KABARIKA.ID, MAKASSAR — Hari Janda Internasional (International Widows’ Day) yang diperingati setiap tahun pada 23 Juni, merupakan hari istimewa yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pengakuan khusus terhadap situasi para janda dari segala usia di seluruh dunia.
Peringatan ini didedikasikan untuk mengatasi kemiskinan dan ketidakadilan yang dihadapi oleh jutaan janda dan tanggungan mereka. Menurut Biro Sensus AS ada lebih dari 13 juta orang yang kehilangan pasangannya di AS dan lebih dari 11 juta di antaranya adalah perempuan.
Berdasarkan laporan Biro Pusat Statistik, sepanjang tahun 2023 ada 463.654 kasus perceraian di Indonesia. Angka ini turun 10,2 persen dibanding tahun sebelumnya yang berjumlah 516.334 kasus.
Pada 2023 Jawa Barat menjadi provinsi dengan kasus perceraian tertinggi di Indonesia, yakni 102.280 kasus atau 22,06 persen dari total kasus perceraian nasional.
Jawa Timur menempati posisi kedua dengan 88.213 kasus perceraian, diikuti Jawa Tengah 76.367 kasus, dan Sumatera Utara 18.269 kasus.
Menurut statistik terkini, ada sekitar 258 juta janda di seluruh dunia. Hampir satu dari k setiap 10 janda hidup dalam kemiskinan ekstrem. Hal ini disebabkan karena banyak janda yang tidak memiliki akses terhadap kredit atau sumber daya ekonomi lainnya, termasuk pekerjaan.
Di seluruh dunia, perempuan mempunyai peluang yang jauh lebih kecil untuk memiliki akses terhadap dana pensiun hari tua dibandingkan laki-laki, sehingga kematian pasangan dapat menyebabkan kemiskinan bagi perempuan yang lebih tua.
Sejarah Hari Janda Internasional
Majelis Umum PBB secara resmi menetapkan tanggal 23 Juni sebagai Hari Janda Internasional pada 21 Desember 2010. Namun, Hari Janda Internasional telah diperingati sejak tahun 2005 oleh Loomba Foundation.
Rajinder Loomba yang merupakan anggota House of Lords di Inggris, mendirikan Loomba Foundation untuk menangani masalah-masalah yang dihadapi perempuan selama menjadi janda di negara-negara berkembang.
Rajinder terinspirasi untuk memulai yayasan ini setelah menyaksikan perjuangan yang harus dilalui ibunya ketika ia menjadi janda di usia 37 tahun pada 1954.
Setelah peluncurannya pada 2005, Loomba Foundation memimpin kampanye global selama lima tahun untuk mendapatkan pengakuan PBB . Hasilnya, Majelis Umum PBB mengambil keputusan dengan suara bulat untuk menetapkan Hari Janda Internasional sebagai Hari Aksi Global tahunan.
Karena kehilangan orang yang dicintai dalam kapasitas apa pun adalah hal yang sulit dan traumatis, hari ini bertujuan untuk memastikan bahwa para janda di seluruh dunia diberikan dukungan yang mereka butuhkan untuk melewati masa yang sangat sulit itu.
Karena di banyak negara, masyarakat, terutama perempuan yang menjadi janda, juga berada dalam situasi dimana hak mereka atas warisan tidak dikabulkan. Ada juga budaya di berbagai belahan dunia yang menganggap janda dikutuk atau diasosiasikan dengan praktik sihir. Pola pikir yang salah ini memisahkan mereka dari komunitasnya dan bahkan dari anak-anaknya.
Meskipun tidak ada seorang pun yang ingin memikirkan kematian pasangannya di masa depan, penting bagi kita semua untuk bersiap menghadapi kejadian buruk dan tak terduga, dan yang paling penting, memberikan dukungan kepada mereka yang membutuhkan.
Latar Belakang
Hari Janda Internasional diprakarsai oleh Loomba Foundation pada 2005. Nasib para janda di seluruh dunia telah menjadi fokus yayasan ini sejak didirikan pada 1997.
Menurut pendirinya, Raj Loomba, perempuan di banyak negara mengalami kesulitan besar setelah suami mereka meninggal. “Mereka tidak diperhatikan oleh pemerintah atau organisasi kemasyarakatan dan mereka dijauhi oleh masyarakat.”
Peringatan Hari Janda Internasional jatuh pada 23 Juni, karena ibu Loomba menjadi janda pada 23 Juni 1954.
Lini Masa Hari Janda Internasional
Perjalanan sejarah penetapan Hari Janda Internasional, termasuk penetapan oleh Majelis Umum PBB, digambarkan dalam diagram berikut.
Tema Hari Janda Internasional 2024
Tema Hari Janda Internasional tahun ini adalah “Accelerating the achievement of gender equality” (Percepatan Pencapaian Kesetaraan Gender). Tema ini menyoroti fakta bahwa di banyak masyarakat, identitas perempuan melekat pada pasangannya dan setelah pasangannya meninggal, permasalahan yang dihadapinya diabaikan oleh pembuat kebijakan yang tidak memberikan perhatian khusus kepada perempuan yang menjanda.
Mitra adalah orang-orang yang memperlakukan hak satu sama lain seolah-olah hak mereka sendiri. Mereka berbagi beban dan menghadapi permasalahan bersama-sama.
Ketika pasangan seorang wanita meninggal, dia ditinggalkan sendirian, dan masalahnya menjadi tidak terlihat oleh masyarakat. Para janda bahkan kehilangan hak ritual mereka di berbagai kelompok etnis.
Signifikansi Hari Janda Internasional
Hari peringatan ini penting karena dapat menyadarkan masyarakat akan permasalahan yang dihadapi para janda di seluruh dunia. Momentum ini adalah waktu yang tepat untuk merefleksikan kemajuan yang telah dicapai, dan merayakan tindakan keberanian dan tekad perempuan biasa.
Selain itu, peringatan ini juga merupakan hari untuk menarik perhatian masyarakat dalam mengambil tindakan dan memberikan hak dan pengakuan penuh bagi para janda.
Hal ini menyebarkan kesadaran tentang tantangan yang dihadapi para janda. Peringatan Hari Janda Internasional merupakan kesempatan untuk menemukan cara dalam membantu para janda secara global. Para pembuat kebijakan di tingkat nasional tidak mengakui kesulitan yang dialami para janda.
Mereka secara sadar diabaikan oleh para pengambil kebijakan. Hari ini memicu para pengambil kebijakan untuk memberikan kesempatan yang sama bagi para janda di seluruh dunia.
Jika hal itu bisa direalisasikan, maka itu mematahkan stigma tradisional bahwa para janda adalah orang yang terbuang. (rus)