Site icon KABARIKA

Memotret Kondisi Kehidupan Anak Indonesia Saat ini: Refleksi Hari Anak Nasional ke-40, 23 Juli 2024

KABARIKA.ID, MAKASSAR — Hari Anak Nasional diperingati setiap tahun pada 23 Juli. Hal itu tertuang dalam Keppres Nomor 44 Tahun 1984.

Anak merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang memerlukan perlindungan, dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh.

Masa depan bangsa berada di tangan anak saat ini. Semakin baik kualitas anak saat ini, maka semakin baik pula kehidupan bangsa di masa depan.

Pasal 28 huruf b ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah menjamin dan melindungi anak atas hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak telah menegaskan bahwa anak adalah potensi serta penerus cita-cita bangsa yang dasar-dasarnya telah diletakkan oleh generasi sebelumnya.

Agar mampu memikul tanggungjawab tersebut, anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial.

Logo dan tema Hari Anak Nasional, 23 Juli 2024. (Gambar: Kemen PPPA)

Di tengah masyarakat terdapat pula anak-anak yang mengalami hambatan kesejahteraan rohani, jasmani, sosial dan ekonomi yang tidak dapat dilaksanakan oleh anak sendiri untuk memperbaikinya.

Pemerintah terus berupaya meningkatkan kesejahteraan anak dan untuk mengoptimalkan dilakukan dengan mendorong kepedulian semua pihak dengan menyelenggarakan Peringatan Hari Anak Nasional.

Anak Indonesia mengalami berbagai permasalahan, antara lain anak putus sekolah, pekerja anak, pernikahan dini dan kekerasan seksual.

Data Kasus Pengaduan Anak Indonesia

Lembaga yang bertanggung jawab dalam penanganan terhadap permasalahan dan kesejahteraan anak KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia). Lembaga ini juga bertugas untuk menerima pengaduan, melakukan penindakan, perlindungan, dan penjaminan terhadap anak yang mengalami berbagai pelanggaran hak hidup mereka.

Dalam kurun waktu tahun 2016-2020 PAI , secara keseluruhan ada sebanyak 24.974 kasus pengaduan yang masuk dan telah ditangani. Pengaduan tersebut dibagi lagi berdasarkan kluster permasalahan yang berbeda.

Secara garis besar, ada 10 kluster permasalahan dan perlindungan yang biasa terjadi dan sering dihadapi oleh anak di Indonesia, dan sejauh ini sudah ditangani oleh KPAI.

Kluster tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kluster sosial dan anak dalam situasi darurat mencakup anak telantar, anak mengemis, anak jalanan, dan sejenisnya, sebanyak 1.243 kasus,

2. Kluster keluarga yang meliputi korban perebutan hak asuh, korban penelantaran ekonomi, dan sejenisnya, sebanyak 4.946 kasus,

3. Kluster agama dan budaya yang meliputi korban konflik agama dan budaya, korban pernikahan di bawah umur, dan sejenisnya, sebanyak 1.080 kasus,

4. Kluster hak sipil yang meliputi korban anak tanpa kepemilikan akta lahir dan sejenisnya, sebanyak 649 kasus,

5. Kluster kesehatan dan napza meliputi mala praktik, penularan HIV/AIDS, dan sejenisnya, sebanyak 1.486 kasus,

6. Kluster pendidikan meliputi korban kekerasan di sekolah (bullying), putus sekolah, dan sejenisnya, sebanyak 3.194 kasus,

7. Kluster pornografi dan cyber crime meliputi perundungan di media sosial, korban kejahatan seksual online, dan sejenisnya, sebanyak 3.178 kasus,

8. Kluster Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), baik sebagai pelaku kriminal, korban, atau saksi untuk berbagai kasus seperti pencurian, kekerasan, kecelakaan, dan sejenisnya, sebanyak 6.500 kasus,

9. Kluster perdagangan dan eksploitasi mencakup kasus prostitusi, pekerja anak, dan sejenisnya, sebanyak 1.409 kasus, dan

10. Kluster perlindungan anak lainnya seperti korban kelalaian orang tua dan lingkungan, sebanyak 1.289 kasus.

Menurut data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dari 2019 hingga 2023 total kasus kekerasan pada anak terus meningkat.

Sepanjang 2023, tercatat 10.932 kasus kekerasan yang dialami anak Indonesia. Dari total kasus tersebut kekerasan seksual mendominasi.

Tantangan Penanganan Masalah Anak

Kluster dan ragam permasalahan tersebut menjadi bukti bahwa masih banyak anak di Indonesia yang belum mendapatkan hak-haknya. Padahal menurut Konvensi Hak Anak PBB Tahun 1989, ada 10 hak yang harus diberikan untuk anak.

Kesepuluh hak tersebut adalah:
1. Hak untuk bermain,
2. Hak mendapat pendidikan,
3.Hak mendapatkan perlindungan,
4. Hak mendapatkan identitas,
5. Hak mendapatkan status kebangsaan,
6. Hak mendapatkan makanan,
7. Hak mendapatkan akses kesehatan,
8. Hak mendapatkan rekreasi,
9. Hak terhindar dari diskriminasi, dan
10. Hak untuk ikut berperan dalam pembangunan.

Bukan hal yang mudah, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) pernah menyampaikan, jika penanganan terhadap berbagai kasus yang menimpa kalangan anak bukan hal yang mudah. Salah satunya adalah penanganan terhadap anak jalanan.

Anak Indonesia Generasi Emas Tahun 2045

Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), anak Indonesia yang berjumlah 79,4 juta jiwa atau 28,82% dari total penduduk saat ini, memegang peranan strategis ketika 100 tahun Indonesia merdeka pada tahun 2045.

Mereka adalah calon pemimpin bangsa ke depan yang diharapkan menjadi generasi emas yang cerdas, sehat, unggul, berkarakter dan dalam suka cita yang bersendikan nilai-nilai moral yang kuat.

Anak Indonesia generasi Emas Tahun 2045. (Foto: Ist.)

Oleh karena itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mendorong para pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha, lembaga kemasyarakatan, dunia pendidikan maupun media massa untuk terus bersama-sama melakukan kerja-kerja aktif yang berimplikasi terhadap tumbuh kembang anak.

Caranya adalah melakukan pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak sesuai tugas dan kewenangan masing-masing, termasuk dalam pemberian identitas, pengasuhan yang layak, layanan kesehatan dan jaminan sosial, pendidikan dan pemanfaatan waktu luang serta mendapatkan perlindungan khusus menuju Indonesia Layak Anak (IDOLA) Tahun 2030.

Menurut hasil survei Kemen PPPA dan UNICEF pada tahun 2023, hampir 95% anak usia 12-17 tahun di Indonesia mengakses internet minimal dua kali sehari. Kegiatan positif selama daring antara lain untuk keperluan akademik, belajar keterampilan baru, menjalin relasi dengan keluarga atau teman, mencari hiburan video atau siaran langsung serta belajar kompetisi dan strategi melalui gim daring.

Namun di sisi lain, lingkungan digital yang berkembang cepat dan pesat juga menyebabkan anak-anak rentan terhadap berbagai bentuk kejahatan siber modern yang sangat berbahaya.

Peringatan Hari Anak Nasional 2024 menjadi momentum bagi semua pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga dan anak itu sendiri untuk sama-sama berbenah dalam rangka mewujudkan Indonesia Layak Anak 2030 dan Indonesia Emas 2045. (M. Ruslan)

 

 

Exit mobile version