KABARIKA.ID, MAKASSAR – Kantor Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Provinsi Sulawesi Selatan menjadi tuan rumah pertemuan penting yang membahas rencana pelaksanaan Program Investing in Nutrition and Early Years (INEY) tahap II.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pertemuan ini dihadiri oleh tim penilaian kinerja dari Provinsi Sulawesi Selatan serta tenaga ahli dari tim LGCB-ASR di Jakarta yang mengikuti secara daring melalui Zoom, Rabu 9 Oktober 2024.

Alauddin Latief, selaku Knowledge Management and E-Learning Specialist dari INEY II Kemendagri, menjelaskan bahwa kunjungan ini merupakan bagian dari upaya koordinasi, fasilitasi, pengawasan, dan pembinaan terhadap pemerintah daerah terkait aksi konvergensi program percepatan pencegahan dan penurunan stunting.

Dalam sesi ini, tim LGCB-ASR juga memberikan bimbingan teknis terkait manajemen pengelolaan web Aksi Bangda untuk memastikan data yang diunggah akurat dan mencerminkan kondisi lapangan.

“Hal ini bertujuan agar kebijakan yang diambil berbasis informasi yang benar,” kata Alauddin.

Alauddin juga memaparkan bahwa INEY II merupakan kelanjutan dari INEY I yang telah berhasil menjangkau 514 kabupaten/kota di 38 provinsi selama periode 2018-2023.

Meskipun prevalensi stunting nasional turun menjadi 21,6% (SSGI 2022), masih jauh dari target pemerintah sebesar 14% pada akhir 2024. Program INEY II menjadi krusial dalam mendukung pencapaian target ini, seiring dengan peluncuran 71 triliun dari total 121 triliun anggaran yang diharapkan dalam 100 hari pertama pemerintahan Prabowo Subianto.

Dalam pertemuan tersebut, Alaudin juga menyoroti pentingnya beberapa revisi dalam Perpres No. 72 Tahun 2021, seperti penajaman definisi keluarga berisiko stunting, penentuan sasaran berbasis individu atau keluarga, Integrasi webaksibangda dengan SIPD, hingga peningkatan peran kecamatan dalam koordinasi intervensi layanan.

Pebriani, penanggung jawab isu stunting di Bappelitbangda Sulsel, memaparkan bahwa capaian pencegahan stunting di Sulsel mengalami fluktuasi.

Berdasarkan data SSGI dan SKI, prevalensi stunting pada 2021 tercatat 27,4%, turun menjadi 27,2% pada 2022, namun kembali naik menjadi 27,4% pada 2023. Pebriani menyoroti terkadang ada perbedaan perspektif dari pemerintah kabupaten terkait rancangan program yang masuk ke APBD.

Ia juga mengusulkan peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam mengelola program percepatan penurunan stunting, termasuk dalam perencanaan, penganggaran, serta monitoring dan evaluasi.

Pelatihan, lokakarya, dan seminar diusulkan sebagai sarana untuk memperkuat kemampuan daerah dalam menjalankan program konvergensi.

Pertemuan ini diharapkan menjadi momentum penting bagi Provinsi Sulawesi Selatan dalam memastikan program INEY II berjalan optimal dan memberikan kontribusi nyata dalam menurunkan angka stunting di Indonesia. (AL)