KABARIKA.ID, MAKASSAR – Jumlah guru besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) bertambah lagi. Rektor Unhas Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc. memimpin rapat paripurna senat akademik dalam rangka penerimaan tiga guru besar pada lingkup Fakultas Hukum, di Ruang Senat Akademik Unhas, Gedung Rektorat lantai 2, Kampus Unhas Tamalanrea, Makassar, Kamis (25/05/2023).
Turut hadir dalam proses pengukuhan tiga guru besar ini, adalah Ketua Majelis Wali Amanat Unhas, Ketua, Sekretaris, dan Anggota Senat Akademik, Dewan Profesor Unhas, tamu undangan serta keluarga besar dari tiga guru besar yang dikukuhkan.
Ketiga profesor atau guru besar yang dikukuhkan adalah:
1. Prof. Dr. Hamzah, S.H., M.H., MAP., profesor dalam bidang Ilmu Hukum; dikukuhkan sebagai guru besar ke-465
2. Prof. Dr. Maskun, S.H., LL.M., profesor dalam bidang Hukum Internasional; dikukuhkan sebagai guru besar ke-466.
3. Prof. Dr. Iin Karita Sakharina, S.H., M.A., profesor bidang Hukum Internasional; dikukuhkan sebagai guru besar ke-467.
Rektor Unhas Prof. JJ dalam sambutannya mengucapkan selamat kepada tiga profesor yang dikukuhkan. Ia berharap, bertambahnya jumlah guru besar di Unhas akan memberikan dampak terhadap pengembangan SDM yang semakin berkualitas, termasuk pada fakultas hukum Unhas.
“Kami berharap, para guru besar Unhas yang belum dikukuhkan bisa segera menyelesaikan rangkaian proses untuk bisa dikukuhkan secara resmi. Momentum bertambahnya guru besar Unhas juga menjadi harapan besar bahwa ke depannya berbagai keterlibatan Unhas dalam kehidupan masyarakat bisa semakin optimal. Secara berkelanjutan, pengembangan kualitas SDM terus dimaksimalkan oleh Unhas melalui berbagai upaya strategis,” jelas Prof. JJ.
Rektor mengatakan, penelitian yang dilakukan oleh para guru besar Unhas yang baru dikukuhkan memiliki implementasi besar terhadap masalah hukum Indonesia. Olehnya itu, ia berharap guru besar tersebut tetap aktif dan produktif memberikan kontribusi dan keterlibatannya melalui aktivitas tridharma.
Sebelumnya, masing-masing guru besar telah menyampaikan pidato penerimaan, yang membahas bidang keahliannya masing-masing.
Prof. Dr. Hamzah, SH., MH., MAP
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Hamzah memaparkan hasil penelitian yang dilakukan berkaitan dengan “Pertautan antara Demokrasi dan Nomokrasi dalam Negara Hukum Indonesia”.
Ia mengatakan, dalam konteks senyawa yang sama, nomokrasi Indonesia meletakkan persatuan sebagai bahasa universal manusia Indonesia. Persatuan bersandar pada hukum karena disesaki oleh dalil normatif, bahwa tidak ada perpecahan dan hal tersebut yang dianut dalam unitarisme.
Menurut Prof Hamzah, prinsip jumpa antara demokrasi dan nomokrasi yang paling subtil dan intim adalah pada frase permusyawaratan dalam sila keempat Pancasila. Manusia Indonesia bersandar pada musyawarah sebagai bagian dari demokrasi khas Indonesia. Dalam konteks tersebut, ada ciri khas dari nomokrasi Indonesia, karena model demokrasi sebagai titik yang bersifat deliberatif.
“Demokrasi dan nomokrasi keduanya melebur dan tercermin dalam falsafah hidup bangsa Indonesi, yakni Pancasila. Daulat rakyat dan daulat hukum wajib mencerminkan rupanya dalam butir sila Pancasila. Praktik demokrasi dan nomokrasi harus mencerminkan demokrasi dan hukum yang berketuhanan, memanusiakan manusia, hingga memelihara kebersamaan dalam permusyawaratan,” jelas Prof. Hamzah.
Prof. Dr. Maskun, SH., LLM
Pada kesempatan yang sama, Prof. Maskun memberikan penjelasan tentang hasil penelitiannya tentang “Hukum Siber Lingkungan : Konvergensi, Teknologi dan Alam”. Dalam pidato pengukuhannya, Prof. Maskun menjelaskan perkembangan masyarakat yang sangat dinamis, menuntut perkembangan hukum yang mengikuti perkembangan zaman dan menjawab berbagai permasalahan sosial yang terjadi.
Menurut Prof. Maskun, perkembangan hukum siber khususnya terkait dengan teknologi internet dan penginderaan jarak jauh, telah dapat membantu dalam bentuk pencegahan dan penegakan hukum lingkungan.
Ke depannya diperlukan perkembangan gagasan hukum siber lingkungan yang dapat membuktikan terjadinya pencemaran maupun kerusakan lingkungan.
“Hal ini dapat dilakukan dari langkah awal dengan mempersiapkan infrastruktur hukum siber lingkungan dan juga peningkatan kapasitas pengetahuan akademisi dan penegak hukum, dalam menyelesaikan persoalan lingkungan yang terjadi dengan menggunakan pendekatan hukum siber lingkungan,” jelas Prof. Maskun.
Prof. Dr. Iin Karita Sukharina, SH., MA
Dalam pidato pengukuhannya, Prof. Iin memberikan penjelasan tentang penelitian yang dilakukan mengenai “Kewajibam Negara terhadap Pemenuhan Hak Ekosob bagi Warga Negaranya Pasca Ratifikasi Konvensi Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya”.
Ia mengatakan, dalam hukum HAM, negara dalam hal ini diwakili oleh pemerintah mempunyai kedudukan sebagai pemangku kewajiban.
Kewajiban negara untuk melindungi adalah kewajiban yang paling dasar dan bukan hanya melindungi hak asasi dari pelanggaraan yang dilakukan negara. Namun, juga terhadap pelanggaran atau tindakan yang dilakukan oleh entitas atau pihak lain yang akan menggangu perlindungan hak asasi.
Dalam pemenuhan hak Ekosob, negara juga memiliki kewajiban untuk menyediakan atau memenuhi hak ketika individu atau kelompok tidak dapat memenuhinya sendiri, pada alasan yang mendasar adalah di luar dari kontrol.
Kewajiban dan tanggungjawab negara untuk memenuhi hak Ekosob bagi warga negaranya didasarkan atas komitmen internasional yang terkandung dalam perjanjian internasional tentang hak Ekosob. (*/rs)