KABARIKA.ID, JAKARTA — Kebutuhan perumahan sebagai tempat tinggal terus bertambah dari waktu ke waktu. Perumahan bersubsidi dari pemerintah merupakan salah satu jenis rumah yang banyak dicari oleh masyarakat kelas menengah ke bawah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menekankan pentingnya ketepatan sasaran dalam penyaluran bantuan perumahan. Hal ini karena banyaknya rumah bersubsidi justru dinikmati mereka yang sebenarnya tidak berhak menerima.

Direktur Jenderal (Dirjen) Perumahan Kementerian PUPR, Iwan Suprijanto, mengakui masih banyak pekerjaan rumah pemerintah terkait penyediaan perumahan.

“Salah satunya menyangkut data riil terkait berkurangnya kepemilikan (backlog) perumahan,” ujar Iwan pada peringatan Hari Perumahan Nasional 2024 di Jakarta, Minggu (25/08/2024).

Dirjen Perumahan Kementerian PUPR, Iwan Suprijanto. (Foto: Ist.)

Menurut Iwan, penurunan angka backlog perumahan dari 12,7 juta pada 2021 menjadi 9,9 juta unit pada 2023, hanyalah sebuah indikasi.

“Kenyataannya, pemerintah belum memiliki data individual spesifik mengenai warga yang masuk kategori membutuhkan rumah,” ujarnya.

Selain itu, data kelompok masyarakat yang belum memiliki rumah layak huni juga belum lengkap. Sementara kuota bantuan subsidi melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) sebanyak 166 ribu unit tahun ini telah habis.

Di sisi lain, Kementerian PUPR menemukan banyak rumah bersubsidi di sejumlah provinsi yang kosong tidak dihuni.

“Tingkat kekosongannya mencapai 60 hingga 80 persen,” tandas Iwan.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menemukan pengalihan rumah bersubsidi kepada pihak-pihak yang tidak berhak.

Oleh karena itu, Iwan mengatakan pemerintah mendukung penambahan kuota FLPP dengan syarat harus tepat sasaran.

FLPP merupakan program pembiayaan yang memungkinkan masyarakat berpenghasilan rendah memiliki rumah dengan membayar cicilan berbunga rendah.
Periode cicilan maksimal 20 tahun dengan bunga 5 persen tetap selama tenor berjalan.

Sedangkan syarat untuk mendapatkan FLPP ini, antara lain belum pernah menerima subsidi atau bantuan pembiayaan perumahan dari pemerintah. Penerima fasilitas ini juga disyaratkan belum memiliki rumah serta berpenghasilan maksimal Rp 8 juta per bulan.

Harga rumah bersubsidi mengalami kenaikan pada tahun 2024. Ketentuan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 689/KPTS/M/2023 tentang Batasan Luas Tanah, Luas Lantai dan Batasan Harga Jual Rumah Umum Tapak Dalam Pelaksanaan Kredit/Pembiayaan Perumahan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, Serta Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan. (rus)