KABARIKA.ID, MAKASSAR–Pa’piong, keunikan namanya seunik rupanya.
Kuliner nusantara warisan leluhur ini memang tak sepopuler coto Makassar atau Sop konro.
Namun rasanya dijamin tak kalah lezat dengan dua kuliner populer khas Sulawesi Selatan tersebut.
Pa’piong adalah kuliner khas Toraja yang dibuat dari bahan alami seperti daun miana (Coleus blumei) dicampur dengan daging babi, atau ayam kampung atau ikan mas.
Daging di dalamnya dicacah tidak sampai halus kemudian dicampur dengan parutan kelapa yang menguning karena bumbu.
Bumbu yang digunakan antara lain rajangan bawang merah dan bawang putih, garam, potongan jahe, dan batang serai untuk menghilangkan bau amis.
Setelah dibungkus daun miana, pa’piong dimasukkan ke dalam batang bambu dan dibakar.
Dari penampilan luarnya, pa’piong serupa dengan pepes yang dibungkus daun pisang.
Perbedaannya, olahan cacahan daging dan jeroan babi atau ikan atau juga ayam ini dibakar di atas perapian kayu dalam wadah bambu.
Salah satu keunikan pa’piong memang terletak pada cara pengolahannya yang menggunakan bambu.
Pa’piong dimasak dalam ruas-ruas bambu dengan tungku tradisional dan arang. Bambu sengaja didatangkan dari kampung-kampung di Toraja.
Satu ruas bambu berdiameter lebih kurang 10 sentimeter ini bisa menjadi wadah bagi 8-10 bungkus pa’piong.
Bambu berisi pa’piong kemudian dibakar selama 1,5 jam hingga seluruh bagian permukaan bambu gosong menghitam.
Dengan sekali tusukan pisau pada bambu, seluruh lemak cair segera keluar sehingga diperoleh rasa daging yang kering, kesat, dan gurih.
Rasa gurih daging berpadu dengan rasa asam-asam yang tercipta dari campuran bumbu daun miana.
Penampilan daun miana ini mirip dengan lalapan popohan yang banyak dijumpai di Jawa Barat, tetapi terasa pahit jika dimakan mentah-mentah.
Meski masakan ini aslinya berbahan dasar daging babi, namun bisa diganti dengan daging ayam, ikan atau daging sapi.