KABARIKA.ID, JAKARTA — Bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed), dan Bank Indonesia (BI) secara bersamaan menurunkan suku bunga acuannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
The Fed memangkas suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,75-5,0%. Pemangkasan ini lebih besar dari ekspektasi pasar yang hanya memperkirakan penurunan 25 bps.
Sejalan dengan kebijakan The Fed, Bank Indonesia (BI) juga mengambil keputusan serupa dengan menurunkan suku bunga acuan BI Rate dari 6,25% menjadi 6%. Selain itu, suku bunga Deposit Facility dipangkas menjadi 5,25%, dan suku bunga Lending Facility menjadi 6,75%.
Chief of Economist PT Mandiri Sekuritas (Mandiri Sekuritas), Rangga Cipta mengatakan BI memperkirakan peluang bagi the Fed untuk menurunkan suku bunga sebesar 75 bps pada tahun 2024, lebih tinggi dari proyeksi bulan sebelumnya sebesar 50 bps.
Bank Indonesia juga menilai bahwa penurunan suku BI yang lebih cepat dibandingkan the Fed, didorong oleh kepastian terkait pemangkasan suku bunga di AS, penguatan Rupiah, inflasi yang rendah, serta kebutuhan untuk mendukung perekonomian, pembiayaan fiskal, dan sektor perbankan.
“BI memperkirakan pertumbuhan kredit akan mencapai batas atas target 10-12% untuk tahun 2024, dengan kontribusi signifikan dari sektor tersier dan industri yang menciptakan lapangan kerja,” kata Rangga, Rabu (25/9/2024).
Belum ada indikasi dari BI untuk menurunkan GWM, namun mereka mengungkapkan bahwa ‘diskon GWM’ sebesar 4% sejauh ini telah menambah likuiditas sebesar total IDR256tn atau 3,4% dari dana pihak ketiga. Ini mengindikasikan GWM efektif sebesar 5,6% dibandingkan 9% dalam headline.
“BI memproyeksikan pertumbuhan PDB 5,1% untuk 2024 dan melihat potensi peningkatan kearah 5,2% bahkan bisa lebih tinggi untuk 2025, didorong oleh belanja fiskal yang lebih agresif,” tambah Rangga.
Sementara Head of Equity Research and Strategy Mandiri Sekuritas, Adrian Joezer mengatakan, penurunan suku bunga sebesar 50 bps oleh The Fed membuka ruang untuk pemangkasan suku bunga acuan BI lebih lanjut.
Melihat pelonggaran kebijakan moneter dan fiskal, penguatan nilai tukar Rupiah, disertai dengan masih menariknya valuasi pasar saham, kami melihat peluang yang lebih tinggi bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) untuk mencapai skenario bull-case kami di 8.000 pada akhir tahun ini.
“Sektor-sektor yang cukup sensitif terhadap penurunan suku bunga dan penguatan nilai tukar Rupiah seperti keuangan, consumer staples, dan properti, serta saham-saham small-mid caps tetap menjadi pilihan kami,” papar Adrian.
Handy Yunianto, Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas menerangkan penurunan suku bunga akan berdampak positif terhadap pasar obligasi.
Ketika suku bunga mengalami penurunan, instrumen obligasi akan semakin diminati karena investor dapat memperoleh imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan suku bunga. Tingkat imbal hasil obligasi yang cukup tinggi di Indonesia diminati bukan hanya oleh investor lokal, tapi juga asing.
“Hal ini juga didukung oleh potensi pertumbuhan ekonomi yang baik, inflasi yang cukup rendah, tingkat utang yang terjaga, dan kondisi politik yang relatif stabil,” ungkap Handy.
Mandiri Sekuritas juga memproyeksikan pemotongan suku bunga BI masih akan terus berlangsung. Diperkirakan total 150 basis poin pemotongan suku bunga BI dalam siklus pelonggaran kali ini, yang akan membawa terminal suku bunga menjadi 4,75%, dengan total 75 basis poin kemungkinan akan dilakukan tahun 2024.
Hal ini akan mendekatkan suku bunga riil BI ke rata-rata jangka panjang sekitar 1,7%, turun dari 3,4% saat ini.