KABARIKA.ID, LAMPUNG – Prof dr Taruna Ikrar, M. Biomed., Ph.D dikukuhkan menjadi guru besar tetap farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati (Unmal) Lampung,di Graha Bintang, Bandar Lampung, Sabtu (11/2/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pengukuhan Wakil Ketua Umum Ikatan Alumni (IKA) Universitas Hasanuddin dan Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) itu berlangsung dalam rapat senat terbuka yang dipimpin Rektor Universitas Malahayati, Dr Achmad Farich.
Prosesi pengukuhan Prof Taruna terbilang istimewa karena diiringi dengan sholawat badar yang dipersembahkan mahasiswa Universitas Malahayati, Bandar Lampung.
Taruna Ikrar meraih gelar guru besar berdasarkan keputusan Mendikbudristek Nomor 64672/MPK.A/KP.07.00/2022. Gelar itu, usai menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Era Baru Pengobatan Kanker dan Penyakit Degeneratif Berbasis Farmakologi Sel dan Genetik: Fokus Studi Efektivitas Vaksin Dendritik Car-T”.
Pengukuhan guru besar Prof Taruna dihadiri sejumlah menteri dan tokoh nasional. Mereka antara lain Menkopolhukam, Mahfud MD, Menteri Investasi, Bahlil Lahamadia, dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Hadir juga mantan Menteri BUMN, Tanri Abeng.
Pengukuhan guru besar Prof Taruna juga dihadiri Ketua Dewan Pembina Yayasan Alih Teknologi, H Rusli Bintang, Gubernur Lampung, Arinal Junaidi dan Forkopimda Provinsi Lampung.
Tokoh lainnya yang hadir adalah Ketua Forum Rektor Indonesia, Prof Dr Arif Satria, Direktur Eksekutif IKA UNHAS, Salahuddin Alam, para pimpinan universitas negeri dan swasta dari sejumlah kota serta beberapa tokoh penting lainnya. Mantan Direktur Utama Pegadaian, Kuswiyanto juga hadir menyaksikan pengukuhan guru besar Prof Taruna Ikrar.
FARMAKOLOGI TERAPI SEL dan GENETIK
Prof Taruna membeberkan proses transformasi ilmu kedokteran yang sangat mendasar. Di masa lalu, aplikasi farmakologi dimulai dengan pemanfaatan herbal dan hasil alam berupa rempah-rempah.
“Kemudian berkembang menjadi farmakologi modern berupa ekstraksi bahan aktif dari sebuah produk dengan pendalaman pada farmakodinamik dan farmakokinetiknya, serta efek toksisitas akut dan kronik,” imbuh Prof Taruna dalam keterangan tertulisnya diterima di Makassar.
Namun sejak satu dekade terakhir lanjut dia, berkembang sangat pesat dan pemanfaatan farmakologi berbasis produk-produk biologi. Apalagi, ditopang dengan berkembangnya ilmu biologi modern hingga aplikasi farmakologi selular dan farmakogenomik menjadi sebuah keniscayaan.
Menurut dia, farmakologi terapi sel dan genetik merupakan teknologi pengobatan yang sangat maju dan mutakhir. Sebab memiliki kemampuan memperbaiki akar masalah atau penyebab utama suatu jenis penyakit pada tingkat DNA dan molekuler dengan keakuratan atau sangat presisi.
“Jadi perkembangan awal terapi sel merupakan terapi yang berfungsi untuk meringankan atau menyembuhkan penyakit melalui transfer sel hidup dan intak,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menambahkan terdapat dua jenis sel yang berpotensi terapeutik, yaitu sel punca (stem cell) dan sel imun (immune cell). Sel punca yaitu sel tak terdiferensiasi yang mampu berproliferasi, memperbarui diri, dan berdiferensiasi menjadi sel jenis lain yang spesifik (specialized).
Pada manusia, sumber sel punca dapat diambil dari dua sumber, dari embrio (embryonic stem cells) dan sel dewasa (adult). Sel punca bersumber dari blastocyst saat proses embriogenesis berlangsung, atau pada manusia umumnya diambil dari sumsum tulang dan darah.
Sedangkan terapi sel termutakhir, berdasarkan immune cells adalah Chimeric Antigen Receptor T cells (CAR-T), teknologi ini telah mendapat persetujaun FDA. Pendekatan ini melibatkan modifikasi genetik sel T pada pasien di laboratorium.
Kemudian sel yang sudah dimodifikasi tersebut, dimasukkan kembali ke dalam tubuh untuk melawan atau mengobati penyakitnya. Bahkan, dewasa ini Badan POM Amerika (FDA-USA) telah menyetujui 24 produk terapi seluler dan genetik.
“Secara teknis genetik, dimulai dengan memasukkan urutan DNA yang spesifik ke dalam tubuh pasien untuk mengobati, mencegah, atau berpotensi menyembuhkan penyakit. Dalam tugas tersebut, Terapi genetik akan melibatkan pengiriman gen fungsional ke dalam sel untuk menggantikan gen yang hilang atau bermuatasi atau dengan menggunakan sekuens asam nukleat untuk mengurangi, memulihkan, atau memodifikasi gen ekspresi,” katanya.
Prof Taruna menambahkan kemajuan teknologi rekayasa genetik mencapai puncaknya setelah ditemukan teknologi peng-edit-an DNA melalui teknologi CRISPR (interspaced short palindromic repeat). Demikian pula aplikasi pemanfaatan gen vektor virus yang bisa diaplikan langsung ke tubuh pasien (in vivo).
“Atau sel yang diambil dari pasien yang dimodifikasi di laboratorium (ex vivo) dan kemudian dimasukkan kembali ke dalam tubuh. Perkembangan teknologi pengeditan DNA telah memicu kegembiraan atas terapi genetik dan merupakan area perkembangan yang sangat penting,” paparnya.
Ada Tiga teknologi pengeditan gen utama dikelompokkan secara berurutan. Masing-masing “interspaced short palindromic repeat (CRISPR), Cas-associated nucleases, programmable nucleases”, seperti: zinc-finger nucleases (ZFNs) dan transcription activator-like effector nucleases (TALENs).
Pengobatan tumor otak Glioblastoma yang selama ini mengalami kesulitan dan keterbatasan karena beberapa mekanisme juga diungkap Prof Taruna. Menurut dia, keterbatasan ini karena resistensi masuknya obat ke dalam kompartemen sistem saraf pusat oleh penghalang sawar darah-otak; penangkal obat untuk sampai ke sasaran tumor.
Di akhir orasinya, Prof Taruna menegaskan farmakologi terapi berbasis sel dan genetic merupakan sebuah upaya terapeutik spektakuler yang akan menjadi teknik pengobatan terpenting dalam pengobatan penyakit degeneratif dan penyakit keganasan dimasa depan.
Terutama untuk kanker dan kelainan bawaan/genetik. Penerapan terapi ini telah menunjukkan hasil yang sangat menggembirakan, dan Sebagian masih dalam tahap penelitian untuk memastikan keamanannya serta efektivitas, serta mengurangi adverse reactions. (*/este)