KABARIKA.ID, MAKASSAR – Ketua DPRD Makassar, Rudianto Lallo tampil beda saat membacakan sejarah Kota Makassar
pada peringatan hari jadi Kota Makassar ke-415, di Lapangan Karebosi, Rabu, 9 November 2022.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Politisi Partai NasDem yang juga Ketua IKA UNHAS Makassar itu mengenakan pakaian adat Toraja dengan baju berwarna biru dipadukan sarung warna putih dengan songkok khas Toraja.
Rudi, sapaan akrab politisi bertagline ”Anak Rakyat” saat membacakan sejarah Makassar, menyampaikan bahwa awal kota dan bandar Makassar berada di muara Sungai Tallo dengan pelabuhan niaga kecil.
Pada pertengahan abad XVI, Tallo bersatu dengan kerajaan kecil lainnya bernama Hoqa dan mulai melepaskan diri dari Kerajaan Siang dan menaklukkan kerajaan sekitarnya.
Kemudian, lanjut Rudi pada masa pemerintahan Raja Gowa XVI didirikan Benteng Roterdam dan terjadi peningkatan aktivitas di sektor perdagangan lokal, regional dan internasional maupun sektor politik serta sektor pembangunan fisik oleh kerajaan.
Masa itu merupakan puncak kejayaan Kerajaan Gowa, namun selanjutnya dengan adanya perjanjian Bungaya menghantarkan Kerajaan Gowa pada awal keruntuhan.
“Hanya dalam seabad saja, Makassar menjadi salah satu kota niaga terkemuka dunia yang dihuni lebih 100.000 orang yang menjadikan sebagai kota terbesar ke 20 dunia.
Hingga abad ke-17, Makassar berupaya merentangkan kekuasaannya ke sebahagian besar Indonesia Timur dengan menaklukkan Pulau Selayar, Kerajaan Walio di Buton, Bima di Sumbawa, Bangai dan Gorontalo di Sulawesi Bagian Timur dan Utara,” kata Rudianto Lallo.
DUNIA ISLAM
Hubungan Makassar dengan dunia Islam, diawali dengan kehadiran Abdul Ma’mur Khatib Tunggal atau Dato’ Ri Bandang yang berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat.
Ulama tersebut tiba di Tallo pada September 1605. Sang ulama mengislamkan Raja Gowa ke-XIV II Mangngerangi Daeng Manrabia dengan gelar Sultan Alauddin bersama Raja Tallo, Karaeng Katangka Mangkubumi I Mallingkaang Daeng Manyonri, Karaeng Katangka yang juga sebagai Raja Tallo. Kedua raja itu yang mulai memeluk Islam di Sulawesi Selatan.
Pada 9 November 1607, diadakan salat Jumat pertama di Masjid Tallo sehingga dinyatakan secara resmi bahwa penduduk Kerajaan Gowa dan Tallo telah memeluk Islam.
”Pada waktu bersamaan pula, diadakan salat Jumat di Masjid Mangallekana di Somba Opu, dan tanggal ini selanjutnya diperingati sebagai hari jadi Kota Makassar sejak tahun 2000,” tambah Anak Rakyat, sapaan Rudianto Lallo.
MAKASSAR dan UJUNG PANDANG
Makassar sebagai sebuah nama kota sempat berubah menjadi Ujung Pandang, sejalan dengan perluasan wilayah dari 21 Km menjadi 175,77 km persegi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 1971 tentang perubahan batas-batas daerah Kota Madya Makassar dan Kabupaten Gowa, Maros, dan Pangkajene dan Kepulauan dalam Lingkungan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan pada 31 Agustus 1971.
“Kemudian Kota ini dinamakan kembali menjadi Makassar pada 13 Oktober sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 1999 tentang Perubahan Nama Kota Ujung Pandang menjadi Kota Makassar dalam Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan sebagai wujud keinginan masyarakat yang mendapat dukungan DPRD bersama Pemerintah Kota,” ujarnya.
Usai membacakan Sejarah Kota Makassar, Rudianto Lallo yang dikonfirmasi mengenai busana adat Toraja yang dipakainya menjelaskan jika Tallo, Makassar tidak dapat dipisahkan dengan Toraja, yakni Sultan Mudaffar (Imanginyarrang Dg Makkiyo, Raja Tallo VII, beristrikan Sawerannu yang merupakan putri dari Toraja.
Posisi makam Sawerannu yang ada pas di depan makam Sultan Mudaffar, tambah Rudi, maka tentulah Sawerannu merupakan sosok yang sangat istimewa di hati Sultan Mudaffar sehingga makam mereka berdua diletakkkan berdampingan satu sama lain yang ada di Kompleks Makam Raja-raja Tallo.
”Inilah jadi saksi jika Toraja tak bisa dipisahkan dari Tallo, Makassar,” ungkap politisi muda yang merakyat ini. (rls/roy)