KABARIKA.ID, MAKASSAR – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden RRT Xi Jinping dalam pertemuan bilateral di Chengdu, China, Kamis (27/07/2023) membahas beberapa kerja sama yang meliputi penguatan perdagangan, investasi, kerja sama kesehatan, kerja sama pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), hingga kerja sama riset dan teknologi.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menjelaskan jalannya pertemuan kedua pemimpin dalam konferensi pers virtual Kamis malam.
Ia mengatakan kedua negara menginginkan penguatan kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan, termasuk kerja sama yang selalu memperhatikan dampak lingkungan dan mempertimbangkan pemakaian tenaga kerja lokal.
Pada kesempatan tersebut, Presiden Jokowi, kata Retno mengapresiasi penyelesaian protokol impor sejumlah produk antara Indonesia dan China.
“Dalam pertemuan, Bapak Presiden meminta akses pasar yang lebih banyak di China bagi produk-produk Indonesia. Presiden menyambut baik penandatangan protokol impor, impor dalam hal ini adalah impor China dari Indonesia untuk tepung porang dan bubuk tabasheer. Mendorong pembaharuan peningkatan kuota impor sarang burung walet, serta penyelesaian protokol impor produk hasil laut Indonesia,” papar Retno.
Menurutnya, ini akan semakin memperkuat hubungan dagang antarkedua negara, mengingat China sendiri merupakan mitra dagang terbesar Indonesia dengan nilai perdagangan tahun lalu yang mencapai lebih dari 133 miliar Dolar AS.
Neraca pedagangan Indonesia-China juga semakin seimbang, dan surplus untuk tahun ini.
Presiden Jokowi, lanjut Retno, mengklaim bahwa minat para investor dari China ke Indonesia cukup tinggi. Dengan nilai investasi sebesar 8,2 miliar Dolar AS, China merupakan investor kedua terbesar di Indonesia.
“Meski angkanya sudah besar, namun kita lihat potensi masih besar, dan sangat potensial untuk ditingkatkan lebih jauh lagi. Berbagai sektor investasi yang berpotensi di antaranya energi hijau, fiber glass, kesehatan dan petrokimia. Presiden juga mengundang investasi China dalam pembangunan IKN,” ujar Retno.
Dalam bidang kesehatan, kedua pemimpin negara juga mendorong penguatan kerja sama pembuatan vaksin genomik dan bioteknologi, untuk menghadapi kemungkinan adanya pandemi baru di masa depan.
“Selain itu, Pak Menkes juga melakukan pertemuan dengan lebih dari 30 pebisnis di bidang kesehatan. Sekaligus memfasilitasi match making antarbisnis dalam Indonesia-China Healthcare and bio tech investment forum. Pertemuan Pak Menkes, menghasilkan sembilan MoU sektor swasta, antara lain terkait transfer teknologi produksi vaksin, termausk halal vaksin, kemudian produksi alat diagnostic dan manajemen sistem informasi kesehatan,” kata Retno.
Isu Regional dan Global
Dalam pertemuan bilateral kali ini, Presiden Jokowi dan Presiden Xi Jinping juga membahas isu regional dan global.
“Bapak Presiden menegaskan semua negara harus menjaga perdamaian, stabilitas dan kemakmuran kawasan. Presiden menyampaikan bahwa rivalitas antara major power harus dikelola agar tidak menimbulkan konflik yang merugikan kawasan,” tutur Retno.
Presiden Jokowi juga mengapresiasi dimulainya kembali komunikasi antara RRT dan Amerika Serikat, serta menyambut baik penyelesaian panduan percepatan negosiasi code of conduct di Laut China Selatan.
“Terkait ASEAN, Bapak Presiden meminta dukungan RRT untuk implementasi konkret ASEAN Outlook on the Indo-Pacific termasuk partisipasi BUMN dan sektor swasta RRT dalam ASEAN Indo-Pacific Forum yang akan diselenggarakan September mendatang di Jakarta. Bapak Presiden juga menyampaikan, agar RRT dapat memberikan dukungan untuk kesuksesan pelaksanaan East Asia Summit yang akan dilaksanakan pada September,” jelas Retno.
Selain itu, Presiden Jokowi juga mengajak RRT untuk turut bekerja sama memperjuangkan kepentingan negara berkembang di bidang suistanable tropical forestery and climate action.
Peningkatan Kerja Sama Ekonomi di Era Jokowi
Direktur Studi China-Indonesia CELIOS Zulfikar Rakhmat mengatakan, hubungan perekonomian antara kedua negara memang meningkat di era kepemimpinan Jokowi.
Dalam hal investasi, meskipun China merupakan investor ketiga terbesar di Indonesia, namun investor dari negeri tirai bambu itu selalu ikut berperan dalam berbagai proyek strategis nasional (PSN), salah satunya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Menurutnya, ada beberapa faktor yang menyebabkan pemerintah cenderung meningkatkan kerja sama perekonomian dan investasi dengan China. Salah satunya adalah karena investor China cenderung lebih mudah untuk diajak bekerja sama dibandingkan dari negara lain.
“Kalau kita bandingkan China dengan investor lain, ini cenderung lebih mudah dalam tanda kutip. Kalau, misalnya, kita bandingkan dengan investor Jepang, atau investor dari barat, kalau mau investasi apa yang dilihat? environment, social, dan governance (ESG), mementingkan dampak lingkungan, labor force harus bagaimana, dan sebagainya. Sedangkan China tidak mengurus urusan begitu, yang penting uang ada, yang penting project jalan. Bagi pemerintah sendiri yang butuh semuanya serba cepat akhirnya ini diterima dengan tangan terbuka,” ungkap Zulfikar.
Zulfikar mengingatkan, dengan berbagai masalah yang ditimbulkan dalam investasi dengan RRT pemerintah harus lebih berhati-hati jika ingin memperkuat kerja sama perekonomian maupun investasi. Jangan sampai proyek yang ada terbengkalai, atau bahkan tidak selesai. (rus)