KABARIKA.ID, MAKASSAR – Universitas Hasanuddin (Unhas) mengelar rapat paripurna Senat Akademik terbatas dalam rangka upacara penerimaan tiga jabatan profesor dari tiga fakultas yang berbeda, Selasa (26/09/2023) di Ruang Senat Akademik Unhas, Gedung Rektorat Lantai 2, Kampus Unhas Tamalanrea, Makassar.
Upacara pengukuhan dihadiri oleh Rektor Unhas Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc., Ketua, Sekretaris, dan Anggota Majelis Wali Amanat, para anggota Senat Akademik, Dewan Profesor Unhas, keluarga besar dari ketiga profesor yang dikukuhkan serta tamu undangan.
Ketiga profesor yang baru dikukuhkan adalah:
1. Prof. Dr. Abd Hamid Paddu, MA, guru besar dalam bidang Ilmu Ekonomi Keuangan Negara/Publik Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Ia dikukuhkan sebagai guru besar ke- 482.
2. Prof. Dr. Muhlis Hadrawi, S.S., M.Hum, guru besar dalam bidang Filologi Departemen Sastra Daerah, Fakultas Ilmu Budaya. Ia dikukuhkan sebagai guru besar ke-483.
3. Prof. Dr. Hasbir Paserangi, S.H., M.H., guru besar dalam Bidang Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Fakultas Hukum. Ia merupakan guru besar ke-484.
Rektor Unhas Prof. JJ dalam sambutannya mengatakan, pengukuhan ketiga profesor dengan interdisiplin ini menjadi motivasi serta penambah wawasan ilmu pengetahuan bagi civitas academica Unhas melalui penyampaian judul pidato penelitian yang dipaparkan.
“Ini merupakan pencapaian dan bagian dari kontribusi pemikiran akademis pada bidangnya masing-masing, melalui hasil rekomendasi yang diberikan. Jadilah contoh yang baik, sehingga Unhas akan terus melaju menjadi universitas kebanggaan untuk mendorong kemajuan Unhas,” jelas Prof. JJ.
Sebelumnya, guru besar telah menyampaikan pidato penerimaan yang mengulas bidang keahliannya.
Prof. Dr. Abd Hamid Paddu, MA, menyampaikan pidato pengukuhannya yang berjudul “Peta Arah Desentralisasi Fisikal di Indonesia, Pembangunan dan Kesetaraan Wilayah”. Penelitian tersebut menyangkut masalah yang dihadapi warga bangsa, bahkan kepentingan daerah, yakni mengenai pengelolaan keuangan negara dengan sistem desentralisasi (desentralisasi fiskal) di tengah gelombang perubahan (era digital) yang sangat sensitif, dengan percepatan perubahan yang sering disebut era FUCA (Fulnarability, Uncertainty, Complexity dan Ambigu) dan era Goverment 4.0.
Desentralisasi fiskal adalah instrumen atau alat, bukan suatu tujuan yang digunakan oleh pemerintah dalam mengelola pembangunan (keuangan) guna mendorong perekonomian daerah maupun nasional.
Melalui mekanisme hubungan keuangan yang lebih baik diharapkan tercipta kemudahan-kemudahan dalam pelaksanaan pembangunan di daerah, sehingga akan berimbas kepada kondisi perekonomian yang lebih baik.
“Dengan membuat keseimbangan kekuatan fiskal-budget keuangan yang lebih baik, dan akan sejajar dengan perbaikan keadilan antardaerah, pemerintah, dan antar- masyarakat. Solusi yang lebih baik, perkuat kapasitas fiskal daerah dan dengan memperbaiki need yang sudah berkembang menjadi want (quality) di masyarakat. Dampak desentralisasi fiskal terhadap pemerataan pembangunan akan memberi rasa aman dan risiko dari keretakan NKRI,” jelas Prof. Abd Hamid.
Prof. Dr. Muhlis Hadrawi, S.S., M.Hum, menyampaikan pidato pengukuhan yang berjudul, “Mengungkapkan Suppa’ sebagai Negeri Maritim Awal di Pesisir Barat Sulawesi Selatan dalam Konteks Jejaring Pelayaran Nusantara: Kajian Berdasarkan Naskah Lontara”.
Suppa’ merupakan salah satu toponimi pesisir yang berada di garis pantai barat Sulawesi Selatan. Salah satu hal yang penting diketahui terhadap Suppa’ yakni dipastikan sudah wujud sebagai kerajaan pada abad ke-15 sekaligus telah membentuk jaringan pelayaran dan perdagangan dengan negeri-negeri penting di Semenanjung Tanah Melayu, terutama Malaka.
Narasi Suppa’ dalam lontara diperkuat oleh riset arkeologi pada enam situs di pusat kerajaan Suppa’ masa lampau. Data arkeologi menunjukkan bahwa Suppa’ memang sudah menjadi pelabuhan utama di Ajattappareng sejak abad ke-13.
“Kearifan penguasa Suppa’ mengenai struktur laut pada masa lampau memberi kesan yang istimewa. Hal itu ditunjukkan dengan pilihannya yang tepat terhadap Lawaramparang dan Soreang sebagai pelabuhan kembar. Sudah pasti pilihan itu didasari oleh pengetahuan topografi laut yang istimewa,” jelas Prof. Muhlis.
Prof. Dr. Hasbir Paserangi, S.H., M.H., menyampaikan pidato pengukuhan berjudul, “Mendorong Peningkatan Kesejahteraan Petani Melalui Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Indikasi Geografis”. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki posisi geografis yang sangat strategis serta kekayaan alam dan kebudayaan yang sangat beragam.
Keberagaman tersebut kemudian menghasilkan berbagai macam produk yang memiliki potensi ekonomi yang tidak kecil dan memerlukan suatu jaminan hukum sebagai aset nasional, terutama dalam kaitannya dengan Perlindungan Hukum dengan hukum Kekayaan Intelektual (HKI).
“Sebagai negara agraris, khususnya di Sulawesi Selatan, begitu banyak produk-produk hasil pertanian dan kerajinan tangan yang perlu mendapatkan perlindungan hukum kekayaan intelektual yang memiliki nilai ekonomi cukup besar dan pangsa pasar yang luas,” jelas Prof. Hasbir.
Menurut Prof Hasbir, beberapa rekomendasi faktor yang dapat berpengaruh terhadap potensi sumber daya alam yang dianugerahkan Tuhan kepada bangsa ini agar dapat tereksplorasi dengan baik dan berpotensi untuk diberikan perlindungan HKI, yaitu melalui:
1. Sosialisasi tentang HKI dan urgensi HKI dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat,
2. Inventarisasi seluruh potensi produk, dan
3. Komitmen dan kerja sama yang kuat antara pemerintah, masyarakat (petani), dan pelaku usaha. (*/rus)