KABARIKA.ID, JAKARTA — Rencana pemerintah untuk mengimpor 1 juta ekor sapi perah untuk mendukung Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang akan diusung Presiden terpilih Prabowo Subianto perlu didukung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Saya menilai Program MBG ini patut didukung karena dapat meningkatkan kualitas kesehatan siswa kita secara nasional, semoga program ini memberikan nutrisi yang baik yang dapat meningkatkan kualitas dari para siswa di semua sekolah namun pelaksanaan program ini jangan sampai malah menimbulkan masalah baru seperti terus menambah jumlah impor pangan padahal masih banyak alternatif lain selain memperluas impor,” ujar Anggota DPR RI, Johan Rosihan dalam keterangan tertulisnya, Jumat (11/10/2024).
Ia mengungkapkan bahwa pelaksanaan program MBG ini seharusnya dapat dilakukan dengan mendayagunakan potensi lokal yang ada sebab selama ini tingkat impor kita sudah sangat memprihatinkan, coba bayangkan selama ini kebutuhan daging sapi dan kerbau sebanyak 54% berasal dari impor apalagi susu yang 80% berasal dari impor.
Ia pun menyoroti agar program MBG ini dilaksanakan sebagai bentuk intervensi gizi untuk meningkatkan status gizi para siswa yang menu makanannya berasal dari potensi lokal yang ada seperti sayuran, ikan, telur dan lain sebagainya.
“Misalnya untuk kebutuhan protein dari program MBG ini, dapat diwujudkan dengan menu makan ikan, karbohidratnya dari pangan lokal serta jenis makanan lain yang berasal dari potensi lokal karena yang terpenting dari program MBG ini adalah adanya menu gizi seimbang yang diberikan kepada para siswa dan bukan terpaku pada menu tertentu seperti daging dan susu,” jelas Johan.
Politisi Fraksi PKS itu mengungkapkan lebih baik pemerintah mengidentifikasi potensi lokal untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dari pelaksanaan program MBG ini.
Ketua DPP PKS itu mengungkap beberapa pertimbangan yang harus dihitung oleh pemerintah untuk kesuksesan program Makan Bergizi Gratis ini.
“Agar program ini berhasil diperlukan anggaran yang memadai, manajemen logistic yang bagus, strategi kolaboratif dan teknologi yang inovatif, maka diperlukan penguatan pendidikan gizi pada semua kalangan masyarakat, jadi bukan dengan terus memperluas impor yang hanya menguntungkan segelintir pihak namun menciderai kedaulatan pangan nasional,” ujarnya.
Alasan lain, menurut Johan, penggunaan bahan pangan sebagai kearifan lokal lebih mudah diterima oleh masyarakat sekolah dan memiliki kesinambungan yang tinggi. Jadi pada program ini pemerintah dapat memberi perhatian pada pendayagunaan bahan pangan local yang potensial dan sebagai bentuk pemantapan ketahanan pangan nasional.
“Saya yakin penggunaan bahan pangan lokal dapat menjadi basis intervensi gizi yang akan mengurai segala persoalan yang terkait dengan gizi masyarakat seperti stunting, gizi kurang dan program ini dapat memberikan efek untuk mengatasi persoalan gizi di tengah masyarakat kita,” tutup Johan.