan putusan pengadilan dikenai tambahan berupa pencabutan hak politik, maka pemberlakuan jeda lima tahun menjadi tidak berlaku.
Karena sudah dibebani sanksi berupa dicabut hak politiknya. Jadi sebagai simulasi, misalkan kalau kemarin pendaftaran bakal calon 1-14 Mei 2023 kalau kita tarik mundur lima tahun berarti kan Mei 2018 ya, jadi kalau ada orang bebas murninya itu 14 Mei 2018 masih dapat memenuhi syarat sebagai bakal calon, tapi kalau bebas murninya itu setelah 14 Mei 2018 misal Januari 2019 berarti belum genap lima tahun belum bisa mencalonkan,” ujarnya.
Hasyim Asy’ari juga berdalih bahwa PKPU itu dibentuk setelah melalui kajian dan konsultasi dengan berbagai pihak. Termasuk dengan pihak DPR. (emrus)