Penyakit HIV/AIDS Masih Jadi Masalah Serius di Indonesia

Berita680 Dilihat

KABARIKA.ID, MAKASSAR – Selama masa pandemi Covid-19 penanganan penyakit HIV/AIDS jadi terhambat, karena pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya lebih fokus pada penanganan Covid-19.

Peringatan Hari AIDS sedunia yang jatuh pada hari ini, 1 Desember 2022, merupakan momentum yang tepat untuk meningkatkan perhatian terhadap penularan dan perkembangan kasus HIV/AIDS di tanah air.

Kasus positif HIV/AIDS di Indonesia terus bertambah. Menurut data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), hingga Juni 2022 jumlah pengidap HIV yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia sebanyak 519.158 orang.

Penularan HIV di Indonesia masih didominasi kelompok heteroseksual, yakni sebanyak 28,1 persen dari total kasus.

Selain itu, LGBT juga termasuk ke dalam kelompok berisiko. Sebanyak 18,7 persen dari total kasus di Indonesia dialami oleh kelompok LGBT.

Seorang Waria menjalani pemeriksaan HIV di Palu, beberapa waktu lalu

Sebaran kasus HIV/AIDS berdasar provinsi menunjukkan jumlah kasus terbanyak masih di provinsi DKI Jakarta, kemudian disusul provinsi Jawa Timur.

Berikut data kasus HIV/AIDS per Juni 2022 di sejumlah provinsi di Indonesia:
1. DKI Jakarta 90.956 kasus,
2. Jawa Timur 78.238 kasus,
3. Jawa Barat 57.246 kasus,
4. Jawa Tengah 47.417 kasus,
5. Papua 45.638 kasus,
6. Bali 28.376 kasus,
7. Sumatera Utara 27.850 kasus,
8. Banten 15.167 kasus,
9. Sulawesi Selatan 14.810 kasus,
10. Kepulauan Riau 12.943 kasus,
11. Kalimantan Barat 11.780 kasus,
12. Kalimantan Timur 10.761 kasus,
13. DI Yogyakarta 8.720 kasus,
14. Papua Barat 7.587 kasus,
15. Riau 7.435 kasus,
16. Sulawesi Utara 7.370 kasus,
17. NTT 6.975 kasus,
18. Sumsel 5.963 kasus, dan
19. Maluku 5.221 kasus.

Kasus HIV pada Anak dan Remaja Meningkat

Laporan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebutkan, sebanyak 1.188 orang anak Indonesia positif HIV pada periode Januari–Juni 2022. Kelompok usia 15-19 tahun yang dikategorikan sebagai remaja menjadi kelompok paling banyak terinfeksi HIV, yakni 741 orang atau 3,3 persen.

Sedangkan pada bayi berusia di bawah empat tahun ada 274 kasus positif HIV. Selanjutnya pada kelompok usia 5-14 tahun tercatat 173 kasus positif HIV.

Ketua Satgas HIV IDAI dr. Endah Citraresmi, Sp.A(K) mengatakan, ada lebih 90 persen kasus HIV/AIDS pada anak diakibatkan penularan vertikal dari ibu. Endah menambahkan, penularan HIV pada remaja juga menjadi perhatian khusus IDAI.

dr. Endah Citraresmi, Sp.A(K)

Mirisnya, kata Endah, mayoritas penularan HIV pada remaja disebabkan oleh penggunaan Narkoba suntik dan seks bebas, terutama dengan sesama jenis.

Meski demikian, data menunjukkan bahwa faktor risiko penyebab infeksi HIV terbanyak masih dialami heteroseksual, yang salah satunya ditandai dengan seks menyimpang. Penyebab lainnya adalah homoseksual.

HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, merupakan jenis virus yang menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh seseorang.

Sementara AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome, merupakan sekumpulan gejala yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV. Setelah kekebalan tubuh menurun, maka orang tersebut rentan diserang berbagai penyakit.

Ikhtiar Mengakhiri HIV/AIDS pada 2030

Ketua Pengurus Pusat Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi dr. Ari Kusuma J, Sp.OG mengatakan, untuk mengakhiri HIV/AIDS terdapat tiga ukuran.

Pertama, zero infeksi baru, pemerintah akan menekan infeksi baru seminimal mungkin. Ditargetkan sebanyak 90 persen orang dengan HIV/AIDS mengetahui statusnya.

Kedua, zero kematian akibat HIV/AIDS. Hal ini diukur dari 90 persen orang dengan HIV/AIDS diobati atau menjalani pengobatan ARV (antiretroviral).

Ketiga, zero diskriminasi, yakni 90 persen orang dengan HIV/AIDS tidak merasa terdiskriminasi.

“Kita melihat masih banyak diskriminasi terhadap anak-anak dengan HIV/AIDS, baik oleh keluarganya maupun masyarakatnya masih mengalami stigma dan diskriminasi,” kata dr. Ari.

Ia menambahkan, penanganan HIV/AIDS harus menjadi komitmen bersama. Untuk sampai ke sana memang tidak bisa bekerja seperti pemadam kebakaran, sudah kejadian barulah bergerak, tetapi kita mulai dari pencegahan penyakit menular pada perempuan usia produktif.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, dr. Imran Pambudi, M.P.H.M. menegaskan komitmen Kemenkes untuk mengakhiri HIV/AIDS pada 2030.

