KABARIKA.ID, JAKARTA – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyebutkan capaian swasembada di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan capaian Swasembada di era Presiden Soeharto sama-sama luar biasa dan mampu memenuhi kecukupan pangan rakyat.
Mentan merujuk pada definisi swasembada yang digunakan oleh Badan Pangan Dunia (Food and Agriculture Organization/FAO).
Berdasarkan ketetapan FAO pada 1999, suatu negara dikatakan swasembada jika produksinya mencapai 90 persen dari kebutuhan nasional.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Alumni Universitas Hasanuddin (IKA UNHAS) ini mencontohkan swasembada tahun 1984 impornya 400 ribu ton dengan komparasi penduduk mencapai 100 juta lebih.
“Sementara swasembada di era pemerintahan sekarang itu tiga kali 2017-2019 dan 2020 dan itu tidak ada impor beras medium dengan perbandingan penduduknya 200 juta. Artinya apa? upaya kita luar biasa kalau kita mau mengkomparasi dengan tahun 1984. saya kira kebijakan pangan Pak Harto hebat dan pemerintahan sekarang juga hebat,” ujar Mentan dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI, Senin, 26 Agustus 2024.
Sebagai informasi, capaian swasembada beras terjadi pada periode pertama Presiden Jokowi yaitu pada tahun 2017 – 2020.
Saat itu produksi beras bisa surplus 1,9 juta ton hingga 2,85 juta ton. Selama pemerintahan Presiden Jokowi, kebijakan anggaran untuk sektor pangan difokuskan untuk memenuhi kebutuhan petani, baik dalam bentuk sarana pertanian seperti benih dan pupuk, maupun intensifikasi dan mekanisasi dengan penggiatan pemberian bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan).
Kebijakan pemerintah di sektor pertanian tersebut membuat Kementan berhasil mendapat predikat WTP dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Tahun 2016 pertama dalam sejarah pertanian dan itu di era kami dengan teman-teman ini semua mendapat WTP secara berturut-turut hingga tahun berikutnya,” katanya.
Oleh karena itu, Mentan meminta agar ke depan mendapat tambahan anggaran untuk mengakselerasi berbagai program guna mewujudkan swasembada dan juga limbung pangan dunia.
Adapun anggaran tambahan yang diusulkan mencapai kurang lebih Rp68 triliun akan digunakan untuk pengairan, pupuk, benih sampai prasarana lainnya.
“Jadi anggaran Rp68 triliun ini bukan berdiri sendiri, tapi betul-betul holistik dari air sampai pupuk akan kita perhatikan termasuk juga pompa,” pungkasnya. (*)