Oleh Shamsi Ali

 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

PADA tanggal 11 November 2023 telah dilangsungkan pertemuan darurat tingkat tinggi OKI (Organisasi Kerja Sama Islam) menyikapi genosida yang terjadi di Gaza saat ini. Pada pertemuan itu, juga sekaligus disatukan dengan pertemuan darurat tingkat tinggi Liga Arab (Persekutuan Negara-negara Arab).

Beberapa kepala negara/pemerintahan Islam dan Arab hadir, antara lain Pangeran Muhammad bin Salman (tuan rumah), Tayyip Erdogan, Anwar Ibrahim, dan tentunya juga Presiden Jokowi.

Sebelum meninggalkan Indonesia, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa dia akan mewakili OKI untuk bertemu Joe Biden, Presiden Amerika, untuk menyampaikan pesan kepada Presiden Amerika agar menekan Israel untuk menghentikan perang kepada penduduk Gaza.

Bahkan diakui bahwa Presiden Jokowi akan menyampaikan hasil KTT OKI dan Liga Arab itu. Walaupun dalam pidatonya Jokowi meminta izin akan menyampaikan ke Biden keputusan KTT, namun dalam statemen OKI mandat itu tidak disebutkan secara khusus.

Jokowi sendiri dalam pidato yang disebutnya empat usulan kongkret, menyampaikan hal-hal berikut:

Satu, agar segera dilakukan gencatan senjata. Dan menyebut alasan Israel menyerang Gaza sebagai self defense adalah keliru. Justeru serangan Israel ini disebutnya sebagai collective punishment.

Dua, segera mengirimkan bantuan kemanusiaan untuk menyelamatkan warga Gaza dari katastrofi ini. Indonesia telah mengirimkan bantuan dan masih akan menambah.

Tiga, agar dilakukan langkah-langkah serius menindak lanjuti kemungkinan kejahatan perang Israel melalui pengadilan kejahatan perang internasional, dan lain-lain.

Empat, agar OKI mengusulkan kelanjutan pembicaraan damai (peace talks) menuju kepada solusi dua negara (two states solution). Jika “tripartite” gagal, maka harusnya OKI terlibat dalam proses dan Indonesia mengusulkan diri menjadi bagian dari proses itu.

Sesungguhnya apa yang disampaikan oleh Presiden Jokowi itu bukan sesuatu yang baru, dan bukan juga merupakan hal-hal kongkret. Seruan gencatan senjata itu telah disampaikan oleh semua negara, bahkan hari-hari terakhir ini juga datang dari Amerika sendiri. Demikian juga seruan bantuan kemanusiaan. Bahkan seruan agar pembantaian kaum sipil Gaza diproses di pengadilan kejahatan perang internasional.

Demikian pula seruan duduk di meja perundingan untuk solusi dua negara (two states solution) merupakan lagu lama yang sudah terasa membosankan.

Sebagai putra bangsa, saya sebenarnya berharap pemerintah Indonesia bisa memperlihatkan ketegasan yang lebih dengan ide-ide yang lebih tegas dan konkret. Tentu selain untuk menjadi motivasi bagi Palestina juga akan menambah kharisma Indonesia di gelanggang dunia global. Bahwa Indonesia sebagai negara besar baik secara geografis maupun populasi, negara demokrasi ketiga, dan yang terpenting negara dengan penduduk Muslim terbesar dunia mampu tampil dengan sikap tegas dan konkret.

Berikut saya sampaikan pernyataan imajinatif (imaginative statement) yang bisa disampaikan Indonesia di forum KTT darurat OKI itu.

Satu, mendesak negara-negara OKI dan dunia internasional segera memutuskan segala bentuk hubungan dengan Israel hingga menghentikan serangan ke Gaza. Statement ini memperkuat posisi Indonesia yang menolak hubungan dengan Israel selama Palestina belum merdeka.

Dua, mendesak negara-negara anggota OKI untuk membentuk join military operation, yang dipersiapkan untuk melakukan intervensi jika dalam waktu tertentu yang diberikan kepada Israel untuk menghentikan kejahatan itu tidak dihiraukan.

Tiga, mendesak negara-negara OKI dan dunia internaisonal untuk menetapkan Benjamin Natanyahu dan pemerintahannya sebagai penjahat perang dan mengeluarkan perintah penangkapan di negara masing-masing.

Empat, mendesak pemerintahan Abbas untuk segera melakukan rekonsiliasi dengan semua faksi Palestina, termasuk Hamas. Meminta Qatar atau Turkiye (termasuk Iran) untuk menjadi fasilitator yang dapat diterima oleh semua faksi Palestina.

Lima, kiranya OKI dapat membentuk tim perumus kemerdekaan Palestina dengan Jerusalem Timur sebagai ibu kota, merujuk kepada persetujuan 1967. Tim perumus ini akan secara serius merancang langkah-langkah konkret bagi pembentukan dan kemerdekaan negara Palestina. Panitia perumus kemerdekaan ini selanjutnya menjadi bagian dari peace talk bagi proses pembentukan two states solution.

Lima, agar OKI mendesak semua pihak untuk kembali ke meja perundingan dengan pembicaraan serius memerdekakan negara Palestina. Tri-partite (Palestina, Israel dan Amerika) hendaknya diperluas menjadi Group Four dengan memasukkan tim perumus kemerdekaan Palestina dari OKI tadi menjadi bagian dari pembicaraan itu.

Usulan-usulan ini dengan sendirinya akan berdampak secara immediate untuk menghentikan perang (ceasefire) dan memperluas bantuan kemanusiaan (humanitarian assistance). Tapi sekaligus dapat menjadi jalan menuju kepada solusi permanen jangka panjang (pembentukan dan kemerdekaan Palestina).

Usulan-usulan ini hanya imajinasi saya pribadi. Imajinasi ini terdorong oleh realita penderitaan panjang bangsa Palestina. Sekaligus didorong keinginan melihat Indonesia lebih proaktif dalam memainkan peranan globalnya untuk mewujudkan ketertiban dan perdamaian dunia sebagaimana yang diamanahkan oleh UUD 1945.

Tapi namanya juga imajinasi, mungkin juga hanya mimpi. Tapi minimal saya bermimpi, karena itu indikasi kehidupan. Yang saya khawatirkan adalah ketika bermimpi pun kita menjadi lemah. Karena sesungguhnya itulah kematian. Wal’iyadzu billah!

(Catatan Putra Kajang di Ujung Dunia)