Site icon KABARIKA

Komnas Perempuan Ungkap, Kasus KDRT di Indonesia Masih Sangat Tinggi

KABARIKA.ID, JAKARTA — Angka tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Indonesia cenderung mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Korbannya kebanyakan perempuan.

Menurut catatan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, kasus KDRT yang tercatat selama 20 tahun terakhir sebanyak 515.466 kasus. Sebanyak 94 persen di antaranya adalah kekerasan terhadap istri, yang notabene adalah perempuan.

Wakil Ketua Komnas Perempuan, Olivia Chadidjah Salampessy mengungkapkan data tersebut dalam perbincangannya di Jakarta, Rabu (28/08/2024).

Jika angka kasus KDRT selama 20 tahun terakhir itu yang berjumlah 515.466 kasus, kemudian dibagi dengan jumlah hari dalam 20 tahun sebanyak 7.300 hari, berarti setiap hari terjadi 70,5 kasus KDRT di Indonesia.

Menurut Olivia, data itu menunjukkan KDRT masih menjadi masalah besar di Indonesia, terutama bagi perempuan.

Tingginya angka KDRT terhadap perempuan, lanjut Olivia, menunjukkan masih banyaknya perempuan yang menjadi korban. Ini terjadi karena mereka tidak mendapatkan perlindungan yang layak.

“Kasus KDRT yang banyak itu, justru 94 persen adalah kekerasan terhadap istri yang notabene adalah perempuan,” tandas Olivia.

Olivia juga menekankan pentingnya edukasi dan literasi bagi masyarakat, terutama mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Oleh karena itu, Olivia mengajak masyarakat untuk tidak ragu melaporkan kasus kekerasan yang mereka alami atau saksikan.

Laporan bisa disampaikan kepada kepolisian, lembaga layanan masyarakat, atau platform digital seperti Sapa 129 Komnas Perempuan.

“Jangan menunggu sampai kekerasan sudah sangat parah, atau bahkan sampai ada korban jiwa. Masyarakat harus berani melaporkan, media sosial juga bisa dimanfaatkan sebagai sarana edukasi agar semua orang paham mengenai hak-hak mereka,” tegas Olivia.

Masih Sulit Diungkap

Meski angka KDRT masih tinggi, namun hal itu masih sulit diungkap. Penyebabnya, kata Olivia, adalah karena kuatnya stigma sosial dan budaya patriarki di masyarakat Indonesia.

Ia menjelaskan, KDRT sering kali dianggap sebagai masalah domestik yang tabu untuk dibicarakan, sehingga banyak korban, terutama perempuan, merasa enggan melaporkan kasus mereka.

“Perempuan sering kali dituntut untuk menjaga nama baik keluarga dan mempertahankan pernikahan mereka. Akibatnya, mereka memilih untuk tidak melaporkan kekerasan yang dialaminya,” papar Olivia.

Ia menyoroti beberapa kasus di mana korban yang melaporkan KDRT, justru mengalami kriminalisasi ulang. Mereka menghadapi tekanan lebih lanjut dari pelaku atau pihak lainnya.

Meskipun demikian, Olivia mengapresiasi keberanian korban yang berhasil mengungkapkan kasusnya. Seperti yang terjadi pada selebgram Cut Intan yang memanfaatkan media sosial untuk memperjuangkan keadilan.

Namun, Olivia mengingatkan bahwa masih banyak korban lainnya, terutama mereka yang tidak memiliki akses ke media sosial, yang masih kesulitan untuk menyuarakan penderitaan mereka. (rus)

Exit mobile version