KABARIKA.ID, JAKARTA — Menyusul aksi peretasan terhadap Pusat Data Nasional (PDN) yang menyebabkan ratusan instansi terdampak, Presiden Joko Widodo (Jokowi) ikut angkat bicara.
Presiden Jokowi menegaskan pemerintah telah melakukan evaluasi menyeluruh terkait kasus peretasan PDN.
Menurut Presiden, pemerintah bersama sejumlah pemangku kepentingan harus mencari solusi agar tidak terjadi peretasan di masa depan. Untuk itu, Presiden Jokowi meminta semua data nasional untuk di-back up (dicadangkan) guna mengantisipasi kejadian serupa terulang kembali.
“Yang paling penting semuanya harus dicarikan solusinya agar tidak terjadi lagi. Di-back up semua data nasional kita, sehingga kalau ada kejadian (peretasan) kita tidak terkaget-kaget,” ujar Presiden Jokowi, Rabu (3/07/2024) di Karawang, Jawa Barat.
Meskipun peretasan tidak hanya terjadi di Indonesia, namun menurut Presiden Jokowi cadangan data sangat harus disiapkan.
Seperti diketahui, PDN Sementara (PDNS) 2 milik pemerintah diserang ransomeware. Namun, pemerintah memastikan PDNS akan kembali normal pada bulan Juli ini.
Hal tersebut disampaikan oleh Menkopolhukam Marsekal TNI (Purn) Hadi Tjahjanto.
“Untuk layanan menggunakan PDNS 2, itu bisa melaksanakan pelayanan secara aktif bulan Juli 2024,” kata Menko Polhukam di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin lalu (1/07/2024).
Hadi menjelaskan, instansi atau kementerian yang menyimpan datanya di PDNS 2 Surabaya bisa kembali memberikan layanan kepada publik pada Juli.
Data cadangan dari server-server di PDNS 2 Surabaya akan berada sepenuhnya di PDN yang berlokasi di Batam.
“Sehingga kalau secara operasional pusat data nasional sementara berjalan ada gangguan, masih ada back up. Yaitu di DRC atau hot site yang ada di Batam dan bisa autogate interactive service,” ujar Hadi.
Menurut Hadi, setiap pemilik data centre juga memiliki back up, sehingga paling tidak ada tiga lapis sampai empat lapis backup.
Oleh karena itu, Menko Polhukam mewajibkan seluruh kementerian, lembaga, dan instansi mem-back up data. Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya kembali serangan siber yang bisa terjadi di waktu yang lain.
“Setiap tenant atau kementerian juga harus memiliki back up. Ini mandatori, tidak opsional lagi, sehingga kalau secara operasional pusat data nasional sementara berjalan, ada gangguan, masih ada back up,” tandas Hadi. (rus)