KABARIKA.ID, MAKASSAR – Sesuai tradisi akademik di perguruan tinggi, sebelum resmi menyandang gelar profesor, maka setiap guru besar harus menyampaikan pidato pengukuhan atau pidato penerimaan jabatan profesor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tiga profesor Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan yang dikukuhkan hari ini, Selasa (26/03/2024), sebelumnya telah menyampaikan pidato penerimaan yang membahas bidang keahliannya masing-masing.
Berikut dedahan inti pidato penerimaan ketiga guru besar tersebut yang merupakan hasil penelitian mereka di bidang keahliannya masing-masing.
Prof. Dr. Ir. Rahmadi Tambaru, M.Si
Prof Rahmadi menyampaikan pidato pengukuhan guru besar dari hasil penelitian dengan judul, “Peran dan Kualitas Fitoplankton di Wilayah Pesisir serta Implikasinya terhadap Perubahan Iklim dan Keamanan Pangan”.
Menurutnya, wilaya pesisir merupakan perairan dengan beragam ekosistem dan sumber daya hayati yang bernilai ekonomi. Namun, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan pembangunan dapat memberikan dampak negatif berupa peningkatan tekanan ekologis dan terjadi perubahan iklim.
Fitoplankton merupakan salah satu sumber daya pesisir yang merasakan dampak dari tekanan antropogenik dan perubahan iklim. Dalam mempertahankan komunitasnya, organisme ini senantiasa melakukan penyesuaian terhadap perubahan lingkungan.
Perubahan iklim global mengacu pada perubahan suhu rata-rata bumi dan pola cuaca, serta iklim secara keseluruhan yang terjadi sebagai hasil dari aktivitas manusia, terutama pelepasan gas rumah kaca.
Perubahan iklim global memiliki dampak signifikan dan merusak lingkungan, ekonomi, kesehatan manusia dan kehidupan hewan.
Fitoplankton berperan dalam siklus karbon global karena menyerap karbon dioksida dari atmosfer selama proses fotosintesis berlangsung.
Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Keamanan Pangan, kualitas perairan pesisir termasuk kualitas fitoplankton harus terjaga agar pangan tetap tersedia dan aman untuk dikonsumsi.
“Fitoplankton merupakan organisme mikroskopis yang merupakan sumber utama bagi makanan berbagai organisme laut, termasuk ikan dan krustea yang merupakan sumber pangan manusia. Fitoplankton berperan penting dalam siklus karbon laut dan pengaturan iklim global,” ujar pria kelahiran Pamboang, 25 Januari 1969 itu.
Prof. Dr. Ir. Khusnul Yaqin, M.Sc
Prof Khusnul menympaikan pidato pengukuhan guru besar dengan memaparkan hasil penelitian berjudul, “Peranan Biomarker dalam Manajemen Sumber Daya Perairan di Era Industri 4.0”.
Secara umum, biomarker adalah salah satu materi yang dikaji dalam bidang ekotoksikologi, yang didefinisikan bahwa setiap pengukuran mencerminkan interaksi antara sistem biologis dan potensi bahaya yang mungkin bersifat kimia, fisik atau biologis.
Biomarker merupakan alat kunci dalam ekotoksikologi akuatik untuk mengukur efek merugikan yang terkait dengan peristiwa kontaminasi. Namun penerapannya sering terhambat oleh kendala keuangan yang meniadakan kemungkinan memiliki akses ke peralatan khusus, barang khusus atau reagen mahal.
Ini terjadi seiring dengan perkembangan studi dan penerapan biomarker, inovasi yang dilakukan lebih mengarah kepada analisis biomarker yang membutuhkan perangkat canggih dan berbiaya mahal.
Padahal, salah satu alasan dalam penggunaan biomarker, baik dalam aktivitas pemantauan, asesmen risiko bahan pencemar dan bioremediasi adalah karena konsep biomarker lebih sederhana dan murah dibandingkan dengan analisis klasik terhadap stresor lingkungan.
“Olehnya itu, studi tentang biomarker terutama yang digunakan dalam aktivitas berkaitan dengan manajemen sumber daya perairan, perlu dikembalikan pada konsep dasarnya yaitu biomarker yang sederhana, yang tidak membutuhkan biaya mahal dan alat yang digunakan tersedia di lab,” tandas Prof. Khusnul.
Di Indonesia, lanjut Prof. Khusnul, penggunaan biomarker untuk kepentingan pemantauan dan asesmen risiko lingkungan masih sangat kurang, terutama biomarker sederhana.
Di samping itu, perkembangan ilmu dan kebutuhan masyarakat dalam IT dan IOT adalah sesuatu yang tidak bisa dihindarkan. Biomarker sederhana dalam penggunaannya perlu diintegrasikan dengan IT dan IOT agar lebih mudah, efektif dan efisien.
Prof. Dr. Ir. Mahfud Polo, M.Si
Dalam pidato pengukuhannya, Prof. Mahfud memaparkan hasil penelitian yang dilakukannya mengenai “Jaringan Insang sebagai Alat Tangkap Ikan Ramah Lingkungan untuk Perikanan Berkelanjutan”.
Jaringan insang merupakan alat pengkap ikan dengan bentuk empat persegi panjang, mempunyai mata jaring sama ukurannya pada seluruh jaring, lebar jaring lebih pendek jika dibandingkan dengan panjangnya.
Di antara alat tangkap yang berbeda, jaring insang dianggap memiliki dampak lingkungan rendah karena interaksi dengan dasar laut sangat minim pada sebagian besar keadaan, seperti jaring insang permukaan.
Selain itu, jaring insang juga menjadi alat tangkap sangat selektif yang menangkap ikan dengan kisaran ukuran sempit sesuai ukuran mata jaring dan target tangkapan.
Prof Mahfud menjelaskan, dalam penerapan Peraturan Pemerintah RI Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur, jaring insang sebagai alat penangkapan ikan mempunyai prospek ke depan yang sangat baik karena selektivitasnya sangat tinggi.
Jaring insang hanya akan menangkap ikan dalam kisaran ukuran tertentu, seperti ukuran ikan yang diinginkan sesuai dengan besarnya ukuran mata jaring yang terpasang saat desain alat tangkap.
“Penangkapan ikan dengan alat tangkap ramah lingkungan merupakan kebutuhan penting dan relevan, dengan demikian penelitian tentang selektivitas jaring insang maupun tingkat keramahan lingkungan secara umum masih sangat diperlukan untuk pemanfaatan potensi sumber daya ikan pelagis maupun ikan demersal secara optimal dan berkelanjutan,” papar Prof Mahfud. (*/mr)