KABARIKA.ID-INILAH anak muda yang juga aktivis tidak buru-buru tergoda politik. Pesan itu pertama kali ia dengar dari mulut seorang Jusuf Kalla (JK), seniornya di HMI beberapa tahun silam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Saat itu ia baru lulus magister di UI, pikirannya masih bingung. Dipersimpangan jalan. Mau kemana. Sementara temannya seangkatan di HMI seperti Anas Urbaningrum, Saan Mustopha dll sudah mulai aktif di politik.Banyak yang sukses, tapi lebih banyak juga yang gagal.
“Sudah….kau lanjut sekolah lagi,” ujar JK dengan intonasi tinggi dialek khas Makassar yang masih terekam kuat dalam memorinya.
“Kami naik angkot, saya jadi saksi dan menemani Taruna ke rumah Pak JK ketika itu,” kenang Awaluddin, sesama aktivis HMI yang sama-sama “nebeng” indekost di Wisma Rini, asrama mahasiswa UI di Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Timur. Tak jauh dari terminal bus kampung melayu.
Pria berkacamata itu kini menjadi diaspora Indonesia yang tinggal di daerah California, Amerika Serikat. Kerjanya ilmuwan dengan seabrek aktivitas riset, penelitian, kajian dan mengajar.
Waktunya banyak di laboratorium, ruang kelas dan forum seminar. Hasilnya ia tulis di berbagai jurnal internasional. Dan mendapat pengakuan di kalangan dunia kedokteran.
Ia sangat dihargai di negeri Paman Sam. Berkat reputasinya dan dedikasinya yang tinggi di bidang ilmu pengetahuan, khususnya kedokteran, ia diganjar penghargaan dan income yang lebih dari cukup.
Nama pria itu: Taruna Ikrar. Sudah lebih 28 tahun, nyaris tiga dekade tinggal di Amerika. Bahkan sampai sekarang istri dan anaknya masih tinggal di sana. Anaknya sekolah di Amerika. Tidak tertarik pindah warga negara? “Tidak…jiwa saya masih merah putih,” tegasnya.
Saya baru tahu ada anak Makassar, Sulawesi Selatan tinggal dan berkarir cemerlang di sana. Ia dokter jebolan FK Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar pada 1997. Lalu melanjutkan studi S-2 bidang farmakologi di FK UI Jakarta.
Apa resep survive di negeri yang jadi idola banyak orang? Menurutnya, tidak sulit. Asalkan punya skill. Di Amerika tidak dipersoalkan kau “lulusan apa”, tapi yang penting kau ”bisa apa”.
Belum lama ini, ia kembali ke Indonesia. Persisnya 19 Agustus 2024 Taruna Ikrar resmi dilantik Presiden Joko Widodo menjadi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM). di Istana Negara, Jakarta.
Kembalinya Taruna, begitu ia akrab disapa- seolah menyindir dan mengirim pesan kepada para dokter diaspora Indonesia yang selama ini enggan balik ke tanah air.
Mereka hidup dalam zona nyaman, penghasilan dan dibuai fasilitas yang serba wah.
“Saatnya kita pulang berbakti dan memberikan sesuatu bagi tanah air kita,” katanya.
Bagi pria kelahiran Makassar, 15 April 1969 kedatangannya mengemban amanah menakhodai BPOM bukan sebagai orang baru, tapi seperti kembali ke rumah.
Taruna Ikrar memulai karir PNS-nya pertam kali diangkat dari lembaga yang berlokasi di Jalan Percetakan Negara Jakarta ini.
“Saya adalah PNS pertama yang diangkat oleh BPOM secara mandiri. Waktu itu, hanya ada sekitar 40 orang yang diterima,” ujarnya saat serah terima jabatan Kepala BPOM, Selasa 20 Agustus 2024.
Dengan penuh dedikasi, ia meniti perjalanan karirnya di BPOM dari bawah. Sebagai staf biasa. Berkat kerja keras dan kompetensinya, Taruna mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan tugas belajar di luar negeri.
“Dari staf biasa, saya ditugas-belajarkan, tapi keliling dunia. Kita tugas di luar jadinya,” ceritanya.
Mulanya dokter muda Taruna menerima beasiswa dari pemerintah Jepang untuk melanjutkan pendidikan spesialis penyakit jantung di Universitas Niigata, Jepang.
Ia meraih gelar Ph.D.Med.Sc. Lalu lanjut program post-doktoral di bidang neurosains di School of Medicine, University of California, Amerika.
Sepanjang karirnya, Taruna telah memegang berbagai posisi strategis, termasuk sebagai spesialis laboratorium di departemen anatomi dan neurobiologi di Universitas California, Irvine, AS.
Selain itu, dia juga menjadi anggota tim peneliti untuk pengembangan obat dan vaksin di ASGCT, California, Amerika Serikat. Selain itu, ia juga salah satu pemegang paten metode pemetaan otak manusia sejak tahun 2009.
Ia menikah dengan Elfi Wardaningsih, rekan sesama dokter. Perkenalannya pertama kali di ruang perpustakaan Universitas Indonesia. Sama-sama nyari literatur untuk kerja tugas kuliah.
Dari pernikahannya, Taruna telah dikaruniai tiga anak. Yakni Aqilla Safazia Ikrar, Athallah Razandhia Ikrar dan Alaric Khalifah Ikrar.
Hari Kamis siang, 19 September 2024 saya bertandang ke kantornya. Diajak staf khususnya. Kami disambut aksi unjuk rasa di gerbang pintu masuk. Banyak polisi dan satpam berjaga-jaga. Untuk mengucapkan selamat dengan jabatan barunya.
Sayang saya tak sempat bertemu Taruna. “Dia ke Surabaya,ada acara di kampus Unair,” ujar stafnya. *(Rusman Madjulekka).