KABARIKA.ID, MAKKAH – Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) terus mematangkan konsep terbaik dalam penyelenggaraan ibadah bagi jamaah haji Indonesia yang sudah lanjut usia (Lansia), khususnya saat fase puncak haji, wukuf di Arafah–Muzdalifa–Mina (Armuzna).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut Direktur Bina Haji, Arsad Hidayat ada tiga skema yang dirumuskan dan sudah mulai didiskusikan, serta disosialisasikan kepada para pengurus Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU).

Arsad menambahkan, KBIHU memiliki posisi strategis dalam ikut memberikan pemahaman kepada jamaah haji, termasuk jamaah Lansia, terkait skema penyelenggaraan puncak haji.

KBIHU pada umumnya memilki banyak jamaah dan esan dari para ustad di KBIHU juga didengar dan diikuti jamaahnya.

“Menjelang puncak haji di Arafah–Muzdalifah–Mina atau Armina, kita telah siapkan tiga skema penyelenggaraan ibadah, khususnya bagi jamaah haji Lansia,” tegas Arsad usai melakukan sosialisasi dengan para pengurus KBIHU di Makkah, Selasa (20/06/2023).

Direktur Bina Haji Kemenag, Arsad Hidayat. (Foto: Kemenag)

Skema pertama, disiapkan bagi jamaah Lansia yang meninggal dunia setelah di embarkasi, saat di pesawat, atau di tanah suci, serta jamaah Lansia yang memiliki ketergantungan pada alat dan obat sehingga tidak bisa dimobilisasi. Jamaah yang masuk dalam kategori ini, akan dibadalhajikan.

Berdasarkan data Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat), sampai saat ini tercatat 99 jamaah haji Indonesia yang meninggal di pesawat, Jeddah, Madinah, dan di Makkah.

“Jadi, nantinya akan ada orang yang membadalkan hajinya,” jelas Arsad.

Skema kedua, disiapkan bagi jamaah haji yang sakit dan dirawat, baik di Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKIH) ataupun di RS Arab Saudi, dan masih bisa dimobilisasi. Jemaah dengan kategori ini akan disafariwukufkan.

“Kita akan angkut dengan bus yang sudah dimodifikasi, ada jamaah yang duduk dan baring. Satu dua jam di Arafah kemudian akan kembali ke KKIH atau RS Arab Saudi,” papar Arsad.

Skema ketiga, disiapkan bagi jamaah Lansia yang fisiknya sehat, hanya harus menggunakan kursi roda. Mereka akan tetap dibawa ke Arafah untuk menjalani wukuf seperti jamaah haji normal lainnya.

“Kita sedang mempersiapkan skema dengan pihak Syarikah supaya mereka tidak harus mampir di Muzdalifah. Sebab, Muzdalifah itu kan hamparan pasir. Kalau nanti kursi roda turun di sana akan berat mendorongnya,” tandas Arsad.

PPIH sedang membicarakannya dengan Syarikah. “Sedang dibahas bersama Syarikah, skema agar mereka dapat diberangkatkan dari Arafah langsung ke Mina menjelang tengah malam, sehingga saat mereka lewat di Muzdalifah sudah tengah malam. Mereka mabit lahdzatan atau sebentar di Muzdalifah. Adapun ibadah lontar jumrahnya selama di Mina, agar diwakilkan kepada jamaah yang sehat,” lanjut Arsyad.

Arsad juga mempersilakan kepada para jamaah yang akan mengambil inisiatif untuk tidak menginap di tenda Mina, tapi kembali ke hotel. Namun, ia mengingatkan bahwa tidak ada layanan katering di hotel.

Sebab, katering yang disiapkan pihak muassasah hanya diperuntukkan bagi jemaah yang menginap di Mina.

“Jadi, jamaah yang mengambil pilihan untuk pulang ke hotel pada fase mabit di Mina, mereka harus mencari makan sendiri,” tegas Arsyad.

Arsad menambahkan, Forum Komunikasi KBIHU telah menandatangani komitmen layanan haji ramah Lansia pada 10 Mei 2023 yang lalu.

Mereka menegaskan akan mendukung program haji ramah Lansia yang saat ini digagas pemerintah. Mereka siap memberikan kemudahan-kemudahan bagi jamaah hajinya, termasuk memberikan fasilitasi para jamaah dalam menunaikan ibadah hajinya.

“Terpenting, KBIHU juga berkomitmen untuk meniadakan aktivitas ibadah sunah bagi jamaah yang kondisi fisiknya tidak memungkinkan. Bagi mereka cukup umrah wajib, lalu istirahat, mempersiapkan diri untuk pelaksanaan wukuf. Saya kira itu jauh lebih baik dan positif bagi jamaah haji,” tandas Arsyad. (rus)