KABARIKA.ID, NEW YORK – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merilis laporan pertamanya mengenai dampak buruk tekanan darah tinggi atau hipertensi secara global. Dalam laporan tersebut juga disertakan rekomendasi mengenai cara memenangkan perlombaan dalam melawan penyakit pembunuh diam-diam ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Laporan yang dirilis di Markas PBB, New York, pada Senin (19/09/2023) itu, menunjukkan sekitar empat dari lima penderita hipertensi tidak mendapatkan layanan pengobatan yang memadai. Namun, jika negara-negara dapat meningkatkan cakupannya, 76 juta kematian dapat dicegah antara tahun 2023 dan 2050.
“Hipertensi mempengaruhi satu dari tiga orang dewasa di seluruh dunia. Kondisi umum dan mematikan ini menyebabkan stroke, serangan jantung, gagal jantung, kerusakan ginjal dan banyak masalah kesehatan lainnya,” tulis WHO dalam laporannya.
Laporan diluncurkan pada Sesi ke-78 Majelis Umum PBB yang membahas kemajuan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Di dalamnya membahas target kesehatan terkait kesiapsiagaan dan respons terhadap pandemi, mengakhiri TBC, dan mencapai Cakupan Kesehatan Universal.
Menurut WHO, jumlah penderita hipertensi (tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih tinggi atau mengonsumsi obat hipertensi) mengalami peningkatan dua kali lipat antara tahun 1990 dan 2019, dari 650 juta menjadi 1,3 miliar.
“Hampir separuh penderita hipertensi di seluruh dunia saat ini tidak menyadari kondisinya,” kata laporan WHO.
Lebih dari tiga perempat orang dewasa penderita hipertensi tinggal di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah.
WHO memperingatkan bahwa perubahan gaya hidup, seperti memakan makanan yang lebih sehat, berhenti merokok, dan menjadi lebih aktif berolahraga dapat membantu menurunkan tekanan darah.
Menurut WHO, pencegahan, deteksi dini, dan pengelolaan hipertensi yang efektif merupakan intervensi paling hemat biaya dalam layanan kesehatan. Hal ini harus diprioritaskan oleh semua negara sebagai bagian paket manfaat kesehatan nasional di tingkat layanan primer.
“Hipertensi dapat dikontrol secara efektif dengan pengobatan yang sederhana dan berbiaya rendah. Namun, hanya sekitar satu dari lima penderita hipertensi yang dapat mengendalikannya,” kata Direktur Jenderal WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Menurut Ghebreyesus, program pengendalian hipertensi masih terbengkalai, kurang diprioritaskan, dan sangat kekurangan dana.
Memperkuat pengendalian hipertensi harus menjadi bagian dari perjalanan setiap negara menuju cakupan kesehatan universal, berdasarkan sistem kesehatan yang berfungsi dengan baik, adil dan tangguh, yang dibangun di atas landasan layanan kesehatan primer,” tandas Ghebreyesus.
Data WHO tahun 2019 menunjukkan, sebanyak 51,3 juta masyarakat Indonesia usia 30-79 tahun menderita hipertensi. Untuk mencapai tingkat hipertensi terkontrol 50 persen, sebanyak 23,4 juta masyarakat Indonesia harus mendapatkan layanan pengobatan yang efektif. (*/rus)