KABARIKA.ID, BANGKOK – Dosen FISIP yang juga sosiolog Universitas Hasanuddin, Dr Sawedi Muhammad mendapat kehormatan untuk mempresentasikan makalah pada konferensi yang diselenggarakan oleh Asosiasi Sosiologi Asia Pasifik atau Asia Pacific Sociological Association (APSA), berlangsung di Universitas Chulalongkorn, Bangkok, Thailand, pada 28-29 Oktober 2022.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Konferensi APSA ini mengangkat tema, “Reimagining Development Futures in the Anthropocene and Climate Crisis”.
“Industri pertambangan adalah sistem yang kompleks. Hal itu tampak pada banyak perusahaan tambang yang terlilit dengan berbagai masalah lingkungan. Umumnya masyarakat memahami fenomena itu seolah-olah sudah menjadi satu kesatuan dengan pertambangan. Suara batin masyarakat umum menerima saja kompleksitas persoalan pertambangan bak sebuah takdir. Dan pikiran-pikiran seperti itu bila viral kemudian menjadi abadi berlangsung, sungguh itu sangat patut disayangkan karena efeknya sangat merugikan masyarakat umum (society)” papar Dr Sawedi Muhammad.
Hal itulah yang menjadi alasan kuat bagi Dr.Sawedi Muhammad untuk menganalisis industri pertambangan yang ada di Indonesia terkait praktik dan kompleksitas masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan yang selalu menyertai suatu usaha pertambangan.
Sebagai seorang sosiolog, Dr Sawedi cenderung menggunakan pendekatan kualitatif sebagai teknik untuk menemukan berbagai aspek penting tentang kontroversi pertambangan dan dampaknya.
Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan Dr Sawedi adalah dengan cara wawancara secara mendalam dengan akademisi dari berbagai bidang keilmuan dan didukung dengan teknik Focus Group Discussion bersama tokoh masyarakat sekitar tambang.
Hasil penelitian Dr Sawedi Muhammad menunjukkan beberapa tanggapan negatif terhadap keberadaan PT Vale Indonesia, sebagai objek penelitian. Temuan Dr Sawedi Muhammad dari penelitiannya itu adalah meskipun PT Vale Indonesia sebagai perusahaan tambang telah beroperasi selama lebih dari setengah abad, namun transfer pengetahuan dan teknologi pertambangan terhadap sumber daya manusia lokal belum dilakukan.
Dr Sawedi Muhammad lebih lanjut menyampaikan, bahwa masalah lain yang patut disoroti terkait keberadaan PT Vale Indonesia sebagai perusahaan tambang di Indonesia adalah terkait isu konflik lahan, maksimalisasi program CSR, pencemaran lingkungan, pemberdayaan kontraktor lokal, dan perekrutan tenaga kerja, khususnya masyarakat adat.
Berdasarkan hal tersebut, Dr Sawedi Muhammad menyarankan kepada pemerintah agar memberikan poin tertentu mengenai keseriusan perusahaan dalam mewujudkan komitmen PT. Vale Indonesia yang mana akan membangun peleburan.
“Sebelum memutuskan status perizinan suatu perusahaan, sebaiknya pemerintah melakukan konsultasi menyeluruh di tiga provinsi (Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara) dengan melibatkan pemangku kepentingan lokal yang telah berhubungan langsung dengan perusahaan,” ujar Dr Sawedi Muhammad. (sa/rs)