KABARIKA.ID, JAKARTA- Pemerintah menambah alokasi pupuk bersubsidi dari 4,7 juta ton tahun 2023 menjadi 9,55 juta ton pada tahun 2024 dengan anggaran mencapai Rp54 triliun, yang sebelumnya hanya Rp25,3 triliun
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Penambahan alokasi dan anggaran karena ketersediaan pupuk di Indonesia menjadi salah satu kunci penting meningkatkan produksi dan ketahanan pangan hingga mendorong hilirisasi energi.
Bahkan, kalau dihitung produktivitas pertanian Indonesia sebesar 32% bergantung pada pupuk berbasis gas alam.
Sementara itu, produksi pupuk dalam
negeri masih bergantung pada sumber energi gas alam.
Padahal, gas alam juga merupakan sumber energi tak terbarukan sehingga sewaktu-waktu akan habis. Selain itu, gas alam masih menghasilkan karbon.
“Tantangannya bukan pada pasar, pasarnya besar sekali. (Tantangan) pada sumbernya, bahan bakunya. Kita punya pasar yang meningkat besar tapi apa punya bahan baku? Bahan baku gas alam itu non renewable, akan habis di titik tertentu. Tantangan terbesar kami memastikan jaringan pasoknya,” ujarnya.
Atas kondisi ini, pihaknya tengah melakukan inovasi dengan mengubah gas alam sebagai main feedstock ke sumber yang berbasis energi baru terbarukan (EBT) atau renewable resources.
Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Holding Company (PICH), Rahmad Pribadi mengatakan, dalam proses produksi urea, pupuk menghasilkan amonia. Amonia tidak mengandung karbon sehingga kerap disebut juga sebagai transition fuel.
“Amonia menjadi penting karena sumber energi yang tidak mengandung karbon atau transition fuel,” kata Rahmad, dalam acara detikcom Leaders Forum ‘Menuju Indonesia Hijau: Inovasi Energi dan Sumber Daya Manusia,’ di Hotel St. Regis, Jakarta Selatan, Selasa (17/9/2024).
Kendati demikian, ia optimistis Indonesia masih dapat memenuhi kebutuhan bahan baku gas alamnya untuk produksi pupuk dalam beberapa waktu ke depan. Hal ini didukung dengan temuan-temuan baru potensi jumbo gas alam di Indonesia.
“Cuma ini kan sektor hulu migas ini butuh waktu cukup Panjang. Mudah-mudahan kecepatan antara discovery sampai produksi bisa menutup kebutuhan kita saat ini,” sambungnya.
Rahmat mengatakan, pihaknya juga bekerja cukup erat dengan pemerintah untuk memastikan pasokan gas. Salah satunya, saat ini tengah dikembangkan base production melalui pembangunan Pabrik di Papua Barat.
“Investasi cukup besar, karena sumber gas cukup melimpah. Kita akan bangun industri-industri yang mendekati sumber bahan bakunya,” katanya.