KABARIKA.ID, MAKASSAR – Selama bulan Mei 2023 tiga anak di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), tewas setelah digigit anjing rabies. Ketiga korban tersebar di tiga kabupaten berbeda.
Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) per 1 Juni 2023, kasus gigitan anjing yang diduga rabies terjadi di 11 kecamatan dari 32 wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten TTS, termasuk di Amanatun Selatan (56 kasus), Amanuban Barat (3 kasus), Amanuban Tengah (10 kasus), Fautmolo (6 kasus), dan Kie (4 kasus).
Selain itu, ada empat kasus di Kolbano, masing-masing dua kasus di Kualin dan Kuan Fatu, 12 kasus di Kuatnana, tujuh kasus di Nobeba, dan satu kasus di Nunkolo.
Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat meminta warga di Pulau Timor mewaspadai penularan penyakit rabies. Kondisi ini menyusul munculnya kasus-kasus gigitan anjing yang diduga terserang rabies di Kabupaten TTS.
“Setelah adanya laporan kasus rabies di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan hasil pemeriksaan sampel otak anjing dari daerah itu oleh Balai Besar Veteriner Denpasar menunjukkan positif rabies, warga di Pulau Timor diminta untuk waspada terhadap penyakit rabies,” kata Viktor di Kupang, Jumat (2/06/2023).
Sementara itu, Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Kupang, Yulius Umbu H. mengatakan, sudah ada 107 orang yang terkena gigitan anjing di wilayah Kabupaten TTS.
Pemeriksaan sudah dilakukan terhadap 107 orang yang digigit anjing, dan hasil pemeriksaan menunjukkan ada 13 orang yang mengalami gejala serupa rabies.
Yulius mengatakan vaksinasi telah dilakukan untuk mencegah penularan penyakit rabies. Sudah 22 orang yang mendapat vaksinasi anti rabies dosis pertama.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga buka suara soal kasus rabies di NTT. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, selama ini cakupan serum anti-rabies dan vaksin anti-rabies sudah sesuai dengan perkiraan kasus.
“Jumlahnya sesuai perkiraan kasus ya, terutama pada daerah yang endemis rabies, termasuk NTT,” ujar Nadia.
Kendati demikian, Nadia tak memungkiri adanya masalah distribusi vaksin. “Biasanya terjadi karena keterlambatan datang ke Faskes,” tambah Nadia.
Serum anti-rabies dan vaksin anti-rabies merupakan vaksin yang diberikan untuk korban gigitan hewan rabies.
Nadia mengatakan, serum anti-rabies diberikan kepada korban yang mengalami gigitan dengan luka risiko tinggi.
Tujuannya adalah untuk memberikan kekebalan pasif dalam sepekan pertama di mana pada masa itu belum terbentuk imunitas terhadap virus rabies.
Sementara vaksin anti-rabies (VAR) terdiri dari vaksin kering dalam vial dan pelarut 0,5 ml dalam syringe yang diberikan kepada korban gigitan rabies.
Vaksin tersebut disuntikkan secara intramuscular di lengan atas. Atau, pada anak berusia di bawah 1 tahun, disuntikkan di paha.
Penyakit rabies disebabkan oleh infeksi virus yang ditularkan melalui gigitan hewan, seperti anjing, kucing, kelelawar, kera, musang dan serigala. Penyakit tersebut dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bagi hewan maupun manusia yang terjangkit virus rabies.
Penyakit Rabies di Indonesia
Penyakit rabies ditemukan pertama kali di Indonesia pada tahun 1884 oleh Schrool pada kerbau. Kemudian tahun 1889 Esser W. J. dan Penning menemukan penyakit rabies pada anjing.
Selanjutnya, pada tahun 1894 Ev de Haan menemukan virus rabies yang menyerang manusia di Indonesia.
Sudah lebih 100 tahun rabies masuk di Indonesia dan hingga saat ini belum bisa diberantas hingga zero kasus.
Angka kematian akibat penyakit rabies di Indonesia masih cukup tinggi. Yakni 100-156 kematian per tahun, dengan Case Fatality Rate (Tingkat Kematian) hampir 100 persen. Hal ini menggambarkan bahwa rabies masih jadi ancaman bagi kesehatan masyarakat.
Kemenkes mencatat, ada 57.257 kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR) di Indonesia sepanjang 2021. Jumlah tersebut menurun 30,71 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya yang berjumlah 82.634 kasus.
Meski jumlah kasusnya menurun, telah ada 62 kematian akibat rabies sepanjang tahun lalu. Jumlah itu meningkat 55 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 40 kasus kematian akibat rabies.
Kalimantan Barat menjadi provinsi dengan kematian rabies terbanyak, berjumlah 13 kasus. Kemudian disusul NTB dan Sulut yang masing-masing mencatatkan kematian akibat rabies sebanyak 10 kasus dan 9 kasus.
Demi mencegah penyebaran penyakit tersebut di dalam negeri, Kemenkes telah memberikan vaksin antirabies (VAR) hingga 42.773 dosis pada 2021. Hanya saja, jumlah tersebut turun 24,69 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya yang berjumlah 56.797 dosis.
Tantangan terbesar saat ini adalah masih banyaknya daerah di Indonesia yang belum bebas rabies. Dari 34 provinsi di Indonesia, hanya tujuh provinsi yang telah dinyatakan bebas rabies.
Sebanyak 26 provinsi lainnya masih endemik rabies. Provinsi yang telah dinyatakan bebas rabies adalah Jawa Timur, DIY dan Jawa Tengah (sejak 1997); DKI Jakarta (2004), Kepulauan Bangka Belitung (sejak 2013), Kepulauan Riau (2015), dan Provinsi Papua (sejak 2019).
Provinsi NTB yang telah dinyatakan bebas rabies pada 2017, namun kembali terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) di Kabupaten Dompu dan Kabupaten Sumbawa pada 2019, sehingga ditetapkan keadaan Tanggap Darurat Bencana Non Alam oleh Gubernur NTB.
Secara global, rabies membunuh satu orang dalam setiap 10 menit dan lebih dari 70.000 orang meninggal setiap tahunnya. Tercatat hampir 40 persen kasus gigitan hewan penular rabies terjadi pada anak-anak dan 98 persen penyakit rabies ditularkan melalui gigitan anjing.
Hanya 2 persen penyakit tersebut ditularkan melalui kucing dan kera. Rabies bersifat fatal 99 persen jika gejala sudah muncul. Tetapi rabies 100 persen dapat dicegah dengan vaksinasi, baik pada manusia maupun pada hewan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bersama Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan (OIE), dan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), pada 2015 di Jenewa mencanangkan dunia bebas rabies pada tahun 2030 (Global Elimination of Dog Mediated Human Rabies by 2030). (rus)