Site icon KABARIKA

Mabbulo Sipèppa’, Sebuah Pesan Akhir Pekan

Oleh Ahmad Musa Said

Pengurus Pusat Ikatan Alumni (IKA) UNHAS

Foto: Dok. pribadi

SEKEMBALI dari mewakili Presiden RI Joko Widodo, menghadiri pemakaman mantan presiden ke-9 Vietnam, Tran Dai Quang, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman (AAS) mengisi akhir pekannya dengan tetap berkoordinasi terkait program cetak sawah, perluasan areal tanam, optimalisasi lahan, dan pompanisasi bersama Staf Khusus, Tenaga Ahli dan pejabat struktural di bawahnya, baik melalui telepon maupun bertemu langsung.

Termasuk di Hari Sabtu, 27 Juli 2024, Ketua Umum IKA Unhas ini masih menyempatkan evaluasi perkembangan terkait program strategisnya sembari ngopi sore di Hotel Mulya.

Setelah pertemuan tersebut owner Tiran Group ini kemudian berpindah ke meja tempat beberapa alumni yang diajak juga menikmati kopi senja tersebut. Dalam pertemuan tersebut Mentan AAS mengajak kepada seluruh alumni yang ada di ibu kota agar bahu membahu, tolong menolong dalam kebaikan.

“Kumpulkan semua potensi yang ada, kita gali dan kita lihat, mana tau bisa saling mengisi, sinergi dan kolaborasi, mengharumkan nama baik almamater, tanah kelahiran dan juga bangsa ini,” tegasnya. “Mabbulo Sipèppa,” lanjutnya.

Mabbulo Sipèppa, ini sendiri berarti tiga batang bambu dijadikan satu, yang akan semakin kuat, dan dapat dijadikan jembatan untuk menyeberangi sungai, ataupun dapat dijadikan rakit meyusurinya. Dengan bersatu tentu semakin banyak yang dapat dilakukan, apalagi ketika berada di tanah rantau seperti ibu kota ini.

Ibarat lidi, dengan sebatang, tak banyak yang dapat dilakukannya, namun dengan jalinan ikatan kebersamaan, maka sapu lidi dapat membersihkan banyak hal yang ada di sekitarnya.

Memasuki waktu Maghrib, pria kelahiran Bone ini lalu pamit dan mengajak untuk melanjutkan diskusi tersebut keesokan harinya.

Hari Ahad siang, bertempat di Resto Hotel Gran Melia, setelah menikmati santap siang, Mentan AAS melanjutkan bahwa dalam merantau ini kita juga perlu menjaga adab, karena yang paling pertama harus dilatih adalah adab itu sendiri.

Alumnus S1 sampai S3 di Universitas Hasanuddin ini menceritakan bagaimana ketika suatu saat di awal merintis usahanya, dia ingin menghadap ke kawannya yang bupati, dia menghadap dengan baik dan dengan penuh adab bertanya jika berkenan dan tidak merusak, mohon saya dibantu, namun jika membahayakan, tidak perlu dibantu.

Permohonannya kemudian diterima, berbeda dengan pemohon lain yang seorang dosen, datang memanggil bupati tersebut dengan santai karena merasa dia adalah mantan mahasiswanya, lalu berkata bantu yah. Ternyata permohonannya tidak diterima.

Ketika dosen tersebut bertanya ke Amran muda saat itu, pria kelahiran 27 April ini menjawab, “Jika berkenan saya sampaikan, cara kita yang berbeda. Meskipun bupati itu kawan saya dulu, tapi saya tau diri, saya yang butuh, maka saya datang dengan cara yang beradab. Saya posisikan diri saya sebagai orang yang butuh. Beda dengan bapak, karena bapak merasa dosennya, bapak posisikan dia di bawah, seperti air mengalir, rezeki itu akan mengalir ke bawah, ke orang yang rendah hati,” ujar pria yang pertama kali pecah telor bisnisnya di usia 36 tahun ini.

“Kecuali kalau kamu pompa,” lanjutnya yang disambut tawa oleh para alumni yang hadir. “Ini karena saya di pertanian, ya bahas-bahas pompalah sedikit,” candanya.

Suasana diskusi santai di siang hari. (Foto: Uca)

Di sela-sela diskusi juga terungkap progress tantangannya kepada pengurus Ikatan Alumni Fakultas Teknik (IKATEK) Unhas yang sudah selesai pembuatan komponen Alsintan lokal, dan sedang dalam tahap perakitan. Juga potensi kerja sama alumni yang memiliki mesin excavator yang dapat bersinergi dengan TNI dalam program cetak sawah.

Selain itu ada juga alumni yang pernah berkarier di Billiton, perusahaan timah yang pernah jaya di Pulau Bangka dan kini masih tetap berkarir di perusahaan tambang tembaga.

Indra Diannanjaya, alumni Kimia Unhas angkatan 84 ini berjanji siap berkontribusi dengan pengalamannya bahkan juga berkenan membantu Ketua Umum IKA Unhas ini mencarikan figur yang tepat, yang dapat membantu mencarikan solusi dalam hal efisiensi di tambang.

“Banyak hal positif kalau kita sering bersilaturrahim, termasuk dalam efisiensi produksi. Saya betul-betul lagi butuh orang seperti ini, dan ternyata orangnya langsung hadir di hadapan saya. Inilah kalau niat kita baik, ada saja jalan ditunjukkan Allah,” seru ayah dari empat orang anak ini.

Di antara alumni yang hadir ada juga yang sempat menyinggung terkait situasi politik Sulsel hari ini, di mana karena diisukan akan menjadi calon tunggal dalam Pilgub melawan kotak kosong, Andi Sudirman Sulaiman, adik Mentan tersebut sudah mulai diserang dengan berbagai isu dan fitnah.

Mentan Amran lalu berkomentar, saya sebenarnya sudah tidak punya kesempatan untuk memikirkan hal-hal di luar pertanian, konsentrasi saya tertuju pada bagaimana mencapai swasembada secepatnya.

“Namun jika memang ada yang memfitnah, jadikan itu ladang pahala dengan sabar menghadapinya, dan doakan orang yang memfitnah tersebut bisa insyaf dan taubat,” ujarnya yang disambut amin oleh alumni yang hadir.

Tak terasa Ashar menjelang, Mentan AAS pun pamit dan menyalami semua alumni yang hadir.

“Pertemuan yang luar biasa, merangkul, saling support dan membahagiakan,” ucap Andi Afdal, salah satu alumni yang hadir dan saat ini menjabat sebagai Direktur SDM dan Umum BPJS Kesehatan.

“Suasana kekeluargaan yang membangkitkan harapan,” ungkap Sakkir Hanafi, Ketua IKA FKM yang juga pengusaha sawit di Sulawesi Tenggara.

Turut hadir dalam pertemuan tersebut Muhammad Ismak, Andi Ilham Paulangi, Rivai Ras, Hilmin Rahman, Ilham Rasyid, Anwar Mattawape, Yusnawir, Titien Syukur, Sukmawati Syukur, Yansi Tennu, Suwardi, Suharman, Muhammad Sidiq, Taufiq Ratule, M. Ruslan, Iswanto dan Ardiansyah.

“Pertemuan seperti ini harus sering dilakukan, dan karena saya yang banyak bicara, saya yang bayar” canda Mentan sesaat sebelum meninggalkan ruangan. Ya, ungkapan ini sering diucapkan di warung kopi, “Siapakah yang akan memberi nasehat pagi ini?” maksudnya siapa yang memberi nasehat, dialah yang membayar. Salama’ki.

Exit mobile version