Implementasi dari komitmen tersebut, Kemenkes melakukan upaya penanggulangan HIV/AIDS dengan menempuh jalur cepat 95-95-95.

dr. Imran Pambudi, M.P.H.M.

Deretan tripel angka 95 itu berarti mencapai target indikator 95 persen estimasi Orang Dengan HIV (ODHIV) diketahui status HIV-nya, 95 persen ODHIV diobati, dan 95 persen ODHIV yang diobati mengalami supresi virus.

Namun, menurut data tahun 2018-2022, capaian target tersebut khususnya pada perempuan, anak dan remaja masih belum optimal. Sebab, baru 79 persen ODHIV mengetahui status HIV-nya, baru 41 persen ODHIV yang diobati, dan hanya 16 persen ODHIV yang diobati mengalami supresi virus.

Kesetaraan, Kunci Mengakhiri HIV/AIDS

Tema peringatan Hari AIDS 2022 adalah “Equalize” (Kesetaraan). Melalui tema peringatan Hari AIDS 2022 ini, UNAIDS mengajak para pemimpin dan masyarakat di seluruh dunia untuk mengatasi ketidaksetaraan akses yang menghambat kemajuan dalam mengakhiri HIV/AIDS.

Konferensi pers UNAIDS dalam menyambut Hari AIDS 2022 di Dar Es Salam, Jenewa, pada 29 November 2022 menyebutkan bahwa ketidaksetaraan menghalangi berakhirnya AIDS.

Logo dan tema Hari AIDS Sedunia, 1 Desember 2022

Berdasarkan tren saat ini, maka dunia tidak akan memenuhi target global mengeradikasi AIDS yang telah disepakati pada 2030.

Laporan terbaru UNAIDS menyebutkan bahwa penanganan AIDS menghadapi ketimpangan berbahaya (dangerous inequalities). Dibutuhkan tindakan mendesak untuk mengatasi ketimpangan itu sehingga penanganan AIDS berada pada jalur yang tepat.

Ketidaksetaraan gender, ketidaksetaraan yang dihadapi oleh populasi kunci, dan ketidaksetaraan antara anak-anak dan orang dewasa berdampak buruk terhadap penanganan HAIV/AIDS di seluruh dunia.

“Dunia tidak akan mampu mengalahkan AIDS sambil memperkuat patriarki,” tegas Direktur Eksekutif UNAIDS, Winnie Byanyima.

Winnie mengatakan bahwa semua pihak perlu mengatasi ketidaksetaraan yang dihadapi perempuan. Di daerah dengan beban HIV yang tinggi, perempuan yang mengalami kekerasan pasangan intim menghadapi kemungkinan 50 persen lebih tinggi untuk tertular HIV.

Direktur Eksekutif UNAIDS, Winnie Byanyima

Di 33 negara dari tahun 2015-2021, hanya 41 persen wanita menikah berusia 15-24 tahun yang dapat membuat keputusan sendiri tentang kesehatan seksual mereka.

Dampak ketidaksetaraan gender terhadap risiko terinfeksi HIV pada perempuan, terutama terlihat di sub-Sahara Afrika, di mana perempuan menyumbang 63 persen dari infeksi HIV baru pada 2021.

Menurut UNAIDS, maskulinitas yang berbahaya membuat pria enggan mencari pengobatan. Sebanyak 80 persen perempuan yang hidup dengan HIV mengakses pengobatan pada 2021, sedangkan laki-laki hanya 70 persen yang menjalani pengobatan.

“Meningkatkan program transformatif gender di banyak bagian dunia adalah kunci untuk menghentikan pandemi AIDS. Memajukan kesetaraan gender akan menguntungkan semua orang,” tandas Winnie.

Investasi baru untuk mengatasi ketidaksetaraan terkait HIV sangat dibutuhkan. Pada saat solidaritas internasional dan lonjakan dana sangat dibutuhkan, terlalu banyak negara berpenghasilan tinggi mengurangi bantuan untuk kesehatan global.

Pada 2021, dana yang tersedia untuk program HIV di negara berpenghasilan rendah dan menengah kurang dari 8 miliar Dolar AS. Meningkatkan dukungan donor sangat penting untuk mengembalikan respons AIDS ke jalur yang tepat.

Winnie menambahkan, ruang fiskal untuk investasi kesehatan di negara berpenghasilan rendah dan menengah perlu diperluas, termasuk melalui penghapusan utang yang substansial serta melalui perpajakan progresif. Mengakhiri AIDS jauh lebih murah daripada tidak mengakhiri.

Pada tahun 2021, 650.000 orang meninggal karena AIDS di seluruh dunia. Pada periode yang sama tercatat 1,5 kasus infeksi baru HIV.

“Apa yang perlu dilakukan para pemimpin dunia sangat jelas. Dalam satu kata, yakni “menyetarakan”. Itu mencakup kesetaraan akses hak mereka, kesetaraan akses pelayanan, kesetaraan akses ilmu pengetahuan dan kedokteran terbaik. Menyetarakan tidak hanya akan membantu mereka yang terpinggirkan, melainkan juga akan membantu semua orang,” tandas Winnie Byanyima dalam pidatonya menyambut Hari AIDS 2022.

Pada Hari AIDS Sedunia 2022 ini, UNAIDS bergabung dengan ODHIV dan komunitas di seluruh dunia dalam satu ajakan bertindak bersama: menyetarakan. (*/rus)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *