KABARIKA.ID, MAKASSAR – Panitia amaliah Ramadan PP IKA Unhas dan PT Tiran Group mengundang KH Dr. Agung Wirawan untuk mengisi acara tausiah di hari ke-12 Ramadan, setelah salat Ashar, Senin (3/04/2023), di musalah AAS Building lantai 1, Makassar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Mengawali ceramahnya, KH Agung Wirawan mengatakan bahwa kita semua akan ditimpakan kehinaan di manapun berada, kecuali ia mampu menata dengan baik ibadahnya kepada Allah Swt, dan mampu merangkai silaturahminya dengan sesama manusia. Hal itu tercantum dalam surah Ali Imran [3] ayat 112.
Kita semua harus mengucapkan alhamdulillah sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah. Sebab ternyata Allah sangat cinta kepada kita.
“Setahun yang lalu kita berdoa, ya Allah panjangkan umurku dan pertemukan aku dengan bulan Ramadan yang akan datang. Doa itu diijabah oleh Allah. Dan alhamdulillah, kita telah berada pada Ashar ke-12 Ramadan,” kata KH Agung.
Sepertiga puasa telah kita lewati. “Harapan kita semoga Allah menilainya sebagai ibadah. Sedangkan puasa yang masih tersisa semoga Allah memberikan kesehatan lahir dan batin untuk kita selesaikan dengan baik,” ujar ustad.
Kalau kita berbicara tentang puasa, kata ustad, itu adalah stok lama, karena sudah ada puasa sejak Nabi Adam.
“Nabi Adam berpuasa sesuai versinya. Kemudian kita kenal puasa Daud, sehari berpuasa sehari berbuka. Ada lagi puasa Nabi Isa, tidak makan tapi minum. Terakhir adalah puasa yang Allah perintahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang diwajibkan pada bulan Ramadan,” ujar KH Agung.
Puasa Ramadan diwajibkan pada tahun ke-2 Hijriah, itupun setelah turun ayat 185 surah al-Baqarah. “Pada ayat 183 puasa itu masih bisa ditawar, bisa ya bisa tidak. Tetapi setelah ayat 185 turun, puasa itu wajib,” tegas KH Agung.
Puasa itu tidak hanya dilaksanakan oleh manusia, tetapi juga oleh makhluk-makhluk yang lain untuk memperpanjang hidupnya.
“Saya ingin bercerita tentang puasanya dua makhluk, yaitu puasanya ular dan puasanya ulat,” ujar KH Agung.
Untuk memperpanjang kehidupannya ular harus berganti kulit (molding). Tetapi proses molding ini harus dilalui dengan berpuasa.
“Persoalannya, sebelum berganti kulit namanya tetap ular dan perilakunya ular. Setelah berganti kulit, namanya tetap ular dan perilakunya tetap ular,” tandas KH Agung Wirawan.
Inilah yang disinggung oleh Imam Al Ghazali bahwa ada orang yang berpuasa dengan menahan lapar dan dahaga, tetapi tidak terjadi perubahan perilaku.
Lalu bagaimana dengan puasanya ulat. Menurut KH Agung, ulat itu adalah hewan yang paling rakus. Jika ulat didekatkan degan daun, maka daun itu akan habis dia makan.
“Ulat itu untuk memperpanjang kehidupannya dia butuh puasa, namanya puasa itu metamorfosis. Maka jadilah dia kepompong yang membungkus dirinya. Setelah genap puasanya, dia muncul menjadi makhluk baru yang namanya kupu-kupu,” kata KH Agung Wirawan.
Sebelum puasa, lanjut KH Agung, namanya ulat dan sifatnya rakus. Setelah puasa namanya kupu-kupu dan perilakunya berbeda.
“Dia membantu penyerbukan pada setiap tanaman yang dilewatinya. Kalau dia hinggap di bunga, dia hisap madunya kembang itu dan dia membantu penyerbukan sari,” ujar KH Agung Wirawan.
Jika kita kembali kepada puasa umat Muhammad SAW, maka puasa di bulan Ramadan itu menghapuskan dosa yang telah lalu.
Rasulullah bersabada, barangsiapa berpuasa di bulan Ramadan mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari, kemudian barangsiapa menghidupkan malam harinya dengan ibadah dengan dasar iman disertai dengan keikhlasan, akan diampuni dosa dan kesalahan yang telah dia lakukan.
KH Agung Wirawan menegaskan bahwa setelah Ramadan berlalu, anak cucu Adam yang mukmin diibaratkan bayi yang baru lahir, dia sudah bersih dari dosa karena sudah diampuni oleh Allah.
Keadaan itu harus dipertahankan karena intensitas ibadah itu mengalami fluktuasi. Kalau bulan Ramadan meningkat semua, kurvanya naik. Tapi di luar Ramadan kadang-kadang kurvanya menurun.
“Jadikan bulan Ramadan ini sebagai bulan taqarrub ilallah. Salat fardu kita jangan lagi ada yang tertunda-tunda, jangan lagi ada yang dikerja sendiri, kerjakan secara berjamaah. Sebab rida Allah tergantung keutuhan jamaah,” pesan KH Agung Wirawan.
Puasa Ramadan juga mengajarkan kita untuk megendalikan hawa nafsu dan memaafkan kesalahan orang lain. (rus)