KABARIKA.ID, MAKASSAR – Memasuki fase 10 hari kedua Ramadan 1444 hijriah, panitia amaliah Ramadan PP IKA Unhas dan PT Tiran Group mengundang ustad Ahmad Fadillah, Lc, M.Hum untuk mengisi acara tausiah setelah salat Ashar, Ahad (2/04/2023), di musalah AAS Building lantai 1, Makassar.

Ustad Ahmad Fadillah menegaskan bahwa Allah akan menguji hamba-hamba-Nya dengan apa yang ia cintai. Jika hamba mencintai hartanya, maka Allah akan menguji hamba-Nya itu dengan hartanya.

“Bagaimana sikap kita ketika harta kita berlebihan. Bagaimana pula sikap kita ketika kita sedang kekurangan harta,” ujar ustad Ahmad.

Kalau seorang hamba mencintai ilmu yang dia miliki, maka Allah Swt akan mengujinya dengan ilmunya itu. Cara Allah mengujinya adalah melalui sikap hamba yang bersangkutan.

“Misalnya, apakah dia sombong atau bagaimana sikapnya ketika berbicara dengan orang yang tidak mengetahui, atau bagaimana sikapnya pada saat bertemu dengan banyak orang,” papar ustad.

Jamaah salat Ashar menyimak materi tausiah yang disampaikan ustad Ahmad Fadillah. (Foto: Muh. Ruslan)

Begitu pula apabila seorang hamba mencintai keluarganya, maka Allah Swt akan menjadikan keluarganya sebagai ujian baginya. Sebagaimana yang dialami oleh Nabi Ibrahim AS.

Nabi Ibrahim sudah sangat lama menantikan kehadiran keturunan, sampai istrinya, Sarah berumur 90 tahun. Akhirnya kemudian Nabi Ibrahim menikah dengan perempuan bernama Siti Hajar.

“Setelah menunggu ratusan tahun, Nabi Ibrahim barulah dikaruniai seorang putra dari istrinya Siti Hajar bernama Ismail,” ujar ustad Ahmad.

Ustad menceriterakan bahwa ketika Ismail masih bayi, Allah Swt memerintahkan Nabi Ibrahim untuk membawa putranya itu ribuan kilometer dari rumahnya ke suatu tempat di padang pasir yang tandus dan gersang, di antara dua bukit Safa dan Marwah.

Di tempat itu Nabi Ibrahim kemudian meninggalkan istri dan anaknya Ismail atas perintah Allah.

“Wahai suamiku Ibrahim apakah engkau benar-benar akan meninggalkan aku bersama bayiku di tempat yang gersang dan tandus ini?” Nabi Ibrahim terus berjalan tanpa menoleh kepada istirinya.

Siti Hajar kemudian bertanya lagi. “Wahai suamiku Ibrahim, apakah engkau akan meninggalkan aku di sini bersama anakku atas perintah Allah?”

Nabi Ibrahim kemudian menjawab singkat, “Ya, ini adalah perintah Allah.”

Ketika bekal makanan Siti Hajar telah habis, ia kemudian berlari-lari kecil di antara bukit Safa dan Marwah sambil berdoa kepada Allah. Ketika ia kembali ke tempat bayinya, di dekat bayinya sudah muncul mata air.

Peristiwa yang dialami Siti Hajar itu kemudian diabadikan oleh Allah sebagai syariat dan rukun ibadah haji, yakni sa’i.

Sedangkan mata air yang muncul di dekat bayi Ismail itu, saat ini dikenal sebagai sumur zam-zam yang airnya tidak akan pernah habis meskipun jutaan jamaah haji mengambil dan meminumnya.

Ujian Nabi Ibrahim AS dengan keluarganya belum berakhir sampai di situ. Ketika Ismail telah tumbuh menjadi anak-anak yang menggembirakan hati kedua orang tuanya, turun lagi perintah Allah Swt kepada Nabi Ibrahim AS untuk menyembelih anaknya itu.

Perintah tersebut diabadikan oleh Allah Swt dalam surah as-Saffat [37] ayat 102.

Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu, Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (Q.S. as-Saffat [37]: 102).

Hikmah dari ujian yang dialami Nabi Ibrahim AS, kata ustad Ahmad, adalah bahwa setiap jamaah haji yang meminum air zam-zam ada sahamnya Nabi Ibrahim untuk pahalanya. (rus)