KABARIKA.ID, GOWA – Dalam momentum bulan Syawal 1445 H, puluhan keluarga memperingati Haul dan Khatam Quran Arung Palakka di Kabupaten Gowa Rabu (17/4/2024).
Arung Palakka adalah Sultan Bone era 1672 sampai 1696.
Akademisi Andi Nurhikmah Daeng Cora M.M., Ph.D dan Taufiqquddin Ande,M.Eng., Ph.D bertindak sebagai tuan rumah Khatam Quran Arung Palakka.
Acara haul ini diawali dengan Khataman Qur’an Ba’da subuh sampai dengan pukul 15.30 sore di kediaman Daeng Cora.
Selanjutnya acara dilanjutkan Ziarah ke Makam Yang Mulia Arung Palakka dan Karaeng Pattingngalloang Raja Tallo dan Gowa.
Makam Arung Palakka dan Karaeng Pattingngalloang terletak di Jalan Bontobiraeng Kelurahan Katangka Kabupaten Gowa.
Udztads Ali Musthofa memimpin Haul, zikir dan doa serta ziarah Arung Palakka dan Karaeng Pattingngalloang.
“Kita berharap ke depannya Dzurriyat dan kerabat dapat lebih banyak lagi yang berkumpul dan bersatu dalam doa bersama untuk para leluhur yang berada di Kompleks Makam Arung Palakka dan Karaeng Pattingngalloang,” kata Andi Nurhikmah Daeng Cora.
Haul dan Khotimul Qur’an La Tenri Tatta to Appatunru Daeng Serang ini dihadiri Para Dzurriyat Arung Palakka dan beberapa kerabat dari Bone, Soppeng, Gowa dan masyarakat Bontobiraeng.
Mereka bersama sama berzikir dan berdoa.
Turut hadir Jajaran Polres Gowa yang diwakili oleh Kasat Binmas AKP Abdul Wahab, SH dalam hal ini mewakili Kapolres Gowa.
Adapun tokoh yang hadiri antara lain Ahmad Fauzi Asfar, Ali Musthofa, H. Imam Tauhid, Ahmad Supardi Rahman, Habib Salim Alhinduan.
Selanjutnya ada Udztads dan Habaib dari Kalimantan Timur yaitu Udztads Ali Musthofa. Ahmad Fauzi Asfar, H Imam tauhid, Ahmad Supardi Rahman.
Turut hadir menyambut tamu dan rombongan ziarah dari Kalimantan Ketua Lembaga Adat Karaeng Loe Ri Bajeng Ir Muh Rusli Sumara Daeng NgiRate, Mi.Kom dan Ketua Yayasan Balla Lompoa Bajeng Royal Foundation Balla Lompoa Bajeng Ir Masykur Daeng Sijaya,M.M
Keperkasaan Arung Palakka
Dikutip dari Wikipedia, Arung Palakka (15 September 1634 – 6 April 1696[1]) adalah Sultan Bone yang menjabat pada tahun 1672-1696.
Semasa hidupnya Arung Palakka menjadikan suku Bugis sebagai kekuatan maritim besar dan mendominasi kawasan tersebut selama hampir seabad lamanya.
Arung Palakka La Tenri tatta lahir di Lamatta, Mario-ri Wawo, Soppeng, pada tanggal 15 September 1634 sebagai anak dari pasangan La Pottobune’, Arung Tana Tengnga’e Lompullé Soppeng, dan istrinya, We Tenri Suwi, Datu Mario-ri Wawo, anak dari La Tenri Ruwa Paduka Sri Sultan Adam, Arumpone Bone.
Arung Palakka adalah seorang jagoan yang ditakuti di Batavia. Lelaki gagah berambut panjang dan matanya menyala-nyala ini memiliki nama yang menggetarkan seluruh jagoan dan pendekar di Batavia.
Keperkasaan seakan dititahkan untuk selalu bersemayam bersamanya.
Pria Bugis Bone dengan badik yang sanggup memburai usus ini sudah malang melintang di Batavia sejak tahun 1660-an.
Batavia pada abad ke-17 adalah arena di mana kekerasan seakan dilegalisir demi pencapaian tujuan. Pada masa Gubernur Jenderal Joan Maetsueyker, kekerasan adalah udara yang menjadi napas bagi kelangsungan sistem kolonial.
Kekerasan adalah satu-satunya mekanisme untuk menciptakan ketundukan pada bangsa yang harus dihardik dulu agar taat dan siap menjadi sekrup kecil dari pasang naik kolonialisme Eropa.
Kekerasan itu seakan meneguhkan apa yang dikatakan filsuf Thomas Hobbes bahwa manusia pada dasarnya jahat dan laksana srigala yang saling memangsa sesamanya.
Pada titik inilah Arung Palakka menjadi seorang perkasa bagi sesamanya.
Nama Arung Palakka terdapat pada sebuah Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), berisikan data sejarah tentang Batavia pada masa silam dengan sejarah yang kelam.
Berbagai referensi itu menyimpan sekelumit kisah tentang pria yang patungnya dipahat dan berdiri gagah di tengah Kota Watampone.
Arung Palakka adalah potret keterasingan dan menyimpan magma semangat yang menggebu-gebu untuk penaklukan.
Ia terasing dari bangsanya, suku Bugis Bone yang kebebasannya terpasung.
Namun, ia bebas sebebas merpati yang melesat dan meninggalkan jejak di Batavia.
Ia sang penakluk yang terasing dari bangsanya.
Malang melintang di kota sebesar Batavia, keperkasaannya kian membuncah tatkala ia membangun persekutuan yang menakutkan bersama dua tokoh terasing lainnya yaitu pria Belanda bernama Cornelis Janszoon Speelman dan seorang Ambon yang juga perkasa bernama Kapiten Jonker.
Ketiganya membangun persekutuan rahasia dan memegang kendali atas VOC pada masanya, termasuk monopoli perdagangan emas dan hasil bumi.