KABARIKA.ID, MAKASSAR – Jaraknya cukup jauh dari Kota Makassar, Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Butuh waktu dua jam lebih untuk tiba di Dusun Pallae, Desa Lampoko, Kecamatan Balusu, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.
Setiba di desa tersebut, hamparan padi yang masih hijau langsung menyegarkan mata. Tidak hanya itu, sejumlah tanaman holtikultura langsung terlihat di sana.
Ada cabai, kacang-kacangan, palawija, tanaman buah, bahkan bawang yang sulit tumbuh di dataran rendah, bisa dibudidayakan warga desa itu.
Kepala Desa Lampoko, Budiman bahkan mengaku, jika mereka bisa melakukan tanam padi dan panen tiga kali dalam setahun, dengan memanfaatkan aliran sungai dan pompa yang diberikan pemerintah sebagai bantuan bagi kelompok tapi.
Alhasil, desa tersebut pun terpilih mewakili Kabupaten Barru dalam Lomba Desa Ketahanan Pangan, yang digelar Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Sulawesi Selatan.
Budiman juga mengungkapkan pihaknya memang sedang berusaha menjadi desa mandiri pangan. “Karena semua ada di sini. Kelompok tani kami juga bisa tersu bekerja dengan banyak bantuan, baik dari pemerintah, BUMN mau pun swasta,” ungkapnya, Senin (15/10/2024)
Sambil menicipi hasil panen jagung dan komiditas lain yang disediakan Kelompok Wanita Tani (KWT) Bunga Desa, Dusun Pallae, Budiman menambahkan, hasil panen sema komoditas yang dihasilkan di desanya tidak hanya sampai panen saja, melainkan juga menjadi ladang usaha bagi kaum wanita (ibu-ibu).
“Jadi kita juga kembangkan UMKM (Usaha mikro kecil dan menengah) yang dikelola ibu-ibu rumah tangga di sini. Hanya saja baru bawang yang kembangkan. jadi merka yang punya kebun bawang, yang panen setelah 60 hari. Itu terus berputar. Dari sana sebagain dibuat bawang goreng dan sisanya dijadikan bibit,” lanjut Budiman.
Bahkan Ketua KWT Bunga Desa Ratna menjelaskan, jika hasil produksi bawang goreng mereka itu sudah dipasarkan di mini-mini market, bahkan hingga kalimantan dengan merek dagang Bawang Goreng Budi.
Terpisah, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Sulsel Andi Muhammad Asjad mengatakan, jika saat ini, hingg 18 Oktober mendatang sudah masuk masa penilaian Desa Ketahanan Pangan di Sulsel. “Awalnya, kita menyurati 24 kabupaten/kota untuk mengitkan desanya, tapi hanya 18 desa yang masuk dari 14 kabupaten/kota, dan kemudian dipilih 10 besar desa ketahan pangan untuk mengikuti ekspose,” katanya.
Proses penilaian desa ketahanan pangan memakan waktu satu bulan. “Ada pun substansi penilaian ketahanan pangan di sini ada tiga pilar, yaitu regulasi, partisipasi masyarakat dan bagaimana desa bisa menghadirkan peroduk lokal,” sebut Asjad
“Dari lomba tersebut kita tahu, sulsel kaya dengan sumber daya pangan lokal. Bagi desa yang nanti dinyatakan sebagai pemenang tentu akan dilakukan pembinaan dan dipersiapkan menjadi prorotipe desa ketahanan pangan di Sulsel,” tutupnya. (*)