KABARIKA.ID, BANDAR LAMPUNG – Leadership diibaratkan seperti sebuah kelompok dalam perjalanan yang membutuhkan komando. Kemudian muncul salah seorang yang berinisiatif melakukan rekayasa dan diikuti oleh yang lain. Banyak orang beranggapan bahwa kepemimpinan adalah sebuah seni yang membutuhkan keterampilan khusus. Keterampilan tersebut dapat berupa kemampuan untuk mengelola sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Dengan demikian, seorang pemimpin akan dapat menentukan arah yang tepat dan bertanggung jawab atas apa yang ia putuskan.
Narasi itu disampaikan oleh Prof. Dr. dr. Taruna Ikrar, M.Pharm., MD., Ph.D. dalam orasi ilmiahnya berjudul “Menggerakkan Sumber Inovator Nasional Berbasis Neuroleadership” yang disampaikan di hadapan 270 wisudawan Universitas Malahayati (Unmal) periode ke-33 tahun 2022, di gedung graha bintang kampus Unmal, Sabtu (27/8/2022).
Ketua Konsil Kedokteran Indonesia dan Direktur IAMRA (International Association of Medical Regulatory Authorities) itu mengharapkan lahirnya kepemimpinan dari kampus sebagai inovator nasional. Sebab, kampus melahirkan para sarjana, para master, dan doktor yang maha terpelajar. Untuk menggapai kemajuan pesat tersebut dibutuhkan pemimpin yang hebat.
Alumni Fakultas Kedokteran Unhas kelahiran Makassar, 15 April 1969 itu menjelaskan, neuroleadership merupakan ilmu yang menggabungkan kepemimpinan dan fungsi otak. Seperti halnya otak yang tercipta sebagai penentu kebijakan, seperti itu pula otak akan dimintai pertanggungjawaban. Leadership membentuk tanggung jawab dari proses pengambilan keputusan.
Pola pikir yang bertumbuh (growth mindset) haruslah dimiliki oleh seorang pemimpin dalam menghadapi tantangan. Karena, seorang pemimpin harus dapat mengakselerasi perubahan dan perkembangan tanpa batas.
“Mereka adalah orang-orang yang optimis melihat masa depan, karena yakin bahwa masa depan yang lebih baik bisa diperjuangkan bersama. Di sinilah mental seorang pemimpin itu tercipta dari pengalaman, pendidikan, sejarah hidup, dan lingkungan,” papar Prof Taruna.
Dalam proses pengambilan keputusan, terjadi berbagai gejolak emosi yang merupakan proses interaksi amat menarik di otak. Tentu ada risiko baik dan buruk, namun yang lebih penting dari itu adalah ke mana kepemimpinan itu bermuara. Pada akhirnya kepemimpinan adalah bentuk pertanggungjawaban dunia dan akhirat.
“Tapi pada saat yang sama kita menyadari bahwa mentalitas dan pola pikir bertumbuhlah yang akan membawa kita pada realitas baru yang kita impikan, yakni realitas baru Indonesia maju. Di sanalah terletak tugas seorang pemimpin untuk mampu menyadarkan orang tentang perlunya hijrah dari fixed mindset menuju growth mindset, dan harus mampu memimpin hijrah itu sendiri,” tandas Prof. Taruna.
Proses pengambilan keputusan tersebut secara sistematis bermula dari otak tengah yang terstimulasi ke otak depan, kemudian dari otak depan muncul kebijakan yang diteruskan menuju otak belakang. Yang diharapkan dari proses ini adalah munculnya kesepakatan bersama yang saling menguntungkan. Pertanyaannya, bagaimana caranya agar win-win solution itu tercapai?
Dibutuhkan kepekaan pemimpin dalam melakukan analisis sebelum mengambil keputusan. Kepekaan itu didasarkan atas berbagai variabel: apakah ini yang dibutuhkan; apakah ini yang diharapkan banyak orang; apakah ini baik untuk organisasi; apakah ini bermanfaat; serta apa risiko dari keputusan ini?
Untuk itu, seorang pemimpin memerlukan pengalaman yang panjang dan pengetahuan yang luas. Semakin panjang pengalamannya dan semakin luas pengetahuannya, maka ia semakin mampu mengaitkan dan menghubungkan saraf-saraf otak dan batinnya untuk menyatu dalam mengambil keputusan, sehingga keputusannya menjadi akurat.
Sebelum penyampaian orasi ilmiah oleh Prof Taruna Ikrar, rektor Unmal Achmad Farich dalam sambutannya di depan para wisudawan mengatakan, para lulusan Unmal dituntut menjadi generasi yang intelek dan mampu beradaptasi dalam era digital saat ini.
“Perubahan transformasi digital ini diprediksi akan menyebabkan terjadinya revolusi besar di dunia kerja. Ke depan, pasar kerja tidak lagi memerlukan SDM yang banyak, namun yang berkualitas, menguasai teknologi digital, dan menguasai bahasa pemrograman serta bahasa internasional,” papar rektor Achmad Farich.
Para sarjana yang diwisuda berasal dari fakultas kedokteran, ilmu kesehatan masyarakat, teknik, ekonomi dan manajemen, serta fakultas hukum. (*/rs)