KABARIKA.ID, MAKASSAR – Sejak 2021 rata-rata 30 orang petani mati bunuh diri setiap hari di India. Dampak krisis iklim yang picu gagal panen tak jarang menyisakan utang dan kebangkrutan. Solusinya adalah jaminan kesehatan dan lapangan kerja

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ganpaztram Bheda bersiap kehilangan lahan pertanian miliknya di barat daya India. Di atas tanah seluas hampir satu hektar itu, dia menyaksikan bagaimana hujan dan suhu dingin yang ekstrem silih berganti merontokkan tanaman dan menggagalkan panen.

Padahal, petani berusia 66 tahun itu harus berutang untuk membiayai musim tanam. Nilainya mencapai empat juta Rupee atau sekitar Rp 750 juta. Tanpa panen yang memadai, dia terjebak dalam jerat kredit yang tidak lagi bisa dibayar tanpa bantuan pemerintah.

Buruh tani India bekerja di lahan pertanian yang dilanda kekeringan akibat cuaca panas yang ekstrem.

Petani skala kecil seperti Ganzpatram tergolong rentan menjadi korban bencana cuaca ekstrem yang dipicu perubahan iklim di India. Dalam sebuah riset yang dirilis pekan ini, ilmuwan mencatat betapa angka bunuh diri meningkat cepat di negara-negara bagian India yang rentan dilanda kekeringan.

Krisis iklim membuat “pertanian menjadi sektor yang sangat berisiko, berpotensi bahaya dan bisnis yang merugi,” demikian menurut studi International Institute for Environment and Development (IIED) di London.

“Penghasilan kami satu-satunya berasal dari pertanian. Saya tidak punya sumber pemasukan lain dan tidak punya kemampuan lain pula,” ujar Ganzpatram.

Fenomena Bunuh Diri

Fenomena bunuh diri di kalangan petani sudah dicatat sejak lebih dari dua dekade lalu. Musim kemarau yang kian ekstrem menciptakan kerugian tinggi, mencuatkan angka kredit macet dan melambungkan angka pasien gangguan mental.

IIED dengan mengutip statsistik kriminalitas terbaru di India menyebutkan, hampir 11.000 orang petani dan buruh perkebunan memilih mengakhiri hidupnya pada 2021. Rata-rata 30 angka kematian setiap hari.

Dari 164.033 kasus bunuh diri yang dilaporkan pada 2021, lebih dari 42.000 kasus bunuh diri atau satu dari empat di antaranya merupakan pekerja upah gaji harian.

Pakar meyakini jumlah sesungguhnya jauh lebih besar.

Petani di desa Gauribidanur dekat Andhra Pradesh ini duduk putus asa di ladangnya yang kering kerontang.

Madhura Swaminathan, ekonom di Institut Statistik India di Bengalore mengatakan, angka kasus bunuh diri yang dicatat pemerintah hanya bersumber pada jumlah laporan yang masuk.

Sebenarnya, kekeringan bukan masalah baru bagi pertanian di India. “Krisis iklim membuat musim kering menjadi lebih kuat dan lebih sering, serta kini menyebar ke wilayah yang lebih luas,” kata Ritu Bharadwaj, peneliti IIED.
Tekanan krisis iklim terhadap sektor pertanian tergolong fatal, karena sektor ini mempekerjakan lebih dari 250 juta orang di India secara langsung maupun tidak langsung.

Itulah sebabnya pemerintah didesak untuk menyusun strategi intervensi untuk mencegah eskalasi bunuh diri di negeri Taj Mahal itu.

Jaminan kerja dan kesehtan

Studi IIED itu merekomendasikan perubahan skema asuransi pertanian agar memperhitungkan dampak krisis iklim. Nantinya, petani diharapkan bisa dengan lebih cepat mendapat uang ganti rugi jika terjadi cuaca ekstrem.

Pemerintah juga diminta memperkuat skema jaminan kerja bagi kaum miskin. Program tersebut dibuat pada saat pandemi Covid-19, untuk mengakomodasi jutaan buruh migran yang harus pulang ke kampung masing-masing sebagai dampak lockdown.

Studi IIED mencatat, angka bunuh diri di kawasan yang menjalankan program jaminan kerja pemerintah relatif lebih rendah ketimbang wilayah lain, meski hujan ekstrem dan banjir. Selain itu, jaminan kesehatan juga diyakini bisa membantu meredakan tekanan ekonomi bagi petani.

Untuk sementara ini, Ganpaztram Bheda dan petani lain di desanya hanya bisa menggelar aksi demonstrasi di depan kantor pemerintahan distrik. Tapi harapan mereka semakin menipis, kendati sudah mendapat uang ganti rugi dari asuransi.

“Uang itu langsung diambil bank dan dipotong untuk membayar utang. Saya tidak ingin gagal bayar karena saya akan kehilangan tanah saya,” kata dia.

Baginya, iklim bukan satu-satunya penyebab kemalangan di pedesaan. “Negara sudah gagal melindungi petani,” tandas Ganpaztram. (*/rs)