KABARIKA.ID, JAKARTA — Mitos tentang mi instan sering beredar di masyarakat, namun banyak dari klaim tersebut tidak sepenuhnya benar atau kurang didukung oleh fakta ilmiah.
Berikut adalah beberapa mitos umum tentang mi instan dan penjelasannya:
1. Mi instan menyebabkan kanker
Fakta: Tidak ada bukti ilmiah yang kuat yang mendukung klaim ini. Mi instan yang diproduksi secara komersial aman dikonsumsi selama mengikuti aturan pemrosesan dan penyimpanan.
Namun, mengonsumsi mi instan secara berlebihan dan sering, terutama yang tinggi garam, pengawet, dan lemak jenuh, dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan lain, seperti hipertensi.
2. Bumbu mi instan berbahaya bagi kesehatan
Fakta: Bumbu mi instan mengandung MSG (Monosodium Glutamate), garam, dan rempah-rempah yang aman untuk dikonsumsi dalam batas yang wajar. MSG sering disalahpahami, tetapi penelitian menunjukkan bahwa MSG aman dikonsumsi oleh kebanyakan orang. Namun, mereka yang sensitif terhadap MSG mungkin mengalami gejala seperti sakit kepala atau mual.
3. Mi instan mengandung lilin untuk membuatnya tahan lama
Fakta: Tidak ada bukti bahwa mi instan dilapisi dengan lilin. Mi instan dibuat melalui proses pengeringan atau penggorengan sehingga tahan lama. Proses ini alami dan tidak melibatkan lilin.
4. Mi instan dapat menyebabkan gangguan pencernaan
Fakta: Mi instan tidak secara langsung menyebabkan gangguan pencernaan. Namun, karena kandungan seratnya yang rendah, mi instan mungkin tidak membantu pencernaan seperti makanan kaya serat. Untuk keseimbangan, penting mengonsumsi makanan berserat tinggi seperti sayuran.
5. Mi instan harus dibilas sebelum dimakan untuk menghilangkan bahan kimia berbahaya
Fakta: Tidak perlu membilas mi instan sebelum dimakan. Mi instan tidak mengandung bahan kimia berbahaya yang perlu dibilas. Jika seseorang memilih untuk membilasnya, itu lebih karena preferensi pribadi terkait dengan pengurangan kadar garam atau minyak.
Meskipun mi instan bisa menjadi pilihan makanan yang praktis, penting untuk tidak menjadikannya konsumsi utama dalam jangka panjang karena kurangnya nutrisi seimbang.