KABARIKA.ID, MAKASSAR – Departemen Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas, melaksanakan pengabdian kepada masyarakat di Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene, dengan melibatkan dosen serta mahasiswa S1 dan S2 Ilmu Kelautan Unhas, Minggu (29/10/2023).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kegiatan ini dihadiri sekitar 50 orang nelayan dari Kecamatan Banggae.

Kegiatan ini dibuka oleh Ketua Departemen Ilmu Kelautan Unhas, Dr. Khairul Amri, ST., M.Si.

Dalam sambutannya Khairul mengatakan pengabdian masyarakat ini merupakan kegiatan rutin dosen Ilmu Kelautan, dilaksanakan di daerah pesisir atau pulau-pulau di Selat Makassar dan sekitarnya.

“Khusus untuk di Kecamatan Banggae Majene ini, materi penyuluhan yang akan disampaikan sebelumnya telah disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi masyarakat lokal, seperti tentang rumpon, sampah plastik, mitigasi menghadapi dampak kenaikan muka air laut, dan peluang budi daya kepiting yang dapat dilakukan juga oleh nelayan selain menangkap ikan di laut,” ujar Khairul Amri.

Masyarakat nelayan yang menjadi sasaran kegiatan menyimak uraian materi dari para narasumber pada pengabdian kepada masyarakat oleh Departemen Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas, di Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene, Minggu (29/10/2023). (Foto: Humas Unhas)

Sementara itu, anggota DPRD Kota Majene Abdul Wahab, S.H., M.M. yang mewakili tokoh masyarakat setempat, mengharapkan agar Ilmu Kelautan Unhas berkenan melakukan pengabdian secara rutin di Kota Majene.

“Masyarakat di sini dominan nelayan penangkap ikan pelagis, seperti tuna dan cakalang, sehingga sangat cocok dijadikan sebagai lokasi pengabdian oleh Ilmu Kelautan Unhas. Bahkan kalau memungkinkan, kami bersedia dijadikan lokasi binaan,” harap Abdul Wahab.

Usai pembukaan dilanjutkan dengan pemaparan materi dari empat narasumber.

Dr. Mahfud Palo, M.Si tampil sebagai pembicara pertama yang membahas tentang teknik penempatan dan pengelolaan rumpon laut dalam di wilayah penangkapan perikanan (WPP) 713.

Menutur Mahfud, ada pemasalahan tentang rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan, karena sekarang dibatai izinnya oleh pemerintah dalam WPP 713.

“Hanya 91 unit dalam luas wilayah perairan laut dari Tolitoli, Selat Makassar, Teluk Bone hingga perairan NTB bagian utara. Jumlah ini tentu sangat sedikit, tidak sesuai dengan cakupan wilayah dan kebutuhan nelayan,” papar dosen penangkapan ikan Unhas ini.

Terkait dengan perubahan iklim, Dr. Rijal Idrus, M.Sc menyajikan materi dengan lebih banyak menekankan pada perlunya adaptasi nelayan yang sebaiknya dilakukan mulai saat ini.

“Salah satu contoh dampak perubahan iklim adalah kenaikan muka air laut yang bisa saja menenggelamkan pulau dan rumah-rumah nelayan di pesisir, seperti di pesisir Majene ini,” ujar Rijal.

Selanjutnya, Dr. Farid Samawi, M.Si menjelaskan tentang bahaya pencemaran plastik di laut, baik terhadap lingkungan maupun pada biota laut secara langsung.

“Masyarakat tidak boleh membuang sampah lagi di pekarangan yang akhirnya ke laut. Apalagi jaring yang bisa saja menjerat berbagai jenis ikan dan penyu yang merupakan biota laut dilindungi,” jelas Farid.

Materi terakhir disajikan oleh Prof. Dr. Yusri Karim, M.Si. mengenai peluang budi daya kepiting bakau bagi masyarakat nelayan.

“Tidak semua waktu itu bisa dimanfaatkan nelayan untuk melaut. Musim badai dan gelombang pasti tidak bisa melaut. Karena itu perlu dilakukan juga budi daya, khususnya kepiting lunak yang bisa dijadikan alternatif pendapatan saat musim gelombang,” kata Yusri. (*/rs)