KABARIKA.ID, JAKARTA — Glaukoma adalah penyakit mata penyebab kebutaan terbesar kedua setelah katarak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Seringkali glaukoma menyerang penglihatan seseorang tanpa gejala di tahap awalnya sehingga dapat terabaikan dan menyebabkan kerusakan permanen pada mata.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh WHO tahun 2010, setidaknya ada 3,2 juta orang yang mengalami kebutaan akibat glaukoma.
Guna lebih waspada terhadap ancaman penyakit Glaukoma, mari kita mengenal lebih lanjut tentang Glaukoma, gejalanya, dan bagaimana langkah pengobatannya.
Dr. Maria Magdalena Purba, SpM menjelaskan, Glaukoma merupakan kelompok penyakit mata yang merusak saraf optik dan merupakan penyebab utama kebutaan pada orang berusia di atas 60 tahun.
Adanya cairan ekstra di dalam bola mata menyebabkan tekanan pada bola mata semakin meningkat sehingga merusak saraf optik mata.
Saraf optik bertanggung jawab untuk mengirimkan sinyal dari mata ke otak, dan jika rusak, dapat menyebabkan gangguan penglihatan.
Mata menghasilkan cairan mata (humor aqueous) dan dikeluarkan melalui suatu area yang disebut sudut drainase sehingga menjaga tekanan di dalam bola mata tetap stabil.
Peningkatan tekanan cairan dalam bola mata terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara jumlah produksi cairan mata dengan jumlah yang dibuang.
Apabila sudut drainase tidak berfungsi dengan baik akan membuat cairan mata menumpuk dan tekanan di dalam mata terus meningkat. Lama kelamaan, situasi seperti ini akan merusak saraf optik.
Saraf optik terbuat dari lebih dari satu juta serabut saraf kecil. Ibarat kabel listrik yang terdiri dari banyak kabel kecil, ketika serabut saraf ini mati maka akan muncul titik buta pada penglihatan dan menyebabkan penurunan lapang pandang.
Seseorang mungkin tidak menyadari titik buta ini sampai sebagian besar serabut saraf optik mati sehingga lebih lanjut dapat terjadi kebutaan .
Tekanan bola mata normal seharusnya tidak lebih dari 20 mmHg, namun pada penderita glaukoma, tekanan dapat berada di atas angka tersebut.
Penyakit hipertensi dan diabetes melitus menjadi penyebab utama seseorang bisa terkena risiko glaukoma.
Secara umum, glaukoma diklasifikasi menjadi dua yaitu glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup.
Berdasarkan data prevalensi, sebagian besar kasus glaukoma yang terjadi adalah glaukoma sudut terbuka. Bisa dikatakan bahwa ini adalah jenis glaukoma yang paling umum terjadi.
Glaukoma sudut terbuka terjadi secara bertahap, di mana cairan mata yang diproduksi tidak bisa dikeluarkan atau seperti saluran air yang tersumbat.
Kondisi seperti ini membuat tekanan bola mata meningkat dan mulai merusak saraf optik.
Glaukoma sudut terbuka tidak menimbulkan rasa sakit dan tidak menyebabkan perubahan penglihatan pada awalnya.
Seringkali baru timbul keluhan penurunan penglihatan setelah kondisi tahap lanjut. Inilah sebabnya mengapa glaukoma disebut sebagai “pencuri penglihatan yang diam-diam”.
Pemeriksaan mata secara rutin penting dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda awal kerusakan saraf optik.
Sementara itu, glaukoma sudut tertutup terjadi ketika iris mata sangat dekat atau menempel dengan sudut drainase mata. Iris dapat menghalangi sudut drainase sehingga terjadi peningkatan tekanan bola mata secara tiba-tiba.
Ibaratnya seperti selembar kertas yang meluncur di atas saluran pembuangan, ketika sudut drainase tersumbat, tekanan bola mata meningkat dengan sangat cepat.
Orang yang berisiko terkena glaukoma sudut tertutup biasanya tidak menunjukkan gejala sebelum serangan.
Beberapa gejala awal serangan mungkin termasuk penglihatan kabur, lingkaran cahaya atau banyangan seperti pelangi saat melihat lampu, sakit kepala ringan, atau sakit mata.
Glaukoma sudut tertutup dapat bersifat akut dan penderitanya harus segera menghubungi dokter mata untuk segera dilakukan tindakan.
Berikut tanda-tanda serangan akut pada glaukoma sudut tertutup:
Penglihatan tiba-tiba kabur, sakit pada mata dan area sekitar mata, sakit kepala, mual dan muntah, melihat cincin atau lingkaran cahaya berwarna pelangi di sekitar lampu.
Pada beberapa kasus, glaukoma sudut tertutup berkembang secara perlahan dan tidak ada gejala pada awalnya. Seringkali penderita tidak menyadarinya sampai kerusakannya parah atau terjadi serangan yang tiba-tiba.
Glaukoma sudut tertutup dapat menyebabkan kebutaan jika tidak segera ditangani.
Beberapa faktor risiko dapat meningkatkan kemungkinan seseorang terkena glaukoma. Meskipun glaukoma dapat memengaruhi siapa saja, ada kelompok orang yang memiliki risiko lebih tinggi.
Berikut adalah beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena glaukoma:
Berusia di atas 40 tahun, memiliki anggota keluarga yang menderita glaukoma, ras keturunan Asia dan Afrika, memiliki tekanan mata yang tinggi, menderita rabun jauh (miopia), mengalami cedera mata.
Menggunakan obat steroid jangka panjang, memiliki kornea yang tipis di bagian tengahnya, mengalami penipisan saraf optik, dan emiliki riwayat penyakit diabetes dan tekanan darah tinggi.
Penting untuk diingat bahwa meskipun faktor-faktor ini dapat meningkatkan risiko seseorang terkena glaukoma, penyakit ini dapat memengaruhi siapa saja, termasuk yang tidak memiliki faktor risiko tersebut.
Pemeriksaan mata rutin dan konsultasi dengan profesional kesehatan mata sangat penting untuk deteksi dini dan pengelolaan glaukoma.
Semakin dini glaukoma terdeteksi, semakin baik peluang untuk mencegah kerusakan penglihatan yang permanen.
Kerusakan akibat glaukoma bersifat permanen dan tidak dapat diperbaiki. Anda dapat memilih tindakan pengobatan glaukoma dan pembedahan yang dapat membantu menghentikan kerusakan lebih lanjut.