KABARIKA.ID, MAKASSAR – Jika ditelisik lebih mendalam, doktrin yang dikembangkan kaum Khawarij dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yakni politik, teologi, dan sosial.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Poin-poin doktrin politik Khawarij adalah:
a. Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam,
b. Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab,
c. Setiap orang muslim berhak menjadi khalifah asal sudah memenuhi syarat,
d. Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh jika melakukan
kezaliman,
e. Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) adalah sah, tetapi setelah tahun ketujuh dari masa kekhalifahannya, Utsman r.a. dianggap telah menyeleweng,
f. Khalifah Ali juga sah, tetapi setelah terjadi arbitrase, ia dianggap menyeleweng,
g. Mu’awiyah bin Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga dianggap menyeleweng dan telah menjadi kafir,
h. Pasukan perang jamal yang melawan Ali juga kafir.

Ilustrasi kelomok Khawarij. (Foto: Ist)

Ini dikategorikan sebagai doktrin politik karena membicarakan atau menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan masalah kenegaraan, khususnya tentang kepala negara (khalifah).

Jika dilihat dari perspektif cara memperoleh kekuasaan, maka Khawarij dapat dikatakan sebagai sebuah partai politik. Penetapan doktrin ini merupakan reaksi Khawarij terhadap keberadaan Mu’awiyah yang secara teoretis tidak pantas memimpin negara karena ia seorang tulaqa’ (tahanan yang telah mendapat pembebasan). Kebencian Khawarij terhadap Mu’awiyah ditambah dengan kenyataan bahwa keislamannya belum lama.

Kelompok Khawarij menolak untuk dipimpin orang yang dianggap tidak pantas. Jalan pintas yang ditempuh adalah membunuhnya, termasuk orang yang mengusahakannya
menjadi khalifah.

Khawarij juga membuat doktrin teologi tentang dosa besar. Hal ini tercantum dalam doktrinnya:
a. Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim karenanya harus dibunuh.
b. Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Apabila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al harb (negara musuh), sedangkan golongan mereka dianggap berada dalam dar al Islam (negara Islam)

Karena doktrinnya menentang pemerintahan yang sah, maka Khawarij harus menanggung akibatnya. Kelompok ini selalu dikejar-kejar dan ditumpas pemerintah. Dalam perkembangannya kemudian, kelompok ini sebagian besar sudah tidak ada lagi. Sisa-sisanya terdapat di Zanzibar, Afrika Utara, dan Arabia Selatan.

Doktrin teologi khawarij yang radikal pada dasarnya merupakan imbas langsung doktrin sentralnya, yaitu doktrin politik. Radikalitas tersebut sangat dipenggaruhi oleh sisi budaya yang juga radikal.

Faktor lain yang menyebabkan radikalitas itu adalah asal-usul mereka yang berasal dari masyarakat Badawi dan pengembara padang pasir tandus. Hal itu telah membentuk watak dan tata pikirnya menjadi keras, berani, tidak bergantung kepada orang lain, dan bebas. Akan tetapi, mereka fanatik dalam menjalankan agama.

Ilustrasi kelomok Khawarij. (Foto: Wiki)

Orang-orang yang mempunyai prinsip Khawarij sering menggunakan cara kekerasan dalam menyalurkan aspirasinya. Sejarah mencatat bahwa kekerasan pernah memegang peranan penting.

Doktrin-doktrin ini memperlihatkan kesalahan asli kelompok Khawarij, doktrin-doktrin mereka mirip dengan doktrin Mu’tazilah, meskipun kebenaran adanya doktrin ini dalam wacana kelompok Khawarij masih ditelaah lebih mendalam.

Biasanya orang-orang yang keras dalam pelaksanaan ajaran agama, seperti halnya kelompok Khawarij, cenderung memahami dalil-dalil agama secara tekstualitas sehingga sikapnya menjadi fundamentalis.

Perkembangan Khawarij

Kelompok Khawarij menjadikan imamah (khilafah) yang bersifat politik sebagai doktrin sentral yang memicu timbulnya doktrin-doktrin teologis lainnya.

Radikalitas yang melekat pada watak dan perbuatan kelompok Khawarij mengakibatkan rentan terjadi perpecahan, baik secara internal di kalangan pengikut Khawarij maupun secara eksternal dengan sesama kelompok Islam lainnya.

Banyak pendapat mengenai perpecahan di antara kelompok Khawarij. Al Bagdadi mengatakan bahwa sekte ini telah pecah menjadi 20 subsekte. Harun Nasution mengatakan Khawarij telah pecah menjadi 18 subsekte. Menurut pengamatan Al-Asfarayani, Khawarij telah pecah menjadi 22 subsekte.

Terlepas dari beberapa banyak subsekte pecahan Khawarij, sejumlah ahli dan pengamat mengatakan bahwa Khawarij terbagi ke dalam enam subsekte.

1. Al-Muhakkimah
Golongan Khawarij asli yang terdiri dari pengikut-pengikut Ali, disebut golongan Al-Muhakkimah. Bagi mereka Ali, Mu’awiyah, kedua perantara Amr Ibn Al-As dan Abu Musa Al-Asy’ari dan semua orang yang menyetujui paham bersalah itu dan menjadi kafir.

2. Al-Azariqah
Setelah golongan Al-Muhakkimah hancur, maka golongan Al-Azariqah tampil sebagai barisan baru dan besar serta kuat. Daerah kekuasaan mereka terletak di perbatasan Irak dan Iran. Nama ini diambil dari Nafi’ Ibn Al-Azraq. Khalifah pertama yang mereka pilih adalah Nafi’ sendiri dan kepadanya mereka beri gelar Amir Al-Mu’minin. Nafi’ meninggal dalam pertempuran di Irak pada 686 M. mereka menyetujui paham bersalah itu dan menjadi musyrik

3. Al-Nadjat
Najdah bin Ibn ‘Amir Al-Hanafi dari Yamamah dengan pengikut-pengikutnya pada mulanya ingin menggabungkan diri dengan golongan Al-Azariqah. Tetapi dalam golongan tersebut terjadi perpecahan. Sebagian dari pengikut-pengikut Nafi’ Ibn Al-Azraq, di antaranya Abu Fudaik, Rasyid Al-Tawil dan Atiah Al-Hanafi, tidak menyetujui paham bahwa orang Azraqi yang tidak mau berhijrah ke dalam lingkungan Al-Azariqah adalah musyrik.

4. Al-Ajaridah
Mereka adalah pengikut dari Abd Al-Karim Ibn Ajrad yang menurut Al-Syahrastani merupakan salah satu teman dari Atiah Al-Hanafi. Menurut paham mereka berhijrah bukanlah merupakan kewajiban sebagaimana diajarkan oleh Nafi’ Ibn Al-Azraq dan Najdah, tetapi hanya merupakan kebajikan. Kaum Ajaridah boleh tinggal diluar daerah kekuasaan mereka dengan tidak dianggap menjadi kafir. Harta boleh dijadikan rampasan perang hanyalah harta orang yang telah mati.

5. Al-Sufriah
Pemimpin golongan ini adalah Ziad Ibn Al-Asfar. Paham mereka dekmirip dengan golongan Al-Azariqah.

6. Al-Ibadiyah
Golongan ini merupakan golongan yang paling beda dari seluruh golongan Khawarij. Namanya diambil dari Abdullah Ibn Ibad yang pada 686 M. memisahkan diri dari golongan Al-Azariqah.

Semua subsekte itu membicarakan persoalan hukum orang yang berbuat dosa besar, apakah masih mukmin atau telah menjadi kafir. Doktrin teologi tetap menjadi pijakan utama pemikiran mereka, sedangkan doktrin-doktrin yang lain hanya merupakan pelengkap.

Pemikiran subsekte ini lebih bersifat praktis dari padaketimbang teoretis, sehingga kriteria bahwa seseorang dapat dikategorikan sebagai mukmin atau kafir tidak jelas. Dalam situasi tertentu, hal ini menyebabkan seseorang dapat disebut mukmin sekaligus pada waktu yang bersamaan disebut sebagai kafir.

Tindakan kelompok Khawarij tersebut telah merisaukan hati seluruh umat Islam saat itu. Sebab, dengan cap kafir yang di berikan salah satu subsekte tertentu Khawarij, jiwa
seseorang harus melayang, meskipun oleh subsekte yang lain orang bersangkutan masih dikategorikan sebagai mukmin.

Meskipun demikian, ada sekte Khawarij yang agak lunak, yaitu sekte Najdiyat dan Ibadiyah. Keduanya membedakan antara kafir nikmat dan kafir agama. Kafir nikmat hanya melakukan dosa dan tidak berterima kasih kepada Allah. Orang seperti ini tidak perlu dikucilkan dari masyarakat.

Semua aliran yang bersifat radikal, pada perkembangan lebih lanjut, dikategorikan sebagai aliran Khawarij, selama terdapat indikasi doktrin yang identik dengan aliran ini.

Harun Nasution menyebutkan beberapa indikasi aliran yang dapat dikategorikan sebagai aliran Khawarij masa kini, yakni:

a. Mudah mengafirkan orang yang tidak segolongan dengan mereka, walaupun orang itu adalah penganut agama Islam,

b. Islam yang benar adalah Islam yang mereka pahami dan amalkan, sedangkan Islam yang dipahami dan di amalkan golongan lain dianggap tidak benar,

c. Orang-orang Islam yang tersesat dan menjadi kafir perlu dibawa kembali ke dalam Islam yang sebenarnya, yaitu Islam seperti yang mereka pahami dan amalkan,

d. Karena pemerintahan dan ulama yang tidak sepaham dengan mereka adalah sesat, mereka memilih imam dari golongannya, yaitu imam dalam arti pemuka agama dan
pemuka pemerintahan, dan

e. Mereka bersifat fanatik dalam paham dan tidak segan-segan menggunakan kekerasan dan pembunuhan untuk mencapai tujuannya.

(Muhammad Ruslan)