KABARIKA.ID, MAKASSAR – Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) Universitas Hasanuddin (Unhas) menggelar simposium nasional dan internasional dengan pemateri dari berbagai universitas di Indonesia, Malaysia, Korea, Sudan, dan Inggris.
Kegiatan bertaraf internasional ini dibuka oleh Rektor Unhas Prof. Dr. Jamaluddin Jompa, M.Sc dan didampingi Rektor Universitas Malaysia Terengganu, Prof.Dato Dr. Mazlan bin Abd Ghaffar, FASc, di Hotel Unhas, Sabtu (10/06/2023).
Rektor Unhas dalam sambutannya mengatakan, simposium FIKP yang digelar tahunan ini bertujuan untuk menyosialisasikan dan menghilirisasi hasil-hasil riset di perguruan tinggi, lembaga riset dan LSM.
“Karena itu, simposium seperti ini menjadi penting agar hasil-hasil riset itu memberikan manfaat kepada masyarakat,” kata Prof JJ.
Sementara itu, Plt. Dirjen Perikanan Tangkap Dr. Agus Suherman, S.Pi., M.Si yang tampil sebagai pemateri kunci mewakili Menteri Kelautan dan Perikanan, memaparkan fakta-fakta kondisi pengelolaan perikanan di Indonesia saat ini.
Mulai dari kian menurunnya jumlah tangkapan nelayan yang bermuara pada kemiskinan nelayan hingga target pemerintah untuk mengekspor hasil-hasil perikanan berbasis kuota.
Agar perikanan kita bisa berkelanjutan, dia mencontohkan pengelolaan perikanan Islandia yang dulunya juga dikelola tidak berkelanjutan.
“Tapi kemudian mereka mereformasi kebijakannya mulai tahun 1984, sehingga pengelolaan perikanannya semakin terukur kini. Kalau mereka bisa, tentu kita juga bisa,” ujar Agus.
Pada awal panel pemateri, tampil tiga rektor yang punya perhatian pada pengembangan sektor kelautan dan perikanan di Indonesia, yaitu Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dr. Arief Satria, SP, M.Si, Rektor Universitas Maritim Raja Ali Haji (Umrah) Prof. Dr. Agung Dhamar Syakti, S.Pi, DEA, dan Rektor Unhas Prof. Dr. Jamaluddin Jompa, M.Sc.
Prof. Agung yang tampil sebagai panelis pertama menggugah peserta simposium agar mengembalikan kejayaan sektor kemaritiman seperti yang diinginkan oleh pendiri bangsa ini.
“Dari awal bangsa ini didirikan oleh Presiden Soekarno, beliau sudah paham betul akan potensi kemaritiman yang dimiliki oleh bangsa ini,” kata Prof. Agung.
Dia mengharapkan agar semangat kemaritiman yang telah dicanangkan itu, digelorakan kembali melalui riset-riset unggulan yang dapat membawa bangsa ini lebih sejahtera dengan memanfaatkan sumber daya laut yang dimiliki.
Sedangkan Rektor IPB Prof. Arief lebih banyak menyampaikan fakta demografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Menurutnya, hingga kini soal kemaritiman kita masih selalu berbicara keunggulan komparatif yang dimiliki sebagai suatu fakta geografis.
“Padahal mestinya fakta-fakta keunggulan geografis tersebut sudah menjadi fakta keunggulan ekonomi dan sosial budaya di negara kita,” jelas Prof. Arief.
Menurut Rektor Unhas Prof. JJ, hal tersebut akan terwujud jika kebijakan-kebijakan di sektor kelautan yang diambil pemerintah berbasis kajian riset dan ilmu pengetahuan.
“Jadi kebijakan yang diambil itu harus ada dasar kajian ilmunya,” ujar Prof. JJ.
Ia mencontohkan kasus penambangan pasir laut yang lagi ramai lagi saat ini, hendaknya sebelum dikelaurkan kebijakannya dibuatkan dulu kajian.
“Buat dulu Pokja Nasional Pasir Laut misalnya,” tandas Rektor Unhas.
Selain menghadirkan tiga rektor, simposium nasional ke-10 dan internasional ke-6 ini juga menghadirkan sekitar 280 pemateri dari berbagai universitas di Indonesia, Malaysia, Korea, Sudan dan Inggris.
Pembicara kunci berasal dari Belanda, Jepang, Amerika, Malaysia, dan Korea.
Selain akademisi dan peneliti, sejumlah pembicara yang hadir dari berbagai negara tersebut juga berasal dari stakeholders di bidang kelautan dan perikanan, seperti birokrat, swasta/pengusaha, dan LSM. (*/rs)