Ikut dalam rombongan juga Dr dr Kuntjoro Harimurti, Sp.PD., K-Ger.,M.Sc, dr Herwinda Brahmanti, Sp.KK (K), M.Sc ~Dr. dr. Putri Maharani Tristanira Marsubrin, Sp.A(K), dr. Zubaidah Elvia, MPH , Lita Dwi Astari, STP., M.Si , dr. Etik Retno Wiyati, MARS.
Taruna mengungkapkan pihaknya sebenarnya telah mengeluarkan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia (Perkonsil) Nomor 97 Tahun 2021 tentang Adaptasi Dokter Spesialis Warga Negara Indonesia (WNI) Lulusan Luar Negeri.
Aturan tersebut untuk lebih mengadaptasi peraturan bagi dokter spesialis di luar negeri yang sebelumnya diatur dalam Perkonsil Nomor 41 Tahun 2016.
“Perkonsil ini melihat kondisi dan kebutuhan akan dokter spesialis di Indonesia yang sangat tinggi,” kata Taruna dalam keterangannya,
Guru Besar Farmakologi Universitas Malahayati ini menjelaskan, memang ada tiga masalah utama yang dihadapi negara saat ini dalam memenuhi kebutuhan dokter di dalam negeri.
jumlah rasio dokter dan pasien yang masih sangat kurang sebesar 0.4. Kedua, dokter mengalami maldistribusi dimana dokter yang ada saat ini lebih banyak di daerah perkotaan saja.
“Dan terakhir, kualifikasi dan jumlah dokter spesialis yang sangat rendah yaitu dengan rasio rata rata 1 dokter melayani 250 ribuan populasi perspesialisasi.Ini yang menyebabkan kita sangat membutuhkan sangat banyak dokter spesialis,” terang Taruna.
Di satu sisi, lanjut alumni Universitas Hasanuddin ini, data yang ada dikantongi KKI saat ini ternyata cukup banyak warga negara Indonesia yang mengambil dokter spesialis dan berpraktik sebagai dokter spesialis di luar negeri. Mereka ini ada yang berpraktik di Amerika Serikat, negara-negara Eropa, Jepang, Australia, Filipina, Singapure dan negara lainnya.
Sayangnya, aturan yang berlaku dahulu cukup menyulitkan bagi para dokter spesialis untuk kembali ke Indonesia.
“Berdasarkan hal tersebut, atas inisiatif KKI dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) maka keluarlah aturan berupa peraturan KKI Nomor 97 tahun 2021,” lanjut dia.
Ke empat, Surat Tanda Registrasi (STR) yang biasanya melalui adaptasi di pendidikan tinggi, kini bisa diadaptasi. Kelebihan dalam peraturan baru ini.
Taruna menambahkan lokasi penempatan adaptasi yang sebelumnya harus melalui insttiusi pendidikan, kini bisa langsung penempatan ke rumah sakit dan biaya adaptasi yang sebelumnya harus bayar ke universitas, kini bebas biaya alias gratis.
Terakhir, di aturan baru ini, Kemenkes memberikan insentif bagi dokter diaspora yang mengabdi kepada masyarakat. Bukan hanya itu, para dokter diaspora ini juga berhak mendapatkan sertifikat kompetensi adaptasi, STR adaptasi, surat izin praktek (SIP) adaptasi, jasa pelayanan medis hingga fasilitas tempat tinggal dan lainnya.
Taruna memastikan semua aturan dan kemudahan tersebut memberikan peluang dan sekaligus memanggil putra-putri Indonesia untuk mengabdikan keahliannya di Indonesia.
“Pemerintah memberi fasilitas berupa STR adaptasi dokter spesialis, sehingga mereka balik ke Indonesia tidak perlu lagi sekolah ulang atau tidak lagi re-schooling. Mereka langsung berpraktik sebagai dokter spesialis di fasilitas kesehatan yang ditentukan oleh Kemenkes dengan upah dan gaji yang tinggi seperti dokter spesialis,” tambah dia
Prof Aisyah Endah Palupi mengaku bahagia atas silaturahmi ini delegasi Indonesia yang telah tuntas menjalankan tugas selama lima hari di Filipina dengam tujuan bertemu perwakilan Medical Education & Research di Metropolitan Medical Center, Fe Del Mundo Medical Center, Ospital ng Maynila Medical Center (MMC), dan St. Lukes Medical Center guna membahas agar WNI yang mengambil sekolah kedokteran di Filipina dan ingin praktik di Indonesia dapat diakui pendidikannya sehingga dapat diberikan izin praktik.
Selain itu, variasi pendidikan kedokteran di setiap negara dan penilaian yang berbeda-beda menjadi perhatian Pemerintah Indonesia dalam pemberian izin praktik.
“Hal-hal itulah diantaranya yang menjadi pokok pembahasan penting dari Delegasi Konsil Kedokteran Indonesia,” pungkasnya. (rls/uj/bs)