Oleh Khusnul Yaqin
(Guru Besar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

 

IMAM Ali bin Abu Thalib pernah berujar bahwa semua yang ada di dalam Al Qur’an termuat di dalam surat Al Fatihah. Semua yang ada dalam surat Al Fatihah terkandung di dalam bismillah. Semua yang ada di dalam bismillah terkandung di dalam huruf ba’ (ب).  Semua yang ada di dalam huruf ba’ terkandung di dalam titiknya, dan akulah titik itu.

Kandungan hadist ini selaras dengan atau menjelaskan hadist yang lain yang sangat terkenal, misalnya saya adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya. Ali as mempunyai posisi khusus dalam Al Qur’an, karena beliau disebut oleh Al Qur’an (surat al Ahzab ayat 33) sebagai salah satu manusia yang disucikan sesuci-sucinya.

Masyarakat Jawa adalah salah satu masyarakat nusantara yang mempunyai kebudayaan dan peradaban yang luhur jauh sebelum kedatangan agama Hindu, Budha, Islam dan yang lainnya. Mereka mempunyai agama yang bercorak monoteis yang disebut oleh sejarahwan dengan nama Kapitayan.

Setelah Islam masuk ke nusantara yang sebagiannya dibawa oleh rohaniawan pengikut tradisi alawi, masyarakat Jawa mengaksentuasi tradisi alawi dalam bentuk simbol-simbol kebudayaan yang elegan.

Sebagai contoh adalah bagaimana masyarakat Jawa menyimpan kenangan terhadap tragedi duka nestapa keluarga Nabi SAW atas pembantaian Imam Husain as. Setelah mengadopsi kalender Arab, mereka mengubah nama bulan Muharram dengan nama Suro.

Muharram adalah kosa kata yang sulit diucapkan oleh lidah manusia Jawa. Sebagai gantinya mereka memilih nama yang mudah diucapkan, tetapi tidak menghilangkan makna yang terkandung dalam bulan Muharram, bahkan menguatkan ingatan manusia terhadap tragedi nubuwah di bulan itu.

Maka dipilihlah kata Suro, berasal dari kata asyuro, yaitu hari kesepuluh bulan Muharram yang mana pada hari itu Imam Husain dan pejuang Karbala dibantai secara tragis.

Contoh lainnya adalah kewajiban mencintai Ali yang menjadi poros ajaran Islam setelah mencintai Rasul SAW, sebagaimana yang termaktub dalam Al Qur’an dan hadis lain. Syekhul Islam Ibn Arabi menyebutkan bahwa agar kita dapat mengembangkan daya mukasyafah kita, kita harus menjadikan al ilm al husuli menjadi al ilm al hudhuri.

Artinya ilmu yang kita pelajari secara empiris dan rasional itu harus kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga menjadi gerbang mukasyafah untuk mencapai jiwa yang mutmainnah.

Masyarakat Jawa mengonstruksi perilaku dan ajaran-ajarannya, salah satunya melalui simbolitas. Simbol oleh masyarakat Jawa diyakini mempunyai daya magis yang esoterik.

Agar ajaran mencintai Ali as itu melekat bahkan membentuk jiwa mutmainnah mereka, manusia Jawa mengonstruksinya dalam pakaian yang dipakai sehari-sehari. Pakaian itu disebut “Batik”. Batik artinya titik pada huruf ba’ yaitu Ali as. Yang lainnya menyebut bahwa batik itu nambah titik. Oleh karena itu, batik bermakna proses menambah titik kecintaan kepada Ali dalam jiwa.

Baju atau sandang itu adalah simbol kehormatan. Dengan berpakaian batik, orang Jawa berharap kehormatan yang melekat dalam sandangnya adalah kehormatan mencintai Ali as (titik huruf ba’). Semakin banyak konfigurasi gambar (nambah titik) yang merupakan kumpulan titik-titik kecintaan kepada Ali, maka semakin banyaklah atau semakin lekatlah kecintaan mereka kepada Ali amirul mukminin.

Selamat hari batik, selamat memcintai Ali as.

————-
Artikel (opini) yang dimuat di sini mencerminkan pandangan pribadi penulisnya